Investasi Harusnya Berbuah Kemakmuran Bukan Kerusakan Dan Penjajahan

Last Updated: 14 Desember 2022By

Ulasan Utama Assalim.id
Oleh: Agan Salim

Assalim.id – Suasana kebatinan rakyat yang sedang mengalami berbagai cobaan bencana alam yang butuh segera bantuan harus diselingi dengan viralnya berita rencana ratusan gugusan pulau di timur Indonesia dikabarkan bakal dijual. Paling tidak ada sekitar 100 pulau tropis di Kepulauan Widi, Maluku Utara yang bakal ditawarkan untuk dilelang di New York mulai 8-14 Desember. Bahkan kantor berita The Guardian melansir bahwa gugusan kepulauan ini dicap sebagai ekosistem terumbu karang paling lengkap yang tersisa di bumi (4/12/2022).

Saat dikonfirmasi lebih jauh, ternyata hal tersebut diaminkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan alasan investasi dimana PT Leadership Islands Indonesia (LII) selaku pengembang berhak melelang Kepulauan Widi untuk mendapatkan investor asing.

Alasan mencari investor ini bukan kali pertama dilakukan oleh pemerintah, Investor di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara misalnya diiming-imingi masa hak guna lahan yang panjang hingga lebih 180 tahun. Dan itupun rencananya akan ditambah fasilitas tax holiday selama 30 tahun pada tahap awal untuk investor yang berinvestasi di sektor infrastruktur dan layanan umum dengan minimal Rp 10 miliar.

Semua fakta di atas tidak bisa dilepaskan dari aturan yang memayunginya, yaitu hadirnya Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang memang dirancang untuk memacu investasi. Investasi yang dimaksud tersebut mengacu pada pembentukan modal tetap bruto yang berwujud investasi fisik. Hal ini menjadi penting oleh pemerintah saat ini tanpa lagi melihat dampak kerusakan yang muncul nantinya karena pemerintah memandang bahwa bisa menghadirkan investor (permodalan asing) ke Indonesia adalah bagian dari prestasi ekonomi dan cara cepat untuk mewujudkan kemakmuran. Yang dapat dianalogikan, semakin banyak modal asing yang masuk ke Indonesia, maka pemerintah dianggap semakin sukses dalam membangun ekonomi, akan menguntungkan rakyat karena diharapkan dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat.

Dari semangat inilah yang akhirnya melahirkan berbagai macam aturan seolah-olah menjadikan investasi dan investor layaknya raja yang harus dilayani dan dituruti walaupun pada akhirnya mengancam kedaulatan, merusak lingkungan dan berbuah ketidakadilan. Praktik kebijakan yang mendewakan investasi ini sungguh sesuatu yang sangat berbahaya bagi masa depan kedaulatan negara serta ancaman sumber daya alam dan lingkungan.

Apalagi kalau dikaji lebih dalam dari sistem kehidupan Islam. Karena dalam Islam setiap tindakan, apalagi keputusan politik yang melibatkan kepentingan rakyat, harus terikat dengan Islam, hukum dan kehendak Allah Subhanahu wata’ala. Islam dengan syariahnya telah memiliki aturan yang jelas dan tegas mengaturnya batasan kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Islam tidak melarang dan anti investasi. Namun dalam praktek investasinya Islam dengan sistem ekonominya memiliki prinsip-prinsip dasar yang tidak boleh dilanggar di ataranya kerjasama investasi tidak boleh masuk dalam ranah pengelolaan sumber daya alam milik umum, masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak. Ini menjadi framework kerjasama investasi negara dalam Islam, karena Islam sangat melarang mengubah kepemilikan umum menjadi milik pribadi atau korporasi.

Selain itu, praktik investasi juga tidak boleh ada aktivitas ribanya, baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat (gharar). Terkait kedaulatan, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi dan monopoli ekonomi. Karena bila itu terjadi maka investasi yang tadinya ditujukan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan berubah wujud menjadi alat penjajahan dan penguasaan non-Muslim terhadap kaum Muslim, hal yang demikian dengan tegas terlarang dan dilarang Allah SWT berfirman “Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (QS an-Nisa’ [4]: 141).[]