Categories: Editorial

assalim

Share

Editorial Assalim.id
Oleh: Pujo Nugroho

Assalim.id – Secara sederhana inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Di mana kenaikan harga komoditas dan jasa tersebut meluas yang mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

Keadaan ini lah yang sedang terjadi saat ini, inflasi melanda di banyak negara. Harga komoditas penting saat ini sedang meroket naik tajam.

Kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19, kini harus dihadapkan dengan perang Rusia-Ukraina, serta penguncian (lockdown) di beberapa kota di China akibat munculnya kembali Covid-19 dengan varian berbeda berdampak pada terganggunya pasokan global.

Rusia adalah pemasok utama komoditas minyak, gas, dan logam. Pipa minyak Rusia mengalir ke berbagai negara Eropa yang notabene anggota NATO. Seteru Rusia. Sementara itu, Ukraina merupakan pemasok utama gandum dan jagung. Geopolitik, sanksi, dan strategi melawan sanksi menyebabkan harga minyak dunia bergolak.

Di sisi Ukraina, ekspor gandum terganggu. Negara-negara pengimpor mengalami masalah. Isu krisis panganpun mengemuka.

Indeks Harga Pangan secara bulanan yang dilaporkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melonjak 12,6% pada Maret dan mencapai level tertinggi sejak 1990. Selain itu, secara tahunan, harga minyak dunia telah melonjak 77,77%, harga gas alam melesat 180,14%, harga batu bara naik 315,74%.

Tak pelak lagi inflasi terjadi di berbagai negara. Di Jerman pada bulan April lalu inflasi berada di level 7,4% menyentuh rekor tertinggi sejak 41 tahun. AS menyusul dengan rekor inflasi tertinggi sejak 1982 atau 40 tahun di 8,3% di bulan April. Inggris inflasi menyentuh level 9% tertinggi sejak 40 tahun lalu. Turki mencapai 69,9% . Sedangkan Rusia mencapai 17,8%. Begitupun negara lainnya.

Demikianlah inflasi melanda di banyak negara. Bahkan resesi sudah nampak di depan mata.

Jika inflasi adalah kenaikan harga-harga disebabkan karena kelangkaan barang disertai tingginya permintaan (demand) maka pada sistem ekonomi manapun hal ini bisa terjadi. Namun dalam kapitalisme keadaan ini makin rumit dan kompleks.

Inflasi dalam kapitalisme akan ditangani, paling tidak, dengan tiga cara. Pertama, kebijakan moneter oleh bank sentral. Bank sentral merespon kenaikan inflasi dengan cara menaikkan suku bunga dengan tujuan mengurangi belanja rumah tangga. Kedua, kebijakan fiskal yang biasanya berupa kenaikan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini ditangani oleh kementerian keuangan.

Kenaikan suku bunga diharapkan menarik minat masyarakat untuk menyimpan dana di perbankan daripada belanja yang menyebabkan harga barang terus meningkat.

Namun kenaikan suku bunga akan memberikan dampak yang lain. Pertama, paling simpel adalah beban bunga utang masyarakat yang semakin berat.

Kedua, gejolak pasar uang. Sebagaimana diketahui era saat ini ekonomi sebuah negara saling mempengaruhi. Terutama persoalan moneter. Mengingat dalam kapitalisme mata uang saling diperdagangkan.

Di AS, inflasi yang terjadi membuat bank sentral AS, yakni The Fed meresponnya dengan menaikkan suku bunga sebesar 0,75% pada Juni 2022 lalu. Kenaikkan suku bunga itu menjadi yang terbesar sejak 1994.

Kenaikan suku bunga ini menyebabkan dolar AS di negara lain (di luar AS) keluar. Pelaku pasar uang lebih memilih memindahkan dananya (dolar AS) ke AS dengan tujuan mendapatkan keuntungan bunga. Kondisi arus dolar keluar dari sebuah negara (capital outflow) berdampak pada melemahnya mata uang negara lain. Keadaan seperti ini dikenal sebagai volatilitas pasar uang yang sangat tinggi. Dolar AS sangat mudah sekali keluar dari sebuah negara dengan jumlah besar-besaran. Akibatnya banyak mata uang negara lain tertekan. Seperti rupiah misalnya. Pada Rabu (6/7/2022) lalu sempat menyentuh Rp 15.000 per dolar AS.

Bagi Indonesia melemahnya rupiah bukanlah perkara sederhana. Produk impor akan mengalami kenaikan harga. Bahan bakar minyak misalnya. Sudahlah dia mengalami kenaikan ditambah lagi dengan makin mahalnya dolar. Dan keadaan inilah yang sedang terjadi.

Biasanya kenaikan suku bunga AS oleh The Fed direspon dengan menaikkan suku bunga negara bersangkutan atau mengguyur dolar dari cadangan devisa agar menahan dolar AS di pasar uang dalam negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keadaan sekarang dengan triple challenges yaitu inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang melemah. Karena itu dalam kapitalisme inflasi menjadi sangat rumit.

Dalam Islam kelangkaan barang diselesaikan dengan fokus terhadap kelangkaan tersebut. Tidak ada kebijakan moneter seperti di atas. Mengingat mata uang dalam Islam adalah dinar dan dirham. Mata uang ini juga tidak tergantung dengan mata uang asing (semisal dolar AS). Mata uang di dalam Islam diharamkan diperjual-belikan. Karena itu problem volatilitas mata uang tidak ada.

Menaikkan suku bunga? Bunga adalah riba. Dalam Islam termasuk dosa besar. Diperangi Allah dan Rasul-Nya (Albaqarah 278-279). Bagi mereka yang tidak mengakui larangan ini bagian dari syariat dia diancam Allah kekal di neraka (Albaqarah 275)!

Kelangkaan barang diselesaikan dengan upaya negara mengadakan barang tersebut, atau jika tidak bisa menghadirkan barang substitusi (pengganti sejenis). Negara juga melarang penimbunan, permainan harga, dan monopoli.

Yang paling penting lagi, di dalam ekonomi Islam minyak bumi, batubara, emas, CPO, dan komoditas lain tidak diperdagangkan di pasar non-riil berupa pasar komoditas berjangka (future). Sehingga tidak mudah bergejolak, harganya benar-benar mencerminkan supply dan demand bukan spekulasi trading komoditas di pasar non-riil. Pasar non-riil ini sangat dilarang di dalam Islam.

Keseriusan negara dalam menjaga harga terlebih lagi barang-barang kebutuhan pokok yang sangat mungkin menyebabkan inflasi adalah wujud luhurnya aturan Islam. Problem kenaikan harga dan sulitnya komoditas tertentu ditemukan oleh umat akan menyebabkan mudharat. Dan Islam mencegah mudharat terjadi di tengah-tengah umat dengan berbagai aturan syariat dan mekanismenya yang menakjubkan. Wallahua’lam. []

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts