Vaksinasi Dipaksakan Saatnya Kembali Pada Islam!
Oleh Haris Abu Muthiah
Assalim.id I Ulasan Utama
Virus Covid-19 belum berhenti. Hingga 16 Januari 2021 jumlah kasus positif mencapai 896.642 jiwa, 25.767 diantaranya meninggal. Pengetatan protokol kesehatan (Prokes) pun telah dilakukan. PSBB berulang kali diberlakukan, nyatanya semua itu tidak efektif.
Pemerintah berusaha meyakinkan rakyatnya bahwa satu-satunya yang bisa menghentikan dan memutus mata rantai penyebaran virus Corona-19 adalah vaksin. Pro dan kontra bermunculan. Penolakan keras dari masyarakat dan tenaga kesehatan tak terhindarkan.
Sadar akan penolakan vaksin, Presiden Jokowi bersama beberapa mentri dan publik figur rela menjadi sampel vaksinasi, salah satunya artis papan atas Rafi Ahmad. Tujuannya agar rakyat yakin bahwa vaksin sinovac itu aman disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Ternyata sikap Presiden tersebut belum juga cukup meyakinkan rakyatnya.
Survei Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan. dukungan UNICEF dan WHO membuktikan bahwa, 30 persen masyarakat menolak vaksin COVID-19 karena faktor keamanan, 22 persen karena ragu terhadap efektifitas vaksin, 13 persen tidak percaya terhadap vaksin , 12 persen karena khawatir adanya efek samping, dan 8 persen karena alasan keagamaan (tribunnews.com, 18/11/2020).
Atas penolakan tersebut ancaman sanksi pun dilontarkan pemerintah kepada masyarakat yang menolak divaksin, mulai denda Rp 5 juta hingga pidana. Menurut influencer Dokter Tirta Mandira Hudhi adanya sanksi malah membuat seseorang semakin antipati. Apalagi pasal 28 (UUD ’45) menyebutkan bahwa kesehatan hak warga negara.
Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga menolak keras pemaksaan vaksin kepada masyarakat, bahkan mendesak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mencabut aturan terkait kewajiban masyarakat untuk mengikuti vaksinasi Covid-19.
Direktur departemen imunisasi WHO, Kate O’Brien, jauh-jauh hari juga sudah mengingatkan pemerintah bahwa mewajibkan imunisasi terhadap penyakit adalah jalan yang salah. Ini didasarkan pada pengalaman di masa lalu yang mewajibkan penggunaan vaksin hanya menjadi bumerang dengan perlawanan yang lebih besar.
Kendati Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah tidak melakukan pemaksaan kepada masyarakat untuk vaksinasi Covid-19, nyatanya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah dapat memaksa setiap warga negara yang masuk dalam kriteria vaksinasi Covid-19 untuk disuntik vaksin.
“Anda boleh merasa tidak mau divaksin tetapi melanggar hak asasinya orang lain untuk sehat. Maka negara bisa memaksa, tetapi tentu tidak selesai di situ perdebatannya,” kata Mahfud dalam diskusi daring Kagama UGM tentang Vaksinasi Covid-19 seperti dikutip bisnis.com pada Sabtu (16/1/2021).
Upaya pemerintah yang terkesan memaksakan vaksinasi kepada rakyatnya tentu memunculkan pertanyaan besar, mengapa dipaksakan sementara rakyat menolak?. Bukankah uji klinis vaksin corona Sinovac butuh waktu lama?.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan, keampuhan vaksin covid-19 harus terbukti secara klinis aman dan mampu melawan infeksi SARS-CoV-2 di tubuh manusia.
“Riset vaksin butuh waktu lama, dan enggak bisa dikebut, enggak bisa diburu-buru, karena harus aman, harus terbukti berkhasiat melawan virus, jadi kita sekarang masih harus wait and see vaksinnya aman,” tutur Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (16/12/2020).
Seharusnya kita bisa belajar pada virus sejenis SARS-COV-2 penyebab Covid-19, yakni SARS dan MERS yang sampai saat ini belum memiliki vaksin. Padahal SARS telah terdeteksi sejak 2003 di China dan MERS sejak 2012 di oleh negara-negara kapitalis, seperti AS dan China yang sejak awal punya kepentingan ingin menguasai aset-aset vital dan mengambil keuntungan.
Indonesia sendiri tidak punya posisi tawar yang kuat kecuali hanya menerima kebijakan negara-negara kapitalis apa adanya. Kelemahan ini ternyata dimanfaatkan oleh negara lain untuk menawarkan produknya dengan posisi harga yang tinggi (Caporaso dan Levine, 2015).
Dokter Tirta dalam akun Twitternya beberapa waktu lalu membeberkan bahwa Bill Gates, China, dan calon vaksin yang akan diandalkan Indonesia mengendalikan penyebaran virus di dalam negeri.
Menurut Tirta bahwa WHO memproduksi dan mendistribusikan vaksin lewat gerakan bernama COVAX. Gerakan ini dilakukan di bawah naungan dua organisasi
kesehatan, GAVI dan CEPI. GAVI dibentuk Bill Gates melalui Gates Foundation.
Pasal 7 Perpres 99/2020 mengenai vaksin di Indonesia menyebut salah satu pengadaan vaksin akan dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga atau badan internasional, yakni CEPI, GAVI, dan lembaga lainnya.
Karena itu harus diakui bahwa vaksin Covid-19 dalam perspektif politik ekonomi bukan sekadar obat atau alat peningkat imunitas tubuh dari penularan Covid-19 semata. Tapi di dalamnya ada persekongkolan para kapitalis dengan kepentingan ekonomi politik banyak negara. Di dalamnya terkandung dominasi kekuasaan, bahkan hegemoni dan infiltrasi kepentingan pasar suatu negara.
Karena itu dominasi ini tidak dipisahkan dengan perang ideologi. Negara yang tidak memiliki ideologi akan mudah diatur. AS dan China misalnya, memiliki daya tawar kuat. Dua negara ini menjadi kekuatan besar ekonomi yang bisa mengatur negara lain sesuai keinginannya, mengapa?. Ya, karena dua negara ini memiliki ideologi yang jelas, yaitu Ideologi Kapitalisme.
Hingga hari ini Ideologi Kapitalisme ini masih sangat kuat dan belum terkalahkan. Padahal Islam adalah ideologi yang sudah pernah terbukti tidak kurang 1.300 tahun lamannya, dan mampu melahirkan peradaban yang memberi keadilan dan kesejahteraan pada seluruh rakyatnya. Kesehatan menjadi tanggung jawab negara seutuhnya. Negara tidak mengambil keuntungan bisnis dengan rakyatnya.
Maka saatnya menjadikan Ideologi Islam sebagai satu-satunya kekuatan yang akan menghancurkan Ideologi Kapitalisme yang menjadi akar masalah hancurnya negara, menjadi akar masalah jauhnya umat Islam dari agamanya, menjadikan negara tidak mampu berbuat adil dan mensejahterakan rakyatnya. Semuanya dikendalikan para pemilik modal yang rakus harta dunia. Tunggu apa lagi!.
Wallahu a’lam bi ash shawab