Ritual Kendi: Simbol Pemersatu Bangsa, Seberapa Kuatkah Ikatan Ini?
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 97
Oleh: Alfian Nur Effendi
Assalim.id – Pada Senin, 14 Maret 2022, pemerintah mengadakan kegiatan camping ala glamping di lokasi yang dicanangkan sebagai ibukota baru nantinya, kegiatan ini berlangsung ditengah-tengah permasalahan rakyat yang tak kunjung usai dan fakta kondisi yang memprihatinkan tentang kenaikan harga dan kelangkaan bahan pokok dan penunjangnya.
Dalam “rekreasi self healing” ini terselip kegiatan ritual Kendi Nusantara, dimana gubernur 34 provinsi yang juga hadir menyiapkan 1 kg tanah dan 2 liter air dari wilayah masing-masing. Lalu bergantian menumpahkannya di dalam kendi besar yang terbuat dari tembaga, sebagai simbol pemersatu Nusantara.
Harapan yang dipanjatkan dengan perantara kendi itu adalah agar pembangunan ibukota baru nantinya berjalan lancar. Walaupun persoalan ibukota baru ini menuai protes sebagian besar umat dengan segala pertimbangan dari berbagai sisi dan investor-investor mulai menarik diri dari kancah bisnis pembangunan ibukota ini. Kemungkinan besar yang bisa saja terjadi adalah akan lebih besar persentase pemakaian APBN dan otomatis hutang negara yang dibebankan ke rakyat semakin menjulang tinggi.
Harapan lainnya adalah kendi tersebut menjadi bentuk simbol untuk semakin menguatkan persatuan dan kesatuan rakyat dari berbagai wilayah, etnis dan suku di seluruh nusantara. Sehingga semboyan Bhineka Tunggal Ika akan tercermin dalam setiap aktifitas rakyat.
Sedikit menyinggung tentang ritual kendi ini yang sarat dengan doa dan harapan, saya teringat sebuah hadist:
“Doa adalah ibadah” (HR. Tirmidzi-sohih)
Menurut saya inilah penegasan bahwa memang sudah sewajibnya umat beribadah langsung kepada Allah SWT dan menghindari salah satu ciri perbuatan syirik yaitu dengan tidak memakai objek benda atau makhluk lain dengan alasan mendekatkan diri atau perwakilan doa kepada Allah SWT. Jika ritual doa tidak sesuai syariat Islam, maka wajib hukumnya untuk dihindari.
Terlepas dari persoalan pro dan kontra masyarakat tentang Kendi yang jadi objek ritual doa yang disandingkan dengan perbuatan syirik ini, saya justru lebih tertarik mengenai persatuan dalam ikatan kebangsaan dan bagaimana faktanya yang terjadi dalam ikatan ini.
Apakah Islam mengatur hal ini?
Bagaimana pandangan Islam mengenai persatuan?
Menurut penulis, justru Islam-lah yang sebenarnya menjadi simbol pemersatu paling kuat. Karena Islam bersifat universal, tidak tersekat oleh kebangsaan (lintas negara), suku, etnis, antar golongan, bahkan antar agama.
Saya teringat Piagam Madinah saat Rasullullah Saw hijrah beserta para sahabat ke Madinah tahun 622 M. Rasullullah Saw mengikat persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar, menyatukan Bani Aus dan Bani Khazraj yang dulunya selalu bertikai dan saling membunuh satu sama lain lalu tercerahkan dan damai dengan cahaya Islam. Bahkan Islam menyatukan dan melindungi pemeluk agama lain yaitu Yahudi, kebebasan berpendapat, serta penduduk pun bebas menjalankan adat istiadat masing-masing yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam.
Dalam Piagam Madinah ini terjadi persatuan yang tidak hanya bangsa, suku, etnis dan agama lain, tetapi juga persatuan hukum, ekonomi, seni budaya, dan juga tentu saja politik. Bahkan diakui dunia, bahwa Piagam Madinah dengan Islam sebagai dasarnya, menjadi konstitusi negara tertulis pertama di dunia dan juga dasar HAM. Dan terbukti Islam dengan tingginya kejayaan peradaban dari semua sisi mampu memimpin 2/3 dunia selama 13 Abad lamanya.
Justru aneh jika Islam dituduh sebagai ajaran yang intoleran, ajaran yang radikal jika dipelajari secara Kaffah, tidak mencerminkan bhineka tunggal Ika, bahkan bertentangan dengan Pancasila, dan ideologi yang berbahaya.
Dalam hal kebangsaan, syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizhamul Islam, menjelaskan bahwa ikatan ini tergolong rendah, bersifat emosional dan temporal. Jika ikatan ini diterapkan, sangat besar kemungkinan akan sering terjadi perselisihan kepentingan baik antar bangsa, antar golongan, antar etnis, antar kesukuan, maupun antar komunitas. Ikatan ini hanya akan kuat dalam mempertahankan diri karena wilayahnya diserang oleh pihak luar.
Dan benar saja, pada faktanya negeri ini selalu saja terjadi perselisihan. Contoh kecil dalam perhelatan olahraga, pendukung masing-masing negara bisa saling mencemooh, menghina bahkan bertikai satu sama lain, padahal mereka sebagian besar adalah sesama Muslim. Banyak lagi contoh lain yang notabene sesama Muslim tetapi saling berbenturan karena suatu kepentingan.
Inilah maksud lemahnya ikatan lain selain ikatan ideologi Islam. Dan umat Muslim akan terus mengalami kemunduran dan perpecahan jika tidak terikat dengan ideologi Islam itu sendiri. Umat juga akan sulit untuk saling menolong umat muslim di negara lain yang tertindas karena batas kebangsaan ini.
Jika umat muslim seluruh dunia menyadari kekuatan ikatan Islam ini, menyadari untuk kembali kepada Islam secara Kaffah, menyadari sandaran kehidupan dengan syariat Islam, maka tidak dapat dipungkiri umat Islam akan bangkit dan berjaya kembali dengan peradaban emasnya.
Mari kita renungi hadist Rasulullah Saw yang memerintahkan persatuan umat hanya dengan ikatan Islam,
Dari Nu’man bin basyir r.a., ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda, ‘Kamu melihat orang-orang mukmin itu saling menyayangi, saling mencintai, dan saling menunjukkan rasa simpati, seperti halnya tubuh yang jika salah satu organ tubuhnya mengaduh kesakitan maka seluruh tubuh akan terpanggil (menjalar) untuk tidak tidur dan (merasakan) demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu’alam bishowab.[]