Wakaf Itu Wujud Taat Syariat Bukan “Pat Gulipat” Sistem Sekarat

Last Updated: 2 Februari 2021By

Agan Salim
Ulasan Utama l Assalim.id

Akhir bulan Januari 2021, negeri ini kembali dihebohkan dengan pro kontra digulirkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sekaligus mengurangi ketimpangan sosial demi pemerataan pembangunan nasional Dari perhitungan pemerintah diketahui potensi wakaf uang di Indonesia bisa mencapai Rp188 triliun. Sementara potensi wakaf aset bernilai Rp2000 triliun per tahun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Pemerintah tengah fokus mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah secara terintegrasi. Seiring dengan berkembangnya sektor ekonomi dan keuangan syariah, sektor dana sosial syariah yang mencakup zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf juga merupakan bagian yang berpotensi sangat strategis untuk dikembangkan. Dan belum lama ini juga memberikan pernyataan terkait penggunaan dana wakaf sebesar Rp597 miliar yang akan dipakai untuk membangun infrastruktur. (suara.com 25/01/21)

Tak jauh berbeda, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno menjelaskan, wakaf uang sejatinya akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan sosial dan membantu masyarakat di tengah pandemi Corona Virus Desease 2019 atau COVID-19. “Dana wakaf diharapkan membantu meringankan beban masyarakat dan membantu mempertahankan lapangan pekerjaan mereka,” ungkapnya. (bizlaw.id 27/01/21)

Soal Gerakan Nasional Dana Wakaf dan alokasi dana wakaf yang dipakai untuk pembangunan infrastruktur ini mendapat kritik dari sejumlah pihak. Pandangan berbeda datang dari Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Iwan Sumule yang berpandangan, Gerakan Wakaf Uang seakan menunjukan lemahnya kemampuan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Padahal, kata dia, hal tersebut sudah jelas tertuang dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. “Ajakan (wakaf uang) mulia, dan sekaligus mengungkap negara telah bangkrut?” (26/01/2021).

Ekonom senior Dr. Rizal Ramli juga ikut memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Dalam tanggapannya, ia menilai pemerintah Indonesia saat ini sangat kontradiktif. Menurutnya, isu islamofobia begitu digencarkan di Indonesia, namun ketika negara kesulitan, pemerintah seolah ingin memanfaatkan dana umat.

Senada dengan sang ekonom, Mantan Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid ikut memberikan tanggapan. Ia setuju dengan Rizal Ramli yang mengatakan bahwa pemerintah Indonesia bersikap kontradiktif soal rencana menghimpun dana umat. Hidayat lantas menyinggung soal banyaknya masalah korupsi yang terus menghabiskan keuangan negara. korupsi yang menggerogoti keuangan negara dan bangsa, terus makin ekstrim saja, kondensat, jiwasraya, asabri, bpjs tenaga kerja, bansos termasuk untuk disabilitas,” tuturnya.

Banyaknya respon skeptis umat perihal Gerakan Wakaf Nasional yang digagas oleh pemerintah bukanlah tanpa sebab. Diantaranya kejahatan ekstra ordinary crime seperti korupsi yang masih merajalela, sehingga setiap produk kebijakan selalu menjadi kekhawatiran dan melahirkan ketidakpercayaan terbukanya peluang untuk jadi lahan korupsi.

Perampokan uang negara dan rakyat, seperti korupsi dana Bansos dimasa pandemi wabah penyakit Covid-19 menjadi bukti empirik betapa bermasalahnya tata kelola keuangan oleh pemerintah saat ini. Belum lagi fakta terbongkarnya korupsi dana umat pada kasus Asuransi Jiwasraya, Asabri, BPJS Ketenagakerjaan.

Fakta kesulitan likuiditas negara saat ini adalah hal lain yang sulit untuk dilepaskan dari program GNWU yang muncul ditengah situasi dan kondisi pandemi saat ini. Pemerintah dengan kondisi keuangan yang defisitnya kian dalam bak “gali lubang tutup danau”. Sehingga kebijakan ini lebih terkesan sikap kalap, asal lihat peluang ada dana besar maka dibuatkan program dan kebijakan baru.

Secara ideologis wakaf bukan hanya pengumpulan dan umat semata, tapi bagian dari syariat Islam yang agung. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dan kebolehan wakaf sebagai bagian dari syariat Allah SWT diatur di dalam Surat Ali Imran ayat 92, yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja harta yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” Ayat ini merupakan dasar hukum dari wakaf. Berdasarkan ayat ini, orang yang berwakaf dengan sebagian dari harta yang dicintainya, ia akan mencapai derajat kebaikan yang sempurna.

Ketika ayat ini turun, sahabat Nabi yang bernama Abu Thalhah, bergegas menemui Rasulullah dan me-wakaf-kan harta yang paling dicintainya yaitu tanah bairuha’. Tanah bairuha’ berupa kebun kurma yang terletak di depan masjid Nabawi yang dikelola dan dikembangkan sampai saat ini.

Sehingga jelas, wakaf adalah bagian dari syariat islam yang amal perbuatannya dilakukan atas dorongan Aqidah Islam dan wujud ketaatan kepada Allah SWT. Bukan sekedar alat “pat-gulipat” untuk menjadi solusi sistem rusak sekularisme yang makin akut dan sekarat. []