Categories: News

assalim

Share

News Assalim.id
Tanggal 28 September 2021
Penulis: Pujo Nugroho

Assalim.id – Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyebutkan bahwa penguasaan lahan atau tanah saat ini memiliki ketimpangan yang sangat besar.

Melansir bertia CNNIndonesia (13/9/2021), menurut Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika mengatakan bahwa ketimpangan ini merupakan yang terburuk semenjak undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960 disahkan.

“Indeks ketimpangan penguasaan tanah sudah mencapai puncak ketimpangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kita,” pungkas Dewi (CNNIndonesia.com, 13/9/2021).

Berdasarkan data KPA, 68% tanah sekarang ini dimiliki oleh korporasi atau usaha skala besar (satu persen pengusaha besar). Sementara itu 99%-nya diperebutkan oleh rakyat.

Ketimpangan ini menandakan bahwa sudah banyak tanah yang dikuasai oleh korporasi, sehingga menyulitkan para warga lokal seperti petani untuk mendapatkan tanah agar bisa bercocok tanam.

“Kurang lebih 16 juta rumah tangga petani itu hanya menguasai tanah kecil-kecil di bawah 0,5 hektar, fenomena ini tidak hanya di Jawa, tapi di luar Jawa sudah menjadi eksisting riil situasi di lapangan, ketimpangan itu semakin meluas,” jelasnya (Suara.com, 14/9/2021).

Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan ini terus meningkat adalah ekspansi bisnis yang dilakukan oleh korporasi mulai dari sektor perkebunan sawit, pertambangan, hutan tanaman industri, dan pembangunan infrastruktur.

Hal ini berlawanan dengan redistribusi tanah kepada warga yang diharapkan bisa meminimalisir ketimpangan untuk melancarkan agenda reforma agraria.

“Sehingga tidak heran kalau ada lebih dari kurang lebih 16 juta rumah tangga petani yang hanya menguasai tanah kecil-kecil di bawah 0,5 hektar,” tegasnya (CNNIndonesia.com, 13/9/2021).

Persentase kenaikan jumlah petani tidak diimbangi dengan penambahan areal pertanian sehingga banyak terjadi pengangguran terutama di desa.

Peran UU Cipta Kerja

Menurut Dewi, ketimpangan penguasaan tanah ini juga berpotensi semakin meningkat pada tahun yang akan datang. Mengingat UU Cipta Kerja yang telah disahkan semakin memudahkan perampasan lahan milik rakyat untuk diberikan kepada pengusaha dengan dalih investasi (CNNIndonesia.com, 13/9/2021).

Hal ini dikarenakan UU Ciptaker sangat menguntungkan para kapitalis/pemodal/investor dan para tenaga kerja hanya dibayar murah dan alamnya dieksploitasi untuk kepentingan kapitalis.

“Sekarang ini kita sebenarnya sedang meneruskan kembali warisan kolonial. Terjadinya ketimpangan dan pencabutan hak-hak masyarakat atas tanah yang semakin bertambah yang tiada lain kita sering disebut sebagai kapitalisme agraria,” pungkasnya (CNNIndonesia.com, 13/9/2021).

UU Cipta Kerja berpotensi menaikkan ketimpangan penguasaan tanah tahun depan dikarenakan pencabutan hak-hak masyarakat oleh para kapitalisme agraria.

Konflik agraria tidak terhindarkan dari problem ini. KPA menyebut sepanjang 2020 sedikitnya telah terjadi 241 letusan konflik agraria akibat praktik-praktik perampasan tanah dan penggusuran. Menurut KPA hal ini adalah perampasan tanah berskala besar (kpa.or.id, 6/1/2021).

Demikianlah nasib negara yang menjalankan sistem ekonomi kapitalisme. Korporasi lebih diutamakan karena dianggap akan mampu memutar roda ekonomi. Namun kesenjangan dan konflik tak terhindarkan. Konflik dan kesenjangan sendiri menandakan bahwa kesejahteraan tidak merata.[]

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts