Rizal Ramli Warning

Last Updated: 26 April 2020By

Oleh : Muis
Divisi Litbang Assalim.id.

Aliansi Pengusaha Muslim – Secara logika, menurut mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini, saat semua indikator makro merosot, harusnya mata uang rupiah melemah. Namun hal tersebut tidak terjadi karena di-dopping utang pemerintah dari luar negeri yang tentunya dengan bunga lebih mahal.

“Buat menopang rupiah untuk agak menguat sedikit. Tapi yang namanya dopping, bisa jadi dia dopping pertama menang tapi dopping ketiga biasanya jantungnya nggak kuat. Kelojotan habis itu. Sehingga tidak bisa di-dopping terus menerus. Ekonomi juga seperti itu,” terang Rizal.

Tanpa ada intervensi/dopping, kurs rupiah jauh di atas Rp 16.000 per dolar Amerika. Saat ini saja, nilai tukar rupiah sudah menyentuh angka tersebut.

Ia merangkum penyebab krisis ini sebagai lima gelembung. 

Pertama, gelembung makro ekonomi. “Semua indikator makro merosot lebih jelek dibanding lima hingga 10 tahun yang lalu. Defisit perdagangan, transaksi berjalan, primary balance dari anggaran, tax ratio dan sebagainya,” jelasnya.

Menurut Rizal, kendati semua indikator makro itu melemah, rupiah tak begitu merosot karena digenjot pemerintah dengan cara meminjam lebih besar dari luar negeri dengan bunga yang lebih mahal. Hal itu nantinya akan menjadi masalah. “Jadi, (pinjaman itu) buat menopang rupiah biar agak kuat sedikit,” ujarnya.

Kedua, gelembung daya beli. Menurutnya, kondisi tahun ini yang terburuk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena daya beli yang menurun sehingga penjualan anjlok.

“Penjualan anjlok banget karena uang yang beredar sedikit. Kenapa? Karena kesedot untuk bayar utang. Jadi, setiap menteri keuangan terbalik, menerbitkan surat utang negara, sepertiga dari dana di bank itu kesedot buat beli surat utang negara karena dijamin 100 persen. Yang kedua, bunganya lebih mahal dari deposito,” kata Rizal. 

Gelembung ketiga, masalah gagal bayar. Ia menjelaskan, kasus Jiwasraya dan Asabri turut berperan dalam permasalahan ekonomi. Dalam kasus itu, diperkirakan akan terjadi gagal bayar sekira Rp 33 triliun. “Perkiraan saya nanti ada reksadana yang enggak mampu bayar dana pensiun dan lain-lain, total itu Rp150 triliun (gagal bayar),” ujarnya.

Gelembung keempat, berhubungan dengan digitalisasi. Menurutnya, bisnis online atau digital  mengalami koreksi valuasi sebesar 40-50 persen.

Gelembung kelima ialah terkait pendapatan petani. Karena kemarau, panen akan mundur sampai Mei dan Juni tahun ini. “Begitu petani panen padi, Bulog-nya tidak punya uang untuk beli, karena bulog masih rugi Rp 30 sekian triliun,” ujarnya.

Dengan adanya Corona dan lima gelembung masalah ekonomi itu, Rizal memprediksi perekonomian Indonesia akan mengalami krisis pada kwartal kedua. Ia bahkan mengingatkan kondisi tersebut bisa berimbas pada sektor politik seperti yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1997-1998.

Rizal menilai, masalah Corona ini sangat serius. Ia memprediksi, puncak krisis di Indonesia akan terjadi pada kuartal kedua menjelang lebaran. Krisis ini bisa berimbas pada peta politik. Menilik sejarah perubahan politik di Indonesia selalu diawali dengan krisis ekonomi. Sebut saja pada era Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. 

“Jadi perubahan yang besar di Indonesia selalu terkait atau dimulai karena adanya krisis ekonomi. Banyak yang nggak percaya. Bisa terjadi perubahan politik di Indonesia. Bukan karena ada oposisi yang hebat tapi memang krisis itu sendiri menciptakan momentum perubahan,” tegasnya. 

Apa yang terjadi sekarang, kata Rizal, baru awal krisis. “Sebetulnya kami udah ingetin dari dua tahun yang lalu dari masalah sampai solusi. Sebetulnya kami kasih early warning system namun tak dihiraukan sehingga gelembungnya makin besar,” ungkap Rizal.