Rontoknya Istrument Utama Keuangan Sistem Kapitalisme
Aliansi Pengusaha Muslim – Dalam beberapa bulan terakhir ini, instrument-instument keuangan ribawi dalam negeri mengalami “hantaman tsunami” yang teramat serius, bahkan bisa jadi pemicu hilangnya trust masyarakat terhadap produk-produk keuangan ribawi yang mereka perdagangkan. Diantaranya bursa saham, asuransi, dan perbankan.
Lihat saja apa yang dialami oleh Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasi “Saving Plan”. Nilainya tak tanggung-tanggung, BUMN asuransi ini menyatakan sudah tak sanggup memenuhi kewajiban pembayaran yang mencapai Rp 12,4 triliun.
Jiwasraya tak sendirian, ada dua perusahaan asuransi besar lain di Indonesia yang menunggak pembayaran kepada nasabahnya. Asuransi besar yang gagal bayar adalah AJB Bumiputera 1912 Bumiputera di usia yang sudah lebih dari seabad terpaksa mengalami kesulitan keuangan. Asetnya hanya sebesar Rp 10,28 triliun, sementara kewajibannya bengkak sebesar Rp 31 triliun (kompas.com)
Dan disusul oleh Bakrie Life Bakrie Life kesulitan keuangan akibat kesalahan dalam penempatan investasi. Sehingga kondisi keuangan global pada 2018 yang bergejolak membuat protofolio di dalam negeri ikut rontok.
Kesemuanya disinyalir karena menanamkan dana nasabahnya di “saham gorengan” yang berujung gagal bayar. Dalam laporan keuangan yang Jiwasraya misalnya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019. Hal yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana. Pada Desember 2017, tercatat rekasa dana sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.
Kejadian kesulitan likuiditas inipun mulai merambah ke sektor perbankan, Kasus gagal bayar Indosurya Simpan Pinjam (ISP) misalnya yang pada Jumat(19/6/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana saat sidang verifikasi bilyet nasabah Indosurya terungkap bahwa nilai potensi kerugian dari gagal bayarnya mencapai Rp 14 triliun.
Dan yang masih hangat adalah apa yang baru saja dialami oleh bank plat merah BUKOPIN, yang melakukan kebijakan pembatasan penarikan dana nasabah di sejumlah cabang. Sekretaris Perusahaan Meliawati mengatakan pembatasan penarikan dana berlaku dalam kondisi situasional agar bank dapat memenuhi kebutuhan transaksi nasabah. (CNN Indonesia 30/06/2020)
Realitas Ini semua adalah perkara yang fatal, karena dalam sistem ekonomi kapitalisme, kekuatan sistem perbankan merupakan persyaratan penting untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling & Hayden, 2006). Sehingga bank merupakan bagian utama dari sektor keuangan dalam perekonomian, yang melakukan kegiatan yang berharga pada kedua sisi neraca. Di sisi aset, meningkatkan aliran dana pinjaman kepada nasabah yang kekurangan dana, sebaliknya menyediakan likuiditas di sisi kewajiban (Diamond & Rajan, 2001).
Semua fakta diatas hanyalah akibat, dan akar penyebab masalahnya bermula dari diterapkannya sistem ekonomi ribawi yang demikian mengkristal sedemikian kuat di tatanan ekonomi dunia saat ini. Dampak sistem ekonomi rabawi inilah yang sekarang terjadi dan sangat membahayakan perekonomian dunia saat ini, yang berujung pada krisis dan resesi bagi perekonomian secara luas. Dan kondisinya semakin liar saat dunia dilanda pandemi saat ini.
Dan kesemuanya itu telah terang benderang Allah SWT peringatkan :
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah [2]: 276)
Ini adalah hukuman di dunia, dimana Allah akan memusnahkan dan menghancurkan harta dari prilaku yang sangat di laknat olehNYA. Yang dengannya bisa mengembalilkan manusia kejalan yang benar, Yaitu jalan islam dengan seperangkat syariatnya. [] Agan Salim