Categories: Ulasan Utama

assalim

Share

Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 97
Oleh: Aa Salim

Assalim.id – Masyarakat dikejutkan dengan prosesi kendi Nusantara untuk menyatukan air dan tanah dari 34 propinsi di Indonesia yang menjadi gong atau deklarasi dari rangkaian proses gerak cepat Ibu Kota Negara (IKN).

Seperti sebelumnya, kita pun dibuat terperangah dengan disahkannya UU IKN yang prosesnya hanya dalam waktu 2 bulan. Bahkan sebulan setelahnya, sudah terpilih Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN tersebut.

Ambisi Harus Jadi

Ritual kendi Nusantara yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama seluruh gubernur se-Indonesia dinilai sebagai simbol harapan terhadap IKN baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Namun patut diduga pula, bahwa ritual di titik 0 Km IKN ini membawa pesan politis yang kuat. Hal itu dilakukan seolah-olah untuk membungkam pihak-pihak yang nyiyir atau menentang proyek IKN tersebut. Sehingga semakin tampak ambisi bahwa proyek IKN ini harus jadi dan tidak ada yang bisa menghalangi.

Jurnalis senior yang juga pernah menjadi Menteri BUMN Dahlan Iskan turut merespons fenomena prosesi kendi Nusantara 14 Maret 2022 ini. Dahlan menegaskan bahwa selama ini Presiden Jokowi memiliki tekad yang keras untuk mewujudkan tujuan yang dicanangkannya. Ia menggambarkan dalam ambisi proyek IKN ini, tampak adagium “Uang bisa dicari, yang penting tujuan bisa dicapai”, seperti yang dikutip dalam laman media miliknya.

Pandangan ini pun dikuatkan dengan rencana berkemah bersama presiden dan jajaran kementrian serta gubernur dari 34 provinsi, meskipun rencana itu tiba-tiba diurungkan karena satu dan lain hal di mana tinggal Jokowi, isteri, Gubernur Kaltim, dan beberapa menteri staf yang berkemah. Seolah peristiwa ini kembali meyakinkan bahwa ia hendak menggaet dukungan publik untuk segera terwujudnya proyek IKN.

Kontroversi Mengarah Disintegrasi

Terlepas kontroversi ritual tersebut yang bahkan ahli antropolog pun masih mencari apa landasan perbuatannya, setidaknya prosesi ini mendapat dukungan dari persatuan dukun nusantara (Perdunu). Melansir detik.com, Ketua umum Perdunu Indonesia Gus Abdul Fatah Hasan menyampaikan bahwa prosesi ini sudah biasa dilakukan para leluhur untuk mengharmonisasi alam supra natural dan alam nyata. Tujuannya ialah untuk membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan nusantara. Namun benarkah demikian?

Kenyataannya, Sang pemilik alam gaib dan alam nyata, yakni Allah Swt berkehendak lain. Prosesi yang diduga kuat terkategori perbuatan syirik ini justru mulai memicu berbagi pertanyaan dan memancing gesekan sosial. Di mana ujungnya prosesi ini justru mengarah pada disintegrasi dan kontraksi sosial antar suku bangsa. Akhirnya, realitasnya menjadi kontradiktif dengan maksud dari prosesi tersebut.

Berpotensi Terkendala Situasi Politik dan Ekonomi

Situasi gesekan dan kontraksi sosial apabila dibiarkan akan berpengaruh terhadap stabilitas politik. Di mana hal ini menjadi salah satu faktor kunci dari pengambilan keputusan para stakeholder dan investor yang menaruh dananya di suatu negara.

Ditambah lagi dengan kondisi menjelang Pemilu 2024, di mana situasi politik menjadi tidak pasti dengan adanya wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Tentu hal ini akan berpengaruh terhadap iklim investasi yang semakin buruk. Sehingga para investor seolah akan memilih untuk “wait and see”.

