Stimulus Yang Tidak Mulus

Last Updated: 2 April 2020By

Oleh : Muhammad Ihsan

Aliansi Pengusaha Muslim – Sentimen negatif yang datang dari dalam negeri tak mampu membuat euforia stimulus Jokowi bertahan lama. Sentimen negatif itu dari pengumuman pemerintah yang memperkirakan bahwa ekonomi dalam negeri bisa terkontraksi turun ke 2,3 persen, bahkan skenario lebih buruk minus 0,4 persen oleh Sri Mulyani dalam sebuah _video conference _ pada Rabu (1/4).

IHSG sendiri mencatatkan koreksi sebesar 29,25% sejak awal tahun ambles sekitar Rp 2.108 triliun lebih dan terus berlanjut. investor asing jaga jarak dengan bursa saham RI.

Jika dibandingkan Indonesia, pemerintah Amerika Serikat sendiri resmi mengucurkan dana stimulus sebesar US$ 2 triliun atau sekitar Rp 32.525 Triliun dan Cina sendiri mengucurkan 1.3 Triliun RMB atau setara 3.051 rilyun Rupiah. Stimulus ini demi menyelamatkan perekonomian yang terpukul akibat dampak negatif penyebaran virus corona (Covid-19).

Ini menunjukkan bahwa Pasar Kapitalis berpotensi membutuhkan stimulus yang jauh lebih besar lagi, ibarat kehausan yang terus-menerus ditengah krisis. Ini karena tabiat pasar kapitalis yang selalu mengambil penyelamatan bahkan keuntungan sendiri di tengah krisis kemanusiaan sekalipun.

Stimulus Jokowi ini pun tak mampu dongkrak rupiah, Rupiah pun semakin tertekan hingga ke nomor buncit di Asia, Rupiah sejak hari Selasa kemarin bergerak di atas Rp 16.200/US$, dan pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.

Jika tidak ada stimulus yang lebih besar maka Rupiah bisa anjlok sampai Rp 17.000/US$. diprediksi bisa tembus Rp 20.000 per dolar AS dalam skenario sangat berat.

Padahal Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan dana sekitar Rp 192 Triliun pada 20 Maret kemarin untuk intervensi pasar keuangan demi menyelamatkan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ditengah penyebaran virus corona (covid-19).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dana tersebut digunakan untuk membeli SBN. yang dilepas oleh asing dan di lakukan dalam upaya menjaga stabilitas rupiah termasuk juga spot maupun DNDF.

Sedangkan melihat pertumbuhan kredit Indonesia, BI sendiri baru menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5% dari sebelumnya 4,75%. Bank Sentral juga memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan menjadi 6-8% di 2020 turun 3% dari proyeksi. Erick Thohir pun menginstruksikan bank-bank pelat merah agar menurunkan suku bunga kredit dan segera menyalurkan kredit.

Di tengah corona Bank Sentral AS (US Federal Reserves) mengambil kebijakan darurat dengan menurunkan suku bunga acuan US Fed Funds Rate sebesar 100 basis points (bps) dari rentang 1,00 persen – 1,25 persen ke 0,00 persen – 0,25 persen. Bahkan suku bunga pun mendekati 0% untuk menyelamatkan ekonomi kapitalis.

Apakah stimulus-stimulus ini mampu menyelamatkan nyawa ekonomi kapitalis? Ataukah hanya sekedar menambal kebocoran yang sepertinya hanya bersifat sementara, dan terkesan membakar uang negara dan mengorbankan ekonomi riil yang harusnya digerakkan? Seakan borok kapitalis terlihat jelas hanya karena sentilan corona.

Masihkah kita berharap pada sistem yang rapuh ini?