
Oleh : ABU NABHAN
Dibukanya kran investasi Asing melalui lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF), Indonesia Investment Authority (INA) disinyalir akan menambah daftar duka baru munculnya cengkeraman Asing yang sudah terlebih dulu menancap kuat di negeri yang kaya sumber daya alam ini.
Sejak awal era Orde Baru, Barat terutama AS dan diikuti oleh Eropa telah terlebih dulu mencengkeram negeri ini dan mengeruk kekayaannya. Caranya melalui investasi korporasi-korporasi multinasional mereka, khususnya di sektor hulu pengelolaan SDA seperti tambang, migas, hutan, dsb.
Dengan berkedok utang luar negeri pengelolaan berbagai sumber daya alam khususnya di sektor hulu dikuasai oleh asing. Mayoritas tambang, migas, dan hutan dikuasai asing. Akhirnya rakyat seolah menjadi tamu di negeri sendiri dalam hal pengelolaan SDA. Hasil kekayaan alam itu pun mengalir deras kepada pihak asing dan hanya menetes kepada penduduk negeri ini.
Cengkeraman dan dominasi asing itu makin kuat sejak masuk era Reformasi. Negeri ini didekte untuk membuat berbagai UU bercorak neoliberal. Subsidi dihilangkan. BUMN dijual. Utang terus ditumpuk. Pajak terus ditingkatkan. Di sektor migas dan pengelolaan SDA, dengan berbagai UU, sektor hilir (pengolahan SDA, distribusi, dan eceran) pun diliberalisasi.
Di sektor migas, semua sektor dibuka untuk investasi asing. Kepemilikan asing dibolehkan hingga lebih dari 90 persen. Asing pun boleh melakukan repatriasi, yaitu langsung mengirimkan kembali keuntungan yang mereka dapat di ngeri ini ke negara asal mereka.
Karena itu cukup jelas bahwa lembaga SWF-INA yang membuka ruang selebar-lebarnya masuknya investasi Asing itu sangat berbahaya. Ini hanya jalan baru untuk semakin memperkuat cengkeraman Asing. Mereka adalah para Kapitalis yang haus dengan kekayaan negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas muslim.
Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.
Pada saat kekayaan negeri ini sudah dikuasai penanaman modal asing, maka ekonomi kita secara keseluruhan dari hulu sampai hilirnya adalah ekonomi bangsa lain. Ekonomi yang kita hitung tiada lain adalah ekonomi bangsa lain. Sehingga perhitungan PDB kita sejatinya hanya menghitung dari produksinya orang-orang asing yang beroperasi di Indonesia, tidak mencerminkan produksi bangsa sendiri.
Bahaya lain dari investasi Asing melalui SWF-INA adalah bahaya ideologi. Secara ideologis, saat ini haluan ekonomi politik negeri ini sudah menjadi haluan ekonomi dan politik yang mengabdi kepada kepentingan bangsa lain, sepeti Amerika, Jepang, Eropa, dan juga Cina. Maka munculnya SWF akan menambah kepentingan baru bagi negara yang berinvestasi.
Karena itu cukuplah negeri ini tertipu dengan berbagai rayuan investasi mereka. Saatnya seluruh sumber daya dikelola secara mandiri. Negeri ini memiliki modal besar berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia yang selama ini hanya dinikmati Asing.
Sudah cukuplah negeri ini dibodohi bahwa investasi asing akan meningkatkan daya saing industri ekspor, dan merangsang ekonomi lokal melalui pasar kedua (sektor keuangan) dan ketiga (sektor jasa/ pelayanan). Justru yang terjadi investor asing lebih tertarik membeli atau menginvestasikan uangnya ke sektor-sektor pertambangan yagn sangat menguntungkan dan kemudian mengekspornya dengan sedikit atau tanpa nilai tambah sama sekali.
Cukuplah rakyat ini dibodohi bahwa investasi asing akan meningkatkan pajak pendapatan dan menambah pendapatan lokal/nasional, serta memperkuat nilai mata uang lokal untuk pembiayaan impor. Justru yang terjadi investor asing terlibat dalam penipuan pajak,penipuan dalam pembelian perusahaan-perusahaan publik, dan praktik pencucian uang dalam skala besar.
Saatnya mengakhiri ketergantungan Investasi Asing. Sebab, kaum Muslim diharamkan memberikan jalan kepada orang kafir untuk bisa mendominasi dan menguasai kaum Mukmin. Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 141)
Saatnya menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam. Sistem tersebut nantinya akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.
Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.
Abdul Qadim Zallum dalam Sistem Keuangan Negara mengemukakan, bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang-barang tambang lainnya.
Namun semua ini bisa bisa terlaksana, jika elit politiknya berkemauan kuat untuk mengelola sumberdaya alam secara mandiri (tidak bermental terjajah). Dan bukan malah menyerahkannya kepada negara lain sembari mengambil keuntungan demi kepentingan tertentu.
Wallahu a’lam bi ash shawab
© ALIANSI PENGUSAHA MUSLIM INDONESIA