
Aliansi Pengusaha Muslim – Pada saat ini, dunia terguncang hebat menghadapi pandemi, tak terkecuali sistem ekonomi. Bahkan secara kasat mata, akibat pandemi ini tarik menarik kepentingan antara sektor kesehatan dan ekonomipun kian sengit, terutama ekonomi negara yang nyaris bangkrut dengan rakyat yang butuh jaminan perlindungan. Dan kalau kita tarik lebih mendasar, ini semua mengonfirmasi begitu rapuhnya pondasi dan pertahanan sistem ekonomi dunia yang diadopbsi banyak negera saat ini.
Lalu, dapatkah Islam mengatasi hal tersebut, bila paradapannya dipilih umat manusia sebagai tata kelola dunia yang baru?
Secara holistik komprehensif Islam sebagai sebuah sistem kehidupan/ideologi bisa mengatasi hal tersebut, karena sistem ekonomi Islam memberikan ruang yang cukup untuk mendistribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-nas), yang meliputi distribusi secara ekonomi, melalui peran individu dan distribusi secara non-ekonomi, yaitu melalui peran negara.
Secara fundamental Islam mempunyai sistem ketahanan perekonomian yang kuat karena berbasis kepada tujuan Al-Khaliq (pencipta) dalam menerapkan tujuan-tujuan ekonominya yang jabarkan dalam Al-quran, seperti kesejahteraan ekonomi dalam Islam (QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10); terbentuk tatanan ekonomi masyarakat berkeadilan (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183), terwujudnya distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32); dan rerciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Secara teknis ketatanegaraanpun, sudah begitu banyak rumusan dari pemikir-pemikir islam akan tata kelola dalam aspek ekonomi yang digali dari sumber utama hukum islam, sebut saja rumusan Ibnu Khaldun yang dikenal sebagai dynamic model of Islam sebuah rumusan yang terdiri dari delapan prinsip kebijaksanaan politik negera dalam hal ekonomi. Bahkan secara lebih terperinci Taqyiddin An-Nabhani, meringkas sistem ekonomi Islâm dapat dicakup dalam tiga pilar utama, yaitu Pertama, kepemilikan (al-milkiyah), yang meliputi kepemilikan individu (almilkiyah al-fardiyah), kepemilikan umum (al-milkiyah al-‘âmmah), dan kepemilikan negara (al-milkiyah ad-dawlah).
Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah), yang meliputi penggunaan harta (infaq al-mâl), yaitu untuk konsumsi dan pengembangan kepemilikan (tanmiyat al-milkiyah), yaitu untuk produksi. Ketiga, distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-nâs), yang meliputi distribusi secara ekonomis, melalui peran individu dan distribusi secara non ekonomis, yaitu melalui peran negara.
Intinya negara dalam sistem ekonomi Islam sangat sentral fungsinya sebagai ri’ayat suni al-ummah (pengatur kehidupan umat) agar “tenang secara politis dan sejahtera secara ekonomi”. Jadi tidak
sekedar berfungsi minimal (minimalist state) seperti dalam sistem kapitalis, atau mendominasi perekonomian seperti dalam sistem sosialis.
Untuk menjaga agar sistem ekonominya sesuai dengan aturan Allah SWT, peran dan fungsi negara untuk mengontrol pelaksanaan sistem ekonomi Islam menjadi sangat signifikan. Peran seperti ini selain dengan aturan ilahi, hanya mungkin dilakukan bila pemerintah digerakkan oleh para birokrat/pejabat yang memiliki keimanan dan kepribadian mulia, bersih, yang bekerja benar-benar demi kepentingan kesejahteraan umat dan ridho Allah SWT.
Untuk menjaga mental pejabat negaranya, Islam melarang keras praktek suap,komisi, dan korupsi. Atas dasar inilah mereka harus mendapat tunjangan yang layak. Selain kontrol dari negara, harus ada pula pengawasan dari umat. Kontrol umat dan individu agar negara serta masyarakat berjalan sesuai dengan koridor hukum Islam merupakan kewajiban penting bagi kaum muslim.
Dari titik inilah kita melihat betapa dunia saat ini butuh tata kelola peradaban yang baru untuk terwujudnya ketahanan dan kestabilan disemua sektor kehidupan dalam mengelola alam semesta, manusia, dan problematika kehidupan tak terkecuali kehidupan dalam berekonomi. [] Agan Salim