Resesi Dan Depresi Berulang, Cermin Buruknya Sistem Kapitalisme
Aliansi Pengusaha Muslim – Berdasarkan pengalaman, krisis demi krisis selama ini yang berlanjut resesi dan berujung depresi yang menimpa ekonomi dunia dalam satu abad terakhir ini seharusnya telah menyadarkan kepada kita bahwa bobroknya ekonomi yang berlaku saat ini. Diawali dengan terjadinya malapetaka yang besar (great depressions) pada tahun 1930 selama 10 tahun (1929-1939), krisis ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, akibat kegagalan pasar waktu itu.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan Konsep Keynesianisme yang diadaptasi oleh Presiden Amerika Serikat yaitu Franklin D. Roosevelt melalui kebijakan New Deal di mana negara ikut berperan dalam mengatur pelaksanaan regulasi pasar dan memberikan stimulus ekonomi.
Kemudian disusul dengan terjadinya krisis di Amerika Latin pada dekade 1970-an. Krisis terjadi akibat kesepakatan perjanjian Breton Wood runtuh (collapsed) oleh Presiden Nixon, kesulitan ekonomi yang diakibatkan perang Vietnam dan embargo minyak. Pada hakikatnya perjanjian Bretton Wood ini runtuh akibat sistem dengan mekanisme bunganya yang tak dapat dibendung, demi tetap mempertahankan rezim nilai tukar yang fixed exchange rate.
Krisis kembali menerpa dunia, di pertengahan tahun 1997-an, Krisis Finansial Asia 1997 ini Bermula di Thailand yang berimbas rontoknya mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia, sebagian Macan Asia Timur seperti Korea, Indonesia, Malaysia dan lainnya. Dalam menganalisis penyebab utama timbulnya krisis moneter saat itu, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) dan kebijakan utang yang tidak transparan adalah merupakan faktor penyebab utama munculnya krisis ekonomi.
Tak menunggu lama, krisis muncul Kembali, kala itu berawal dari Amerika Serikat tahun 2008 yang memicu krisis keuangan di seluruh penjuru dunia . Hal ini dipicu dari pinjaman Subprime Mortgage (kredit perumahan) oleh beberapa bank ditengarai menjadi penyebab terjadinya krisis di Amerika Serikat, alhasil krisis tersebut pun meluas dan menjadi pemicu krisis keuangan yang lebih lebar mencakup pasar modal dan perbankan. Walaupun pemerinatah Amerika Serikat telah memberi dana talangan (bailout) sebesar 700 miliar dolar, ternyata dana talangan ini belum dianggap cukup untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Dan saat ini, awal tahun 2020 resesi kearah depresi diprediksi terjadi kembali, kali ini pandemi Covid-19 yang menjadi pemicunya. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 telah membawa krisis ekonomi ke seluruh dunia, bahkan mungkin lebih buruk dari Great Depression tahun 1930 atau krisis finansial 2008.
Analisis IMF ini sepertinya jadi hantu yang menakutkan bagi negara-negara pionir kapitalisme. Eropa mengeluarkan kebijakan mega stimulus yang akan menyalurkan dana dengan jumlah yang sangat fantastis, para pemimpin negara Uni Eropa menyepakatinya senilai 750 miliar euro atau sekitar Rp12.600 triliun (asumsi kurs Rp16.800 per euro) yang rencananya akan digunakan untuk pemulihan negara Eropa yang terdampak parah pandemi (CNNIndonesia.com, 21/07/2020).
Terus terulangnya persoalan krisis dan resesi ini sejatinya menunjukkan bahwa pada dasarnya ada sesuatu yang salah dari sistem tata kelola ekonomi dunia saat ini. Dan itu bisa kita petakan dalam dua hal.
Pertama, bahwa solusi resesi yang diberikan selama kurang lebih satu abad ini tidak pernah sampai ke akar masalah yang sebenarnya, tapi hanya berkutat pada symptom (gejala-gejala) saja. Akibatnya penyembuhan hanya bersifat sementara, layaknya obat-obat analgesik, mengurangi rasa sakit hanya sementara. Beberapa saat kemudian, krisis dan resesi muncul kembali, bahkan lebih mendalam dan serius lagi. Termasuk kebijakan stimulus yang diambil oleh beberapa negara dunia saat ini.
Kedua, secara sistem fundamental tata kelolanya juga teramat bermasalah dan membuka ruang yang sangat lebar akan munculnya krisis dan resesi. Hal ini diungkapkan oleh Michael Camdessus Mantan Direktur International Monetery Fund (IMF) dalam sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Program yang mengutarakan bahwa, “Ekonomi mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban utang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.
Dari realitas diatas dapat disimpulkan bahwa resesi demi resesi/krisis terus terjadi dan berulang, seperti di tahun 1930, 1970, 1997, 2008, dan 2020, ini semua mengkonfirmasi fakta betapa rusaknya tata kelola sistem kapitalisme sosialisme saat ini. Dan kenyataan ini mestinya berujung pada ditinggalkannya sistem ekonomi kapitalisme oleh dunia dalam tata kelola sistem ekonominya, dan beralih ke sistem ekonomi yang bisa menjamin tidak terulangnya resesi yang berujung kepada depesi seperti saat ini [] Agan Salim