Ekonom dan Direktur CELIOS Bima Yudhistira pun menyatakan bahwa investasi di IKN ini membutuhkan kepastian politik jangka panjang. Sementara, kegaduhan politik akhir-akhir jelang pemilu 2024 ini dikhawatirkan akan menjadi batu sandungan proyek IKN yang bahkan kemungkinan terburuknya dapat menyebabkan proyek berhenti total.

Entah itu adalah suatu kebetulan atau memang sudah direncanakan, tiba-tiba salah satu investor kelas kakap dari Jepang, SoftBank Grup mengurungkan investasinya tiga hari menjelang prosesi kendi nusantara ini. Diketahui investasi untuk proyek IKN tersebut senilai 100 milyar dolar, atau 1400 triliun rupiah. Perlu diketahui sebelumnya SoftBank Grup adalah pihak pertama yang mengajukan diri menjadi investor di IKN.

Menurut Bima, kondisi ekonomi pun turut mempengaruhi keputusan SoftBank untuk membatalkan investasinya. Naiknya tingkat suku bunga di berbagai negara yang otomatis menaikan cost of fund (biaya dana) dan mengerek inflasi yang tinggi, akan membuat biaya pembangunan IKN naik signifikan. Sebagaimana dialami oleh Malaysia ketika pembangunan ibu kota negara di Putrajaya pada masa krisis moneter 1998.

Membebani APBN dan Rakyat

Di tengah deadline proses pembangunan awal IKN, tidak mudah mencari pengganti investor sekelas SoftBank dengan nilai investasi yang begitu besar. Menurut Bima lagi, butuh proses yang panjang meliputi uji kelayakan, pembacaan situasi ekonomi dan hitung-hitungan manfaat sosial-politik bagi investor.

Maka hal ini tentu menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah yang sedang berupaya segera mewujudkan proyek IKN. Apalagi selama ini, Indonesia dikenal masih dirundung dengan permasalahan iklim investasi yang buruk. Di mana nilai investasi di indonesia besar tapi memberikan hasil atau output yang kecil.

Sebagaimana ekonom senior Faisal Basri yang mengungkapkan bahwa investasi mengalami kenaikan signifikan bahkan tertinggi di ASEAN, tetapi pertumbuhan ekonomi nasional turun terus. Jadi, ada masalah dengan investasi yang terjadi. Yaitu dikarenakan investasinya yang boros, investasi yang di-markup, investasi berupa proyek-proyek yang tidak ditenderkan, ditunjuk langsung, dan korupsi. Jadi, investasi ini tidak dinikmati oleh rakyat.

Apabila penguasa ingin on target waktu pembangunan IKN, maka pilihan pahitnya ialah memerlukan investasi awal 80-90% dari APBN. Artinya, APBN akan kembali dikorbankan. Hal ini tentu berdampak pada bertambahnya beban keuangan negara dalam kondisi pemulihan ekonomi di masa pandemi covid-19 yang akan membawa multiplier effect di berbagai sektor kehidupan.

Tekad Kuat Melayani Umat

Di dalam Islam, kekuasan dibutuhkan demi kemuliaan Islam dan kemaslahatan umat. Pentingnya kekuasaan telah banyak dinyatakan oleh ulama. Tentu kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasan Kekhilafahan berasaskan akidah Islam. Kekuasaan yang dibangun dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam dengan kafah.

Kekuasaan ini telah terbukti menciptakan rahmatan lil alamin untuk menggapai rida Allah Swt. Kekuasan Khilafah ini selalu disemati dengan tekad keras untuk senantiasa melayani umat dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kualitas terbaik.

Bukan selayaknya kekuasaan berasaskan kapitalisme sekuler dalam sistem pemerintahan demokrasi hasil dari pemilu yang dimodali oleh para Oligarki. Di mana kekuasaan demokrasi ini dijalankan untuk mewujudkan agenda oligarki yang dengan konsekuensinya akan senantiasa melahirkan tirani minoritas atas mayoritas seperti yang terjadi saat ini. Bukan untuk melayani rakyat secara umum, apalagi memuliakan Islam dan kaum muslim. Wallahualam.

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts