Sengkarut Krisis Minyak Goreng, Bukti Kuatnya Indikasi Kartel Dan Lemahnya Negara
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 95
Oleh: Pujo Nugroho
Sabtu, 26 Februari 20222
Assalim.id – Sudah empat bulan sejak November tahun lalu kelangkaan minyak goreng masih menjadi masalah besar. Jika dilihat besarnya kebutuhan publik terhadap minyak goreng karena bagian dari sembako maka maka waktu empat bulan adalah waktu yang sangat lama.
Memang pemerintah mengeluarkan beberapa aturan untuk mengurai krisis minyak goreng ini, yaitu di antaranya mematok harga, beberapa kali operasi pasar, hingga memberikan subsidi agar masyarakat bisa membeli minyak goreng dengan harga stabil. Namun, hal ini tak bisa membantu sepenuhnya. Minyak goreng bersubsidi malah langka hampir di seluruh pusat perbelanjaan. Ujung-ujungnya masyarakat terpaksa kembali membeli minyak goreng dengan harga tinggi.
Tak sedikit pihak menganggap pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan gagal menangani masalah ini.
Misalnya Drajat Tri Kartono, Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, menyebutkan jika pemerintah gagal dalam mengembalikan kestabilan harga minyak goreng. Menurutnya dengan kelangkaan minyak goreng malah menimbulkan permasalah baru, yakni penimbunan, kerumunan, penipuan bahkan kericuhan. (Kompas.id, 25/02/2022)
Krisis minyak goreng seharusnya tidak terjadi mengingat Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia. Kenyataan bahwa posisi Indonesia sebagai produsen nomor satu CPO pula yang mengindikasikan bahwa krisis minyak goreng bukan persoalan biasa-biasa saja. Ada problem besar dan kekuatan besar di baliknya sehingga negara seolah kalah.
Hal ini juga dinyatakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon di akun Twitternya.
“Sehingga, kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat ini sebenarnya akumulasi dari amburadulnya tata kelola sawit di Indonesia,” cuit Fadli lewat akun Twitter @fadlizon, (CNNIndonesia, 25/02/2022)
Dia juga menambahkan bahwa semua ini ada permainan para pengusaha yang memang punya kendali terhadap produksi minyak goreng. Ia juga mengatakan ada kelompok usaha yang sedang bermain tangan.
“Artinya hampir setengah pasar dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Inilah yang membuat struktur pasar perkebunan sawit cenderung oligopolistik, didominasi sekelompok pelaku usaha,” kata mantan Wakil Ketua DPR RI itu.
Korporasi Makin Kuat, Negara Makin Lemah
Seperti dikutip dari Bisnis.com (3/2/2022) Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengatakan catatan itu menunjukkan struktur bisnis minyak goreng dalam negeri cenderung dikuasai oleh segelintir korporasi besar yang memiliki kekuatan untuk mengontrol harga. Sementara akuisisi itu juga memperlihatkan luasan perkebunan sawit milik rakyat atau perusahaan skala menengah menciut setiap tahunnya.
“Kedaulutan di perkebunan sawit itu semakin berkurang dari sisi kepemilikan rakyat berkurang dari segi kepemilikan nasional juga semakin berkurang,” kata Ukay (Bisnis.com, 3/2/2022).
Perkebunan sawit adalah hulu dari industri CPO. Dengan dikuasai hulu dari industri ini bisa dipastikan industri hilirnya juga dikuasai, seperti minyak goreng yang saat ini langka.
“Di hulunya mereka menguasai, di hilirnya mereka menguasai. Tapi, mereka tetap mengacu pada harga internasional. Hal ini karena mereka yakin, kalaupun harga minyak gorengnya dinaikkan, mereka akan tetap laku di pasaran karena permintaan terhadap minyak goreng ini cenderung elastis,” ujar Ukay.
Dengan fakta ini sangat terlihat kuatnya korporasi dibandingkan negara. Bahkan mestinya subsidi dari kas negara tidak perlu dikeluarkan tetapi melawan hegomoni kartel berupa membasmi penimbunan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dibanding ekspor.
Harusnya hal ini membuat sadar bahwa minyak goreng yang merupakan salah satu kebutuhan dasar rakyat dikuasasi oleh negara. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Nabi shalallahu ‘alaihissalam,
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Yang termasuk padang rumput adalah hutan dan juga perkebunan. Terlebih lagi minyak goreng menguasai hajat hidup rakyat secara luas.[]