Perbankan Ribawi Dunia “Rontok” Saatnya Campakkan Sistem Ekonomi Buatan Manusia

Last Updated: 5 April 2023By

Agan Salim

Sederet bank-bank besar dunia dari Amerika Serikat (AS) hingga Eropa kini tengah mengalami krisis yang luar biasa. Berawal dari bank-bank besar di AS seperti Bank Silicon Valley, Signature Bank sebagai bank utama perusahaan kripto di AS yang bangkrut dan First Republic Bank yang diprediksi akan menyusul.

Di Eropa, ada Credit Suisse bank legendaris di Eropa, Silvergate Bank yang juga bank utama untuk perusahaan kripto.
Sejumlah pengamat memprediksi sebanyak 186 bank beresiko gagal dan dapat kolaps seperti yang dialami Silicon Valley Bank (SVB), meski hanya setengah dari deposan mereka yang memutuskan untuk menarik dana mereka dari bank.

Aksi menarik dana ini secara besar-besaran ini pasti akan berimbas pada guncangan hebat ekonomi makro dunia dan bukti kesekian kalinya yang mengkonfirmasi betapa rapuhnya pilar ekonomi kapitalisme dunia dalam bidang moneter dengan sistem ribawi yang di terapkan abad ini.

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang kebetulan, pakar ekonomi kapitalis dunia pun sebenarnya telah menyadari kerapuhan sistem moneter kapitalisme seperti ini. Teori bubble growth and random walk telah memberikan penjelasan yang meyakinkan bahayanya transaksi non riil (bisnis spekulasi mata uang dan saham di pasar modal).

Joseph.E.Stiglitz, seorang pakar ekonomi dan peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi pernah mengungkapkan bahwa krisis keuangan di AS yang menjalar menjadi krisis keuangan global bahkan lebih buruk dari Great Depression pada era 1930-an, telah membuka mata masyarakat internasional akan rapuhnya sistem kapitalisme yang dianut Negeri Paman Sam. Sistem ini terbukti, pada akhirnya hanya membuat mereka yang menganutnya menjadi sengsara dan menderita.

Sedangkan menurut Krugman, peraih Nobel Ekonomi 2008, ekonomi dunia akan mengalami resesi dalam kurun waktu yang lama. Dia mengakui bahwa krisis ini memang menakutkan.

Ekonomi kapitalisme dunia saat ini digerakkan sektor keuangan (financially-driven capitalism) yang tumbuh pesat luar biasa sejak awal dasawarsa 1980-an. Transaksi sektor keuangan ini meroket ratusan kali lipat dibandingkan dengan nilai perdagangan dunia di sektor riil. Uang (fiat money) dan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, surat hutang tak lagi sekadar sebagai penopang sektor produksi riil, melainkan telah menjelma sebagai komoditas perdagangan yang diternakkan dan beranak pinak berlipat ganda dalam waktu singkat.

Bahkan produk-produk keuangan dengan berbagai macam turunannya saat ini akhirnya menghasilkan ekspansi kapitalisme dunia bersifat semu yang selanjutnya berbuah inflasi, krisis, dan resesi ekonomi.

Menilik fakta rusak dan gagalnya sistem ekonomi kapitalis ini, sudah seharusnya dijadikan momentum oleh negara-negara di dunia, khususnya negara mayoritas Islam seperti negeri ini untuk kembali segera mengadopsi sistem ekonomi Islam sebagai solusi paripurna.

Karena, kalau sistem kapitalisme ini terus diterapkan maka akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan dan masa depan rakyat dan ekonomi sebuah negara. Sistem ini akan senantiasa berujung krisis demi krisis, menciptakan kesenjangan pendapatan, ketidak-adilan ekonomi, dan akan selalu berpihak kepada pemilik modal para kapitalis dan oligarki.

Sehingga fenomena rontoknya pilar ekonomi kapitalis dunia saat ini harusnya menjadikan umat manusia tersadarkan bahwa sesungguhnya Allah SWT mengingatkan betapa sistem ribawi itu ternyata merusak dan menghancurkan perekonomian umat manusia. Inilah makna firman Allah Luyuziiqahum ba’dhal lazi ‘amiluu la’allahum yarj’iuun. (QS.30 : 41) yang sejatinya rusaknya tata kelola sistem moneter itu kami timpakan kepada mereka (akibat ulah tangan mereka), supaya mereka kembali kepada sistem yang benar, sebuah sistem ilahiyah yang berasal dari Allah SWT. Itulah sistem ekonomi Islam dalam bingkai penerapan sistem kehidupan Islam secara kaffah. []