Toxic Leader Di Tengah Pandemi &Amp; Rasisme

Last Updated: 14 Juni 2020By

ِِِAliansi Pengusaha Muslim – Toxic Leader adalah istilah yang khas dalam manajemen, istilah ini merujukan kepada sebuah proses di mana pemimpin, melalui sikap atau perilaku mereka, menimbulkan kerusakan atau gangguan. Dan dalam jangka panjang menimbulkan hasil yang tidak produktif dan membahayakan.

Seorang toxic leader _bisa sangat sukses dalam jangka pendek namun gagal dalam jangka panjang. Menurut Padilla, A Hogan, R., & Kaiser, R. B, _toxic leader memiliki enam karakteristik yang merusak seperti otokratis (aji mumpung dengan kekuasaan), narsistik (kekaguman yang berlebihan) alias “lebay”, manipulatif, intimidatif (menggertak dan tangan besi), over kompetitif (ingin menang sendiri), dan diskriminatif, biasanya di tunjukan dengan tidak menghargai keberagaman.

Dan ciri yang buruk ini dikuatkan oleh Jean Lipman-Blumen, penulis buku The Allure Of Toxic Leaders terbitan Oxford University Press (2004) yang menyatakan bahwa ciri toxic leader adalah mereka yang memiliki karisma yang buruk, berkarakter lemah, haus pujian, dan terlalu memandang tinggi diri sendiri.

Sikap inilah yang saat ini terlihat dominan di pemimpin dunia saat ini, dan ini bisa dimaklumi karena mereka lahir dari rahim sistem demokrasi yang hanya bisa menghasilkan pemimpin yang paling populis, tidak lebih. Implikasinya bisa kita lihat saat ini, hampir semua spektrum politik kepemimpinan populis memiliki sifat-sifat umum yang sama dalam menghadapi Covid-19, yaitu bias optimisme dan rasa puas diri, ambigu, dan anti-sains. Yang sifat ini membuat mereka tidak mampu memimpin dalam situasi krisis saat ini.

Mereka belum berhasil meredakan pandemi, dunia kembali diguncang dengan sikap rasisme yang puncaknya di picu oleh kematian warga AS keturunan afrika bernama George Floyd di Minneapolis 25 Mei 2020 lalu. Pada Minggu (7/6/2020) ribuan orang berkumpul di sejumlah kota besar untuk menuntut diskriminasi, aksi ini berlangsung sampai saat ini dan berujung kepada bentrok, kerusuhan, dan penjarahan.

Aksi inipun mulai merambah kenegara-negara di dunia, di Madrid Spanyol, AFP menulis ribuan orang berkumpul di luar kedutaan AS. Protes juga terjadi di Inggris, dikutip dari BBC London ribuan pengunjuk rasa meneriakkan “Black Lives Matter” dan “Tak Ada Keadilan, Tak Ada Kedamaian”, bahkan berujung bentrok. Di Irlandia Utara, protes tetap dilakukan walaupun polisi mengeluarkan denda karena bahaya keramaian di tengah pandemi, aksi ini juga terjadi Basel Swiss, Liege Belgia, Tunisia, Sdyney Australia, Korea Selatan, Lisbon Portugal, Meksiko, Wina Austria, Paris Francis, dan Berlin Jerman.

Berangkat dari realitas di atas, sungguh wabah pandemi dan rasisme ini sulit untuk bisa diatasi oleh para pemimpin populis saat ini. Apalagi dengan karakter “toxic leadernya”. Belum lagi tersanderanya mereka oleh kepentingan para pemodal yang telah membuat mereka populis saat ini.

Sesungguhnya Islam punya solusi atas tragedi kemanusiaan ini, dalam hal mengatasi sikap rasisme, Islam meletakkan semua dasar-dasar kesetaraan manusia, termasuk kesetaraan ras dalam bingkai hakekat penciptaan, sehingga semua adalah ciptaan Allah SWT tanpa terkecuali. Sehingga jelas paham rasisme mutlak tertolak dalam Islam.

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa” (QS. Al-Hujurat: 13)

Fakta sejarahpun membuktikan bagaimana perubahan revolusioner yang Rasulullah SAW lakukan dalam mengubah sikap rasisme masyarakat jahiliyah. Dari mereka yang selama masa jahiliyah angkuh dan rasis menjadi sadar dan rendah hati. Sebaliknya mereka yang di masa jahiliyah rendah diri dan direndahkan menemukan kehormatan dan percaya diri.

Dan ini semua bisa terwujud kembali bila ada dua hal pokok yang harus diwujudkan, sistem yang shohih serta ketegasan dan keteladanan seorang pemimpin [] Agan Salim