Riba Membuat Hidup Melimpah Kian Tak Terarah

Last Updated: 2 September 2021By

Nafsiah Assalim.id | Edisi 72
Oleh : M Azzam Al Fatih

Assalim.id – Riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari sebuah akad perekonomian, seperti jual beli maupun utang piutang. Di mana perbuatan ini merugikan salah satunya yaitu konsumen atau penerima pinjaman. Sedangkan  pemberi adalah pihak yang diuntungkan dalam ukuran untung dan rugi di dunia.

Ada beberapa macam jenis riba, namun praktik riba yang paling sering dijumpai adalah riba utang piutang. Riba ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu riba qardh dan riba jahiliyah. Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Sedangkan Riba jahiliyah
adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu bayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba semacam ini biasa dipraktekan oleh bank, koperasi, lembaga keuangan, dan bank harian (plecit).

Allah SWT dengan tegas melarang perbuatan riba, yang terdapat dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 278

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰۤوا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.”

Dilarang keras oleh Allah SWT karena harta tersebut tidak barokah baik pemberi maupun peminjam. Yang darinya menimbulkan berbagai macam problematika kehidupan. Seperti hidup tidak tentram, pasangan sering cekcok, mudah marah, dipersulit rezeki, dan lain sebagainya. Bahkan seseorang yang berlimpah hartanya dapat menjadi miskin dalam sekejap. Kekayaan yang melimpah bakal sirna, hidupnya tak terarah. Dan ujung-ujungnya mati dalam kehinaan dengan membawa dosa riba. Na’uzubillah min dzalik.

Ngerinya lagi kalau mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Seperti yang dialami salah seorang pegawai Bank Perkreditan di Bojonegoro yang melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri di kantornya. Ia mengakhiri hidupnya karena terjerat utang riba, baik di bank, utang pinjol, dan beberapa lainya (detik.com, 24/8/2021). 

Selain kasus di atas, sebenarnya masih banyak contoh orang bunuh diri karena utang riba. Namun satu contoh saja telah membuka mata, bahwa riba membuat hidup yang melimpah menjadi tak terarah.

Dalam negara pun sama, tatkala menerapkan praktik riba, dijamin  mengalami negara dengan penuh problematika, seperti ekonomi terpuruk, masalah terus timbul, saling curiga, dan tidak tenang, serta berbagai seabrek masalah lainya. Bahkan negara yang melimpah sumber daya alam akan mengalami berbagai berbagai masalah dan tidak ada ujung penyelesaian secara tuntas. Tentu saja hal ini karena negara melakukan praktik perbuatan riba yang menjadi ujung tombak suksesnya sistem Kapitalisme.

Coba kita tengok Indonesia bukankah kesejahteraan tidak terwujud padahal utangnya pun hampir 6 triliyunan. Lalu kemana utang uang tersebut. (detik.com 28/6/2021).

Karena akibat yang ditimbulkan sangat besar, maka Allah pun mengancam bagi para pelaku riba. Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya yang suci.

Al Qur’an surat An Nisa ayat 161

وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَ كْلِـهِمْ اَمْوَا لَ النَّا سِ بِا لْبَا طِلِ ۗ وَاَ عْتَدْنَـا لِلْـكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَا بًا اَ لِيْمًا

“dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.”

Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَا لُوْۤا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۗ فَمَنْ جَآءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَا نْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ ۗ وَاَ مْرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَا دَ فَاُ ولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam pun menegaskan bahwa para pelaku riba mendapatkan dosa dan azab yang pedih.

“Lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya hingga berdarah dan kembali seperti semula. Aku (Rasulullah) bertanya, apa ini? salah seorang lelaki yang bersamaku menjawab, yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba”. (HR Imam Al Bukhari).

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui bahwa di dalamnya adalah hasil riba, dosanya itu lebih besar dari melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali”. (HR Ahmad)

“Riba itu ada 73 pintu dosa yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri”. (HR Al Hakim).

Dan satu  hadist lagi yang menjadi ancaman bagi para pelaku riba. Rasulullah Saw bersabda,

“Makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan Allah?” (HR Muslim).

Apa jadinya jika segala doa yang dipanjatkan, keinginan yang haturkan, dan harapan yang ia tunggu tertolak oleh Allah SWT. Padahal doa dan harapan tersebut menjadi hal terpenting dalam perjalanan dunia dan akhirat. Ngeri kan?

Oleh karena itu segera tinggalkan muamalah secara ribawi dan segera bergegas kembali kepada islam yang menyelamatkan kehidupan dari dunia hingga ke Akhirat. Dan hanya orang kafir dan munafik lah yang enggan untuk kembali kepada Islam. Karena pada diri orang kafir terdapat kebencian terhadap islam. Dan munafik telah menjual agama demi kepentingan sendiri. Wallahua’lam bishowwab.[]