Pinjol, Kemiskinan, Dan Ekonomi Hanya Untuk Kaum Kaya
Editorial Assalim.id | Edisi 78
Oleh Pujo Nugroho
Assalim.id – Berita tentang pinjaman online (pinjol) kembali ramai. Memang beritanya didominasi tentang pinjol ilegal. Namun pinjol legal pun tak kalah menyedot perhatian karena bunganya lebih tinggi dibanding lembaga keuangan lainnya.
Pinjol ilegal sendiri adalah penyedia pinjaman online yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Yang mencolok dari pinjol ilegal ini adalah intimidasi CS (costumer service) alias penagih terhadap nasabah debitur (peminjam). Instalasi aplikasi pinjol ilegal pun di smartphone seringkali menysaratkan kebolehan mengakses phonebook di smartphone yang dimaksud. Sehingga kapan saja pinjol menyebarkan kepada orang-orang yang dikenal melalui data phonebook tersebut.
Jadi selain intimidasi langsung pinjol ilegal akan membuat malu nasabah yang dianggap bermaslaah. Bahkan intimidasi yang dilakukan beberapa kasus berujung bunuh diri. Setidaknya sebanyak empat kasus bunuh diri tercatat dalam beberapa tahun terakhir akibat jeratan pinjol ilegal. Kasus terbaru dialami oleh WPS, 38 tahuh, seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah (Tempo.co, 8/10/2021).
Ironinya meski sudah berakhir dengan kematian pihak pinjol masih terus menagih pinjaman.
Selain intimidasi, juga ada persoalan besarnya bunga pinjaman. Bunganya berlipat-lipat.
Seperti yang terjadi di Jawa Barat. Pinjaman semula hanya Rp 5 juta membengkak karena bunganya menjadi Rp 80 juta.
Namun demikian, bukannya surut publik pengguna pinjol terus membesar.
Berdasarkan data, sebanyak 68 juta nasabah yang melakukan peminjaman melalui pinjol dengan total nilai lebih Rp 249 triliun (TrenAsia, 16/10/2021).
Pinjol ada dan eksis karena melayani masyarakat yang tidak dilayani lembaga keuangan formal seperti perbankan yang biasanya mensyaratkan agunan. Sebuah syarat yang sulit dipenuhi masyarakat miskin.
Tak dipungkiri memang proses pengajuan pinjaman pinjol sangat sederhana. Cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi, seperti, KTP, KK, dan NPWP. Bahkan terkadang hanya KTP saja.
Selain itu prosesnya juga cepat yang kecenderungannya hanya 24 jam. Tak perlu tatap muka langsung. Pinjol juga gencar menawarkan lewat pesan SMS.
Namun besarnya kebutuhan masyarakat menjadi faktor utama tingginya pengguna pinjol.
Beratnya ekonomi terlebih lagi di era pandemi dan sulitnya akses untuk mendapatkan bantuan baik tanpa kompensasi (bantuan sosial, hibah, atau lainnya) maupun berupa utang menjadi latar belakang terus bertumbuhnya nasabah peminjam pinjol.
Demikianlah problem masyarakat miskin di sistem kapitalisme. Akses mendapatkan dana begitu sulit. Baik untuk modul usaha atau bahkan sekadar mempertahankan hidup. Celah inilah yang dibaca para pelaku rentenir melalui fintech (financial technology) alias pinjol.
Dalam dunia kapitalisme perputaran uang hanya di kalangan pemilik modal. Kalangan ekonomi lemah akan sulit mengakses dana. Tak ayal dalam kapitalisme yang kaya makin kaya sedang kelompok miskin makin terperosok dalam kemiskinan kian parah.
Seperti yang sedang terjadi saat ini, di mana dalam kondisi pandemi yang ekonomi sedang berat sekalipun kekayaan kelompok menengah atas terus bertambah. Menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) simpanan para nasabah kaya di bank hingga Februari 2021 yang nominalnya di atas Rp 5 miliar per rekening mengalami peningkatan 3,6 (mom) (Kumparanbisnis.com, 6/4/2021).
Karena itu di balik maraknya pinjol terlihat jelas timpangnya kemampuan ekonomi dan akses keuangan di tengah masyarakat.
Hal ini tidak akan terjadi di dalam sistem ekonomi Islam. Selain bunga utang yang diharamkan karena berupa riba Islam juga secara sistemik membuat kekayaan berputar di tengah umat.
Ada larangan menimbun harta. Menimbun harta adalah mencegah peredaran uang di tengah umat. Mereka menahan harta untuk mendapatkan capital gain (keuntungan). Baik emas, perak, meupun deposito, saham, dan berbagai produk ekonomi non-riil lainnya.
Padahal Allah memerintahkan agar uang terus diputar secara merata tidak boleh ditahan oleh kalangan kaya.
“…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (QS. Al-Hasyr [59]:7).
Negarapun dalam Islam melalui Baitul Mal terus membantu masyarakat yang ingin memulai usaha dengan berbagai mekanismenya.
Negara juga mendorong umatnya untuk saling menolong baik melalui infak, shodaqoh, dan lainnya. Ada juga zakat dengan obyek sasarannya yang sudah spesifik (8 asnaf penerima zakat) yang sangat membantu di tengah umat. Penerimanya tanpa mengajukan syarat apapun.
Kesimpulannya, pinjol di dalam Islam tidak akan ada bukan saja karena riba bunga pinjamannya. Tetapi juga karena meratanya distribusi kekayaan di tengah umat sehingga ketimpangan akses keuangan tidak menjadi masalah. Wallahua’lam.[]