Pengusaha, Sambutlah Peradaban Islam!

Last Updated: 29 Mei 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Ada banyak alasan pengusaha harus menyambut peradaban Islam yang kelak akan bangkit. Bahkan pengusaha harus turut memperjuangkannya. Pertama, Islam adalah agama paripurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam menuntut pemeluknya untuk menerapkan di semua lini kehidupan. Termasuk di dalamnya adlaah dunia usaha.

Kedua, berdasarkan fakta sejarah bahwa Islam mampu menghadirkan peradaban maju dan satu-satunya yang sangat manusiawi. Islam diterapkan sejak Nabi shalallahu’alaihiwassalam di Madinah hingga runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani tahun 1924 M. Total selama 1300 tahun lebih Islam berdiri membangun dunia. Adakah sistem kehidupan di dunia ini yang mampu bertahan sebegitu lama? Kalau ia tidak menghadirkan kebaikan bagi manusia, tentu ia tak akan lama.

Montgomery Watt seperti dikutip Dr Musthafa as-Siba’ dalam kitab Rawa’i Hadhratina mengatakan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan Islam yang menjadi dinamonya, Barat bukanlah apa-apa.”

Robert Briffault dalam bukunya The Making of Humanity menyatakan, “Tidak ada kemajuan Eropa melainkan ia berhutang budi kepada Islam dan peradaban Islam.”

Hal ini persis seperti yang diungkapkan Barack Obama dalam pidatonya di Kairo pada tanggal 4 Juni 2009 yang mengatakan, “Sebagai mahasiswa sejarah, aku juga tahu bahwa peradaban berutang pada Islam,” (nytimes.com, 4/6/2009).

Lebih dari sekadar itu, pengusaha juga akan mendapat keberkahan dan kemudahan atas terwujudnya peradaban Islam dalam berusaha (bisnis).

Dalam Islam sangat jelas soal kepastian hukum. Pelaksanaan hukum bukan perkara duniawi secara an sich tetapi juga diikat dengat urusan ukhrawi. Misalnya tentang pungli (pungutan liar) juga soal suap-menyuap.

Nabi shalallahu’alaihiwassalam bersabda, “Orang yang melakukan pungutan liar tidak akan masuk surga.” (H.R. Abû Dawud).

“Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap” (HR. Ahmad).

Islam juga melarang sistem bisnis bengis ribawi. Bisnis rentenir ala lintah darat penghisap darah yang menyebabkan pihak lain tertawan dan selalu merugi.

Islam pun mewajibkan sifat amanah dalam berbisnis. Nabi shallallahu’alaihiwassalam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman , “Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinnya.” (HR Abu Dawud)

Soal memulai usaha Islam menyediakan saluran syirkah, atau jika secara mandiri Negara mengizinkan kepemilikan atas tanah dengan cara menghidupkan tanah mati (tanah yang tak tergarap secara syariat) atau diberikan modal secara langsung melalui Baitul Mal.

Dalam pengupahan ketenagakerjaan Islam juga sangat adil. Kisruh upah buruh yang selalu muncul di Indonesia yang seolah tak selesai sangat berbeda dengan Islam. Beban kehidupan buruh tidak ditumpukan semuanya ke pengusaha. Dalam Islam kesehatan semua warga negara, juga pendidikan, dan keselamatan, menjadi tanggung jawab negara. Hingga komponen upah semata-mata hanya soal upah.

Terbayang lajunya roda ekonomi dalam negeri. Negara mengelola kekayaan alam untuk menjamin hal-hal pokok seluruh warga negara terpenuhi dan membangun infrastruktur yang luas untuk industri dalam negeri serta menjamin pelaksanaan hukum. Di sisi lain rakyat mendapatkan kemudahan dalam berbisnis.

Karena itulah atas dasar dorongan akidah dan dorongan fitrah manusia untuk mendapatkan iklim yang baik bagi umat manusia dalam menjalankan roda ekonomi, siapapun termasuk pengusaha harus memiliki peran yang nyata dalam memperjuangkan kembalinya peradaban Islam. Pengusaha iya, pejuang juga iya. Allahu Akbar![] Pujo Nugroho