Subsidi Dianggap Beban, Wujud Negara “Budak” Kapitalisme Neoliberal
Fokus Utama Assalim.id
Oleh: Agan Salim
Assalim.id – Jika kita mencermati kebijakan ekonomi pemerintah yang baru saja menaikan harga BBM dengan premis “Terpaksa harus menaikkan harga BBM bak buah simalakama, dimakan mati bapak, tidak dimakan maka ibu yang mati. Artinya menaikkan harga BBM akan menyengsarakan sebagian besar rakyat, tidak dinaikkan maka APBN kita akan jebol”.
Alasan yang terlihat masuk akal itu sebenarnya adalah kebijakan yang kejam dan sangat berbahaya, karena sejatinya ini semua dilakukan demi menjalankan agenda International Monetary Fund (IMF) dan World Bank yang dikenal dengan nama Konsensus Washington dengan agenda ekonomi neo-liberalnya.
Secara umum agenda ini terbagi dalam empat kebijakan utama yaitu liberalisasi keuangan, liberalisasi perdagangan, kebijakan uang ketat (pengurangan subsidi) dan privatisasi BUMN.
Jadi mencabut subsidi, menaikan tarif BPJS, BBM, pajak semua adalah kebijakan uang ketat, ditujukan untuk mengendalikan stabilitas makro ekonomi namun sesungguhnya yang tersembunyi dari kebijakan anggaran ketat ini adalah agar tersedia surplus anggaran agar negara dapat membayar utang luar negeri.
Jadi, berhentilah untuk percaya bahwa apa yang dilakukan oleh rezim penguasa adalah untuk kepentingan rakyat.
Fritjop Chapra, dalam bukunya The Turning Point. Society and The Rising Culture (1999) dan Ervin Laszlo dalam bukunya, 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (1999) mengungkapkan bahwa ekonomi kapitalisme memiliki kelemahan dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah yang telah menyebabkan ekonomi kapitalisme tidak berhasil menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara kaya dan negara miskin.
Sebenarnya, siapapun yang mau menggunakan akalnya dengan jujur dengan realitas saat ini akan menemukan bahwa sistem ekonomi neoliberal ini hanya akan membawa kita ke jurang kerusakan yang makin dalam.
Semua agenda kesejahteraan dan kemakmuran tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaannya rakyat kecuali seperti obat bius yang hanya meringankan rasa sakit untuk sementara waktu.
Sementara di sisi yang lain negara, penguasa, dan rakyatnya akan semakin tersandera oleh para oligarki yang hanya akan memposisikan aturan negara, penguasa, dan rakyatnya menjadi “budak” kapitalisme neoliberal. []