Urgensi Belajar Fiqhi Muamalah Sebelum Berbisnis

Last Updated: 8 Maret 2022By

By : Haris Abu Muthiah

Seribu empat ratus tahun lalu Rasulullah SAW telah memberikan warning, bahwa ada satu waktu dimana orang-orang tidak peduli bagaimana caranya ia memperoleh harta.

Rasulullah SAW bersabda,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ ، لاَ يُبَالِي المَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ ، أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ

“Akan datang kepada manusia suatu masa, di mana orang tidak peduli akan apa yang diambilnya; apakah dari yang halal ataukah dari yang haram. (HR Bukhari Muslim dari Abu Hurairah RA).

Pertanyaannya kapan zaman itu yang dimaksud Rasulullah SAW itu akan terjadi?.

Insya Allah jika kita jujur melihat fakta bisnis hari ini pasti sepakat bahwa zaman itu adalah sekarang, ya sekarang!.

Lihat kebanyakan orang dan atau para pengusaha yang mengembangkankan hartanya dengan cara riba. Padahal riba haram sebagaimana firman Allah dalam Alquran Qs Al Baqarah : 275.

Ada juga yang mengembangkan hartanya dengan cara korupsi. Data diungkapkan KPK, jika ditotal sejak lima tahun terakhir (2017-2021), jumlah kasus korupsi di lingkungan pemerintah kabupaten/kota ada sebanyak 455 dari total 1.194 kasus yang ditangani KPK (cnnindonesia,09/12/2021).

Lihat praktek kebanyakan orang dan atau para pengusaha yang memperlancar urusan bisnisnya dengan cara suap menyuap.

Survei Lembaga Survei Indonesia (7/2/2021) membuktikan sebanyak 23% pelaku usaha di Indonesia menilai pemberian suap untuk memperlancar proses bisnis atau bentuk terima kasih merupakan hal wajar.

Sebanyak 73% pelaku usaha menilai pemberian suap untuk memperlancar proses bisnis atau bentuk terima kasih tidak wajar. Sementara, 3% responden menyatakan tidak tahu.

Padahal Rasulullah Saw melaknat praktek seperti ini. Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum” (HR Tirmidzi).

Bisa dibayangkan ketika diancam oleh laknat Allah, berarti hidup seseorang akan jauh dari rahmat dan berkah-Nya. Beragam persoalan selalu melilitnya. Bencana dan malapetaka datang silih-berganti, tanpa henti.

Disinilah perlu kita belajar fiqhi muamalah agar hidup kita berkah dan tetap dalam koridor ibadah sebagaimana tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT.

Saking pentingnya fiqhi muamalah ini sampai-sampai khalifah Umar bin al-Khattab Radhiyallahu Anhu, mengeluarkan perintah,

لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ

“Jangan berjualan di pasar ini para pedagang yang tidak mengerti dien (muamalat)”.

Selain itu juga diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau memerintahkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu beliau menguji mereka satu-persatu, saat beliau dapati di antara mereka ada yang tidak mengerti hukum halal-haram tentang jual-beli beliau melarangnya masuk ke pasar seraya menyuruhnya mempelajari fikih muamalat, bila telah paham, orang tersebut dibolehkan masuk pasar, Tanbih Al Ghafilin.

Dari sikap umar bin khattab tersebut kita bisa belajar bagaimana sikap seorang khalifah yang takut pada Allah SWT. secara tegas memastikan setiap rakyatnya berbisnis sesuai perintah Allah dan RasulNya.

Karena itu berilmu sebelum bermuamalah itu penting tapi berdakwah dan memperjuangkan tegaknya muamalah sesuai syariat yang diaksanakan oleh negara itu yang lebih penting!. Dan itu bisa terjadi bila Islam diamalkan secara secara kaffah bukan mengamal seperti prasmanan. Yakni memilih sesuai selera, bila sesuai keinginan diambil bila tidak sesuai keinginan diabaikan.

Sikap menerima dan menolak sebagian inilah yang dijuluki oleh Allah SWT sebagai orang-orang kafir yang sebenarnya sebagaimana disebutukan dalam Qs Annisa : 51.

Wallahu a’lam bi ash shawab