
Fokus Utama Assalim.id | Edisi #43
Oleh Pujo Nugroho
Assalim.id – Baru menginjak hitungan minggu di awal tahun 2021, Tanah Air sudah diselimuti duka. Berbagai peristiwa secara beruntun terus terjadi, mulai dari peristiwa banjir, longsor, gempa hingga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 terjadi tepat di bulan Januari 2021 ini.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 197 bencana terjadi di seluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 1 hingga 23 Januari 2021. Mayoritas bencana tersebut merupakan bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi sebagai dampak dari fenomena meteorologi/alam.
Bencana banjir menjadi peristiwa bencana alam yang paling mendominasi. Tercatat banjir terjadi sebanyak 134 kejadian, disusul tanah longsor sebanyak 31 kejadian, dan puting beliung sebanyak 24 kejadian.
Serangkaian bencana di awal tahun 2021 menyebabkan 184 orang meninggal dunia, lebih dari 2.700 orang mengalami luka-luka.
Sedangkan yang dinyatakan hilang sebanyak sembilan orang, dan mereka yang menderita dan mengungsi mencapai 1,9 juta orang. (pikiranrakyat.com, 24/1).
Tentu kajadian bencana ini menjadi keprihatinan kita. Tak ada yang terbaik terkecuali mengambil ibrah dari berbagai peristiwa bencana ini. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 269).
Terlebih lagi jika bencana tersebut merupakan akibat perbuatan manusia, maka harus menjadi pelajaran dan disikapi dengan pertaubatan. Dalam hal ini Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS ar Rum 41)
Asy Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya al-Wajiz memaparkan bahwa menyebarnya keburukan dari segala keburukan serta diangkatnya segala keberkahan dan berkurangnya keturunan, peperangan dan selainnya karena sebab apa yang telah dilakukan oleh umat manusia melalui dosa dan maksiat serta meninggalkan segala perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya.
Dan semua kerusakan atau musibah yang terjadi di bumi ini merupakan hukuman bagi umat manusia karena perbuatan-perbuatan tersebut (Tafsir Al Wajiz).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya,
“Sesungguhnya suatu hukuman had (hudud) yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari (di musim kemarau)”.
Dari sini kita dapat memetik pelajaran, bahwa perilaku maksiat dan merusak lingkungan akan diberikan balasan berupa bencana. Sedangkan menegakkan hukum Allah subhanahu wata’ala akan menghadirkan banyak keberkahan dari Allah.
Karena itu respon terbaik adalah bertaubat dan melakukan perbaikan. Dari meminta ampun (istighfar) kepada Allah.
Selain itu juga mengevaluasi perkara teknis dan kebijakan seperti perizinan dan tata kelola lingkungan dari pusat hingga daerah sampai mengevaluasi sistem politik ekonomi yang diterapkan yang merupakan induk dari perkara teknis dan tatat kelola tersebut.
Untuk diketahui, sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan di negeri inilah yang menjadi sumber permasalahan. Darinya lahir kebijakan swasta boleh menguasai ribuan hektar lahan tambang dan perkebunan yang semestinya tetap dimiliki dan dikellola negara demi kemakmuran rakyat.
Akibat kebebasan kepemilikan inilah kemudian kerusakan demi kerusakan terus terjadi. Hal inilah yang harus direspon dengan pertaubatan dan perbaikan.
Inilah yang dikehendaki di ujung ayat ar Rum 41 ini bahwa agar kita kembali ke jalan yang benar. Yaitu pola hidup yang sesuai dengan hukum-hukum yang Allah tetapkan, yakni syariat Islam. Wallahua’lam. []