Skandal Emas Dunia, Bukti Tak Bermoralnya Sistem Sosialisme Dan Kapitalisme

Last Updated: 17 Juli 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Beberapa hari ini China tengah menjadi sorotan dunia. Tidak hanya terkait dengan pandemi Covid-19 atau perseteruaannya dengan Amerika Serikat (AS) dan India, tetapi juga tentang skandal penipuan emas terbesar abad ini.

Kasus ini melibatkan belasan lembaga keuangan China yang selama ini menyalurkan kredit hingga US$2,8 miliar dalam lima tahun ke perusahaan Wuhan Kingold Jewelry Inc, dan sebagai jaminan perusahaan menjaminkan emas batangan yang diduga aspal (asli tapi palsu).

Wuhan Kingold adalah produsen emas swasta terbesar di Provinsi Hubei Tengah, China. Sahamnya terdaftar di bursa saham Nasdaq di New York (bisnis.com, 2/7). Ini yang membuat sahamnya yang terdaftar di Nasdaq pada hari Senin turun sebanyak 40,2% menjadi $ 0,67, terendah sejak listing di 2010 (nasdaq.com, 30/6).

Kejadian ini bukan hal yang baru, saling tuding soal emas batangan palsu juga pernah terjadi pada Oktober 2009. Di mana ada pengapalan emas batangan dari Amerika ke China. Pengapalan ini dalam rangka pembayaran cicilan hutang dan bunga atas pinjaman AS kepada China. Pengaturan pengiriman emas dalam jumlah besar ini dilakukan oleh London Bullion Market Association (LBMA).

Total jumlah emas yang dikirim tak tangung-tanggung, 5700 emas batangan dengan berat masing masing 400 oz. Ketika emas itu sampai, pihak China melakukan test metal dengan teknologi canggih. Ternyata hasilnya itu bukanlah emas asli. Menurut Ahli China, biaya untuk memproduksi emas palsu ini hanya 2,5% dari harga emas asli.

Bahkan GATA (The Gold Antitrust Action Committee) sudah mencurigai tentang praktik perdagangan emas palsu ini. Berpuluh-puluh tahun AS sejak era Clinton bersama team ekonominya yang terdiri dari Robert Gubin, Sir Alan Greenspan dan Lawrence Summers, AS telah melempar emas aspal (asli tapi palsu) ke bursa mencapai 1,5 juta batang emas ( berat per batang 400 oz). Atau dengan total senilai USD 600 Miliar atau lebih dari setengah triliun dollar amerika atau setara dengan GNP Indonesia.

Dari fakta di atas, kita melihat potret dari sebuah etika bisnis yang rusak. Rusaknya karena dalam aktivitas bisnis di ranah sosialis kapitalis yang hanya berorientasi hanya keuntungan semata, tanpa lagi menperhatikan kezaliman dan kerugian yang ditimbulkan akibat praktik culas tersebut. Padahal secara jangka panjang, aktivitas ini berpotensi memicu terjadinya ketidakadilan, krisis, dan resesi ekonomi dunia.

Dalam sistem kapitalisme saat ini etika bisnis benar-benar dikesampingkan, bahkan etika yang rusak ini ditopang oleh kekuatan politik dan kekuasaan. Lihat saja bagaimana legendarisnya keluarga Rothschild, dibawah bendera NM Rothschild & Sons Ltd. yang dicurigai sebagai pelaku dibalik operasi emas palsu di bursa London tahu. 2008. Mereka nyaris tidak tersentuh karena Rothschild Group ini merupakan salah satu pendiri dari the Fed (Bank Central Amerika) dan sampai kini termasuk salah satu pemegang sahamnya.

Ini semua bisa terjadi karena selain kentalnya praktik oligarki di sistem kapitalis, arah utama ekonominyapun tidak memisahkan sektor moneter dan riil yang berakibat kegiatan ekonominya menjadi ajang spekulasi, gharar, dan riba baik di money market maupun capital market. Dan faktanya praktik inilah yang masih terus dijalankan dan menciptakan krisis dan resesi yang terjadi secara terus menerus.

Hal tersebut sangat kontras dengan sistem ekonomi Islam yang memisahkan sektor moneter dan sektor riil. Ekonomi Islam mendorong adanya standarisasi currency internasional yang tidak lagi berbasis fiat money, tetapi emas dan perak. Emas dan perak dalam ekonomi Islam adalah hakim yang adil yang akan mengurangi spekulasi, akan mewujudkan tingkat stabilitas keuangan dan menekan inflasi secara signifikan.

Harusnya dengan krisis yang berlanjut kepada resesi saat ini, mengingatkan dan menyadarkan betapa sistem kapitalis sosialis yang tidak bermoral dan kental dengan praktek ribawi ini sangat merusak dan menghancurkan perekonomian umat manusia.

Inilah makna firman Allah luyuziiqahum ba’dhal lazi ‘amiluu la’allahum yarj’iuun (Q.S. Ar-rum ayat 41) yang bermakna, krisis yang ditimpakan kepada mereka (akibat ulah tangan mereka), supaya mereka kembali kepada sistem yang benar, sebuah sistem ilahiyah yang berasal dari Allah SWT. Itulah sistem ekonomi islam dengan seperangkat aturan syariahnya.[] Agan Salim