Penguasa Pendusta
Oleh Pujo Nugroho
Assalim.id – Pemimpin dan kepemimpinan merupakan unsur yang sangat penting dan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan manusia baik dalam skala kecil, sedang, dan apalagi besar.
Dalam contoh yang sangat sederhana, sebuah Hadits mengungkapkan, “Apabila tiga orang keluar bermusafir, hendaklah salah seorang ditunjuk menjadi pemimpinnya.” (HR. Abu Daud).
Dengan pemimpin dan kepemimpinan maka orang-orang yang dipimpin dapat saling teratur, menghindarkan kekacauan, terpenuhinya kebutuhan secara adil, dan dapat tercapainya tujuan bersama-sama.
Berikutnya terdapat Hadits berbunyi, “Pemimpin itu adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin itu mengajak rakyatnya kepada ketakwaan kepada Allah dan bersikap adil, pemimpin itu bermanfaat bagi rakyat, tetapi jika dia memerintahkan selain itu, pemimpin tersebut merupakan musibah bagi rakyatnya.” (HR. Muslim).
Karena itu jika seseorang memegang amanah kepemimpinan dan dia berlaku adil maka Allah mengganjarnya dengan balasan kebaikan yang besar.
“Penghuni surga itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu penguasa yang adil dan disenangi, orang yang mempunyai sifat kasih sayang dan lunak hati kepada setiap sanak keluarga dan setiap Muslim, serta orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya sedangkan ia mempunyai keluarga.” (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam bersabda, “Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya,” Yang pertama yang disebut Nabi pada Hadits ini adalah pemimpin yang adil.
Di Hadits yang lain disebutkan, “Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak, (yaitu) pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan doa orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Thabrani).
Demikianlah kedudukan istimewa seorang pemimpin yang adil. Dengan keadilannya kebutuhan umat yang menjadi tanggung jawabnya bisa terpenuhi. Lebih lagi jika dengan kepemimpinannya urusan agama bisa berjalan dengan baik.
Sebaliknya jika tidak adil yakni zalim dan menipu, maka ancaman balasannya pun amat besar. Penipuan dan kedustaan sendiri secara umum di dalam Islam sangat dibenci.
“Barang siapa yang menipu, ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Muslim dan Turmudzi).
Rasulullah SAW. bersabda, “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan, hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong.” (HR. Abu Dawud).
Terlebih lagi jika kebohongan dan penipuan dilakukan seorang pemimpin kepada rakyatnya tentu Allah akan sangat murka.
“Siapa saja yang memimpin, tetapi menutup pintunya terhadap rakyat, dan dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan dirinya memasuki surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallaam pun pernah mendoakan bagi pemimpin dengan doa sebagai berikut, “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim).
Demikianlah seorang pemimpin harusnya ia jujur dan adil bukannya zalim dan menipu.
“Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR. Tirmidzi). [PN]