Stimulus Setengah Hati, Rakyat Setengah Mati

Last Updated: 25 September 2020By

Oleh : Agan Salim

Wabah Covid-19 di Indonesia tampaknya belum memberikan sinyal membaik, ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah pasien positif setiap harinya. Dari kasus terkonfirmasi positif Covid-19 saat ini telah mencapai 187.537 orang. Ada penambahan 3.269 kasus baru. Pasien sembuh bertambah 2.126 menjadi 134.181 orang. Kasus meninggal bertambah 82 orang, total 7.832 orang. (merdeka.com 4/09/20)

Wabah ini juga membuat kegelisahan di tengah masyarakat karena dampaknya berimbas pula pada sektor perekonomian di tengah masyarakat. PHK massal tak terelakkan, angka pengangguran semakin meluas, dan tingkat kemiskinan semakin tinggi. Dalam mengantisipasi hal itu, pemerintah membuat program Jaring Pengaman Sosial dengan tujuan mengurangi dampak Covid-19 terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.

Pemerintah menjamin perekonomian masyarakat yang terdampak dengan menggencarkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan, Penerima Bantuan Iuran, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, hingga Dana Desa, (kompas.com, 22/05/2020).

Pada faktanya realisasi bantuan sosial tak semanis yang dijanjikan, bantuan sosial dirasakan masyarakat begitu penuh polemik, mulai dari sengkarut data penerima bansos, distribusi yang tidak tepat sasaran, hingga bansos berupa beras bulog yang tidak layak konsumsi. (pasundanekspres.co)

Tak beda dengan bansos, pemerintahpun akan menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada pekerja bergaji di bawah Rp5 juta demi membantu mereka dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat penyebaran virus corona. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sudah menyiapkan anggaran Rp31 triliun untuk melaksanakan rencana tersebut. Menteri BUMN Erick Thohir membuka BLT akan diberikan ke 13 juta pekerja non PNS dan BUMN yang bergaji di bawah Rp5 juta.

Namun, bantuan yang ditargetkan terealisasi pada September 2020 itu dinilai sejumlah kalangan masih setengah hati. Ekonom Fithra Faisal Hastiadi, misalnya menyatakan bantuan tersebut menunjukkan pemerintah masih setengah hati dalam menyelamatkan ekonomi dari tekanan corona. Itu tercermin dari sasaran penerima BLT pekerja yang hanya sebanyak 13,8 juta orang sedangkan jumlah tenaga kerja di Indonesia baik formal dan informal mencapai hampir 140 juta jiwa, artinya perluasan BLT itu hanya bisa dinikmati segelintir pekerja saja.

Anggapan kebijakan stimulus setengah bukan tanpa dasar, berdasarkan perhitungan, setidaknya dibutuhkan Rp200-300 triliun untuk memperluas BLT kepada pekerja formal dan informal-jika program yang ingin direalisasikan berupa temporary universal basic income. Perhitungan tersebut sebelumnya juga pernah disampaikan Eks Menteri Keuangan Era SBY Chatib Basri dalam webinar bertajuk Mid-Year Economic Outlook 2020 lalu.

Dari stimulus setengah hati ini bisa kita dapati dan duga, bahwa inilah watak dari sistem import kapitalistik dengan produk pemimpin/leadernya yang lebih mengedepankan aspek ekonomi korporasi, daripada memberikan stimulus ekonomi untuk rakyaknya untuk sekedar betahan hidup disaat pandemi yang kian menganas.