Suramnya Apbn, Bumn, Dana Haji Hingga Ppn “Sapu Jagat”

Last Updated: 16 Juni 2021By

Agan Salim

Dalam sejarah peradaban, resesi ekonomi terjadi karena banyak hal. Mulai disebabkan perang, pandemi/bencana, penyaluran kredit ugal-ugalan, hingga inovasi keuangan yang kebablasan.

Saat ini, kebijakan fiskal yang di tempuh oleh pemerintah bersifat kontrasiklikal, dimana penerimaan dari pajak turun dan defisit anggaran membengkak. Ketika pendapatan lebih kecil dari pengeluaran dan defisit terjadi maka harus ditambal. Salah satu jurus klasiknya dengan utang.

Belum selesai defisit anggaran yang bengkak, cicilan hutang BUMN yang mayoritas merugi dengan angka-angka yang sangat fantastis pun bermunculan, dan semua ini bermula karena perencanaan proyek yang tidak professional. BUMN seringkali dijadikan ladang korupsi dan sapi perah para politisi, dan ini semua sudah menjadi rahasia umum yang menghiasi berita di media mainstream di negeri ini .

Belum lagi tingginya rasio utang terhadap pendapatan nasional (PDB)pun sudah lampu merah, dan sangat berbahaya kalau terus ditambah tanpa solusi pasti bagaimana cara mencicilnya. Apalagi hutang tersebut dalam mata uang asing, tentu resikonya akan lebih tinggi. Karena negeri ini masuk kedalam negara-negara emerging market yang mata uangnya cenderung volatil (soft currency).

Masalah finansial belum selesai, polemik APBNpun beberapa minggu terakhir merembet ke dana haji. Seperti ungkapan Rizal Ramli dalam sebuah talkshow, bahwa dana haji itu 120 triliunan lebih, dimana 90 triliun sudah diinvestasikan dalam jangka panjang dalam produk syariah dan sukuk, jadi istilahnya SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), dan itu masuknya ke APBN.

Jadi menurutnya dana haji aman secara normatif, tapi tidak secara faktual. Kerena diinvestasikan di sukuk yang salah satunya untuk membiayai proyek infrastruktur jangka panjang. Sedangkan faktanya, hampir semua proyek infrastruktur merugi dan APBN kita terus mengalami defisit.

Realitas kekurangan likuiditas yang kian parah ini akhirnya memunculkan jurus pamungkas yang mirip “Kebijakan Kalap” rencana pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani lewat pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako dan bidang pendidikan.

Wajar saja rencana kebijakan kalap ini di nilai dzalim, pendidikan yang harusnya diterima oleh rakyat secara gratis dari negara, justru akan di pajaki. Dan sembako, yang semestinya rakyat diberi subsidi agar meringankan beban rakyat yang terdampak resesi dan pandemi, buka malah dipajaki yang pastinya harga akan semakin mahal dan sulit dijangkau oleh rakyat miskin.

Kebijakan pajak ini kian kontras, saat potensi pemasukan pajak yang besar justru mendapatkan keringanan. Ini bisa dilihat dari rencana pembebasan tax holiday 20 tahun bebas pajak pendapatan, batu bara diturunin royaltinya dijadikan nol persen, dan pajak penjualan untuk mobil yang akan dijadikan nol persen.

Ini semua menunjukkan bahwa pemerintah sangat pro kepada para investor-kapitalis, dan sangat tega menindas rakyatnya lewat kebijakan PPN sapu jagat.

Gambaran kebijakan seperti di atas layaknya “orang gila”, sejatinya berawal dari sistem ekonomi sekularisme yang menjadikan praktek ribawi sebagai azas. Realitas rusak ini harusnya mengingatkan kita akan firman Allah SWT,

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) gila.” (QS. Al Baqarah: 275)

Terkait ayat di atas, Imam Asy Syaukani berpendapat bahwa keadaan seperti orang gila yang kerasukan setan itu bukan hanya saat dibangkitkan dari kubur, namun berlaku untuk keadaan di dunia. Orang yang mengumpulkan harta dengan menempuh jalan riba, maka ia akan berdiri seperti orang majnun (orang gila) yaitu karena sifatnya yang rakus dan tamak.

Wallahu a’lam[]