Categories: Editorial

assalim

Share

Aliansi Pengusaha Muslim – Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi ( OECD) memberikan peringatan risiko resesi ekonomi akibat pandemi virus corona.

OECD menyebut, pandemi virus corona semakin membuat dunia terseret dalam jurang resesi terburuk di luar periode perang dalam 100 tahun.

Kebijakan lockdown yang ketat dan larangan bepergian yang diterapkan negara-negara di seluruh dunia menyebabkan kemerosotan tajam aktivitas bisnis.

Supply chain (rantai pasok) global terhambat, kesenjangan, dan tingkat utang melonjak. Tingkat keyakinan konsumen dan dunia usaha pun anjlok.

“Dampak ekonomi (akibat virus corona) sangat buruk sekali di manapun. Pemulihannya akan lambat dan krisis akan memiliki dampak yang bertahan lama, secara tidak proporsional memengaruhi golongan masyarakat yang paling rentan,” tulis OECD dalam laporan Economic Outlook yang dirilis hari ini.

Lembaga itu menyebut, pada akhir tahun 2021, hilangnya pendapatan akan melampaui resesi-resesi sebelumnya dalam 100 tahun terakhir di luar periode perang.

Demikianlah ancaman pandemi virus corona problemnya tak hanya menghadirkan pada kesehatan manusia, tetapi juga ‘menginfeksi’ ekonomi global.

Hampir semua negara melaporkan penurunan ekonomi akibat virus ini. Indikatornya adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.

Beberapa negara sudah melaporkan satu per satu resesi yang mereka alami. Korea Selatan, Singapura, Jerman, Amerika Serikat, Perancis, dan Italia.

Resesi, depresi, krisis keuangan, dan krisis ekonomi adalah bukan hal baru dalam kapitalisme. Boleh dibilang problem ekonomi tersebut adalah hal yang biasa. Kapitalisme selalu di bawah bayang-bayang resesi dan berbagai krisis.

Dalam sejarahnya kapitalisme mengalami beberapa kali masalah ekonomi. Pada tahun 1907 terjadi krisis Kepanikan Bank, terjadi karena terjun bebasnya pasar saham Dow lebih dari 50% dibanding tahun sebelumnya.

Hiperinflasi Jerman, 1918 – 1924. Pada 1914, nilai tukar USD terhadap Mark Jerman sekitar 1 berbanding 4. Namun pada 1923, angka tersebut meledak hingga menjadi 1USD setara dengan 1 triliun (1.000.000.000.000) Mark Jerman. Sebagai buntut dari Perang Dunia I.

The Great Depression pada tahun 1929-1930. The Great Depressjon adalah depresi terpanjang dan paling parah dalam sejarah ekonomi global, berlangsung antara 1929 hingga pecahnya Perang Dunia II. Awal krisis ini ditandai dengan terpuruknya bursa Wall Street, yang menjadikannya sebagai keruntuhan paling dahsyat dalam sejarah pasar saham. Pada 29 Oktober 1929, USD10 miliar (nilainya sekitar USD95 miliar saat ini) lenyap ditelan bumi.

Selanjutnya pada tahun 1973 terjadi krisis minyak, krisis Black Monday yang merupakan krisis bursa saham pada tahun 1987, krisis moneter tahun 1997, krisis kredit perumahan Subprime Mortgage pada tahun 2008, dan kini akibat pandemi.

Problem ekonomi non-riil masih menjadi faktor yang selalu mewarnai dari berbagai krisis ekonomi yang terjadi di atas. Bahkan beberapa krisis menjadi faktor penyebab. Ekonomi non-riil ini ini menyebabkan faktor luar ekonomi seperti pandemi penyakit misalnya menjadi persoalan yang tidak sederhana.

Dalam keadaan biasa saja krisis bisa terjadi terlebih lagi jika seluruh dunia terpapar pandemi. Hal ini mestinya membuka mata kita bahwa kapitalisme memiliki potensi menghadirkan krisis. Sebagai sebuah sistem, mestinya ia ditinggalkan. [] Pujo Nugroho

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts