Penghujung Ramadhan 1443h: Rindu Syariat Semakin Menguat
Penderitaan Umat Buah dari Sekuler Kapitalisme
Penulis: Alfian Nur Effendi
Dari awal tahun sampai bulan Ramadhan tahun ini, berbagai peristiwa di dalam negeri terjadi silih berganti mewarnai kehidupan umat yang semakin hari semakin tersiksa, harga bahan pokok dan lainnya semakin melejit tanpa memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat.
Perdagangan riba mengakar kuat, kaum oligarki pun semakin menguasai hajat hidup umat dengan mengatur segala urusan negara dari balik layar demi keuntungan sekelompok orang. Jurang pemisah antara kaya dan miskin pun semakin lebar dan dalam.
Sementara kondisi sosial masyarakat seperti terjun bebas, pacaran dengan zina dianggap biasa, rumah tangga hancur berantakan karena KDRT dan perselingkuhan, banyaknya aborsi bayi karena pergaulan seks bebas, LGBT menjadi kebebasan ekspresi, kehancuran akhlaq generasi muda yang pemalas, pembangkang, mudah putus asa, narkoba, bunuh diri selalu menghiasi negeri ini.
Dalam kondisi keagamaan, berita dan pelaku penista agama menjadi hiburan umat, mereka semakin merajalela dengan keyakinan akan dilindungi oleh hukum negara yang katanya notabene adalah negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Jargon-jargon kalimat intoleransi, kadrun dan sebagainya menjadi senjata menyudutkan Islam seperti agama yang jahat, intoleran, kuno, serta tidak sesuai dengan dasar negara. Seolah lupa bahwa undang-undang dasar negara banyak mengadopsi ajaran Islam itu sendiri.
Kasus persekusi dan pembunuhan karakter ulama yang disebut radikal versi Rezim menjadikan umat muslim saling bertengkar terpecah belah, hukum tajam dan cepat jika berurusan dengan pejuang dakwah sedangkan penista agama dibiarkan melenggang bebas, sehingga hampir semua keburukan terkumpul menjadi satu dalam umat yang dibilang umat islam terbesar di dunia.
Semua hal ini bukan omong kosong, tetapi benar-benar terjadi faktanya bahwa umat secara tidak sadar sudah masuk dalam cengkeraman sekulerisasi, ekonomi kapitalis serta budaya barat.
Umat mulai lambat laun sadar akan kesalahan yang mereka anut dalam pemikiran serta perbuatan yang jauh dari Islam. Umat pun mulai bergerak berbondong-bondong kembali ke Islam dan merindukan tatanan peradaban emas Islam.
Disinilah pihak-pihak penebar dan penganut sekulerisme justru mulai ketakutan dan menunjukkan immune-nya dengan berbagai cara. Mereka menekan dengan jargon dan program Deradikalisme, menjadikan hal ini prioritas utama negara ketimbang penyelesaian masalah ekonomi, korupsi, hukum yang tidak adil, hutang luar negeri selangit yang ada di depan mata, dan lainnya. Mereka menutupinya seolah negeri ini baik-baik saja dengan itu semua dan mengutamakan pencegahan umat yang ingin belajar Islam lebih dalam, berhijrah menuju peradaban Islam yang didambakan.
Justru gencarnya serangan sekulerisasi dari berbagai sisi beserta narasinya adalah bukti ketidakmampuan ideologi ini dalam mengatasi segala permasalahan umat. Hasil dari penanaman ideologi sekuler ini telah berbuah penderitaan dan banyak penyakit sosial ekonomi yang dialami umat. Inilah yang dirasakan umat saat ini, tidak bisa lagi menutup mata dan telinga karena kerusakan demi kerusakan terbukti nyata.
Sudah sangat jelas, bahwa pemikiran dan hukum hasil produk buatan manusia dari sekulerisme, ekonomi kapitalisme telah membawa peradaban umat semakin menderita dan hancur. Lambat laun pun umat yang belum sadar akan sadar jika saja tidak memikirkan diri sendiri, tetapi memikirkan umat.
Di bulan Ramadahan ini, bagaikan telah dicharge sebulan penuh keimanan dan ketaqwaan umat muslim, maka pergerakan umat selanjutnya akan semakin gigih dalam memperjuangkan peradaban Islam sesuai yang dibawakan dan dijanjikan dari nubuwat Nabi Muhammad SAW.
Umat muslim terutama para pejuang dakwah seharusnya semakin bersemangat untuk memperjuangkan Islam lebih giat lagi selepas bulan Ramadhan ini. Bergerak menyebarluaskan kebenaran bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil’alamin, dimana segala persoalan hidup manusia diatur dan diatasi melalui Hukum Allah, sang Pencipta Segala makhluk dan alam semesta.
Bahwa Islam bukan sekedar ibadah masing-masing, bukan sekedar di dalam masjid, dan bukan pula sekedar mengatur sholat, zakat, puasa dan haji, tetapi mengatur keseluruhannya dari hal terkecil sampai ke sistem bernegara.
Umat Muslim saat ini telah merasakan buah pahit dari ideologi sekuler kapitalisme, dan memberikan sinyal kuat bahwa umat merindukan syariat Islam kembali ditegakkan di muka bumi, kembali ke fitrahnya manusia.
Sangat tidak pantas dan pasti tidak akan berhasil jika manusia dibiarkan berbuat semaunya menggunakan hukum buatan sendiri selain hukum Allah. Karena Allah yang paling tahu ciptaannya dan tidak ada kepentingan apapun didalamnya selain untuk keselamatan manusia dunia akhirat.
Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 49)
Muncul pertanyaan yang harus dijawab ke pribadi masing-masing umat muslim:
Apakah umat akan terus membiarkan keadaan seperti ini?
Apakah tidak khawatir dengan anak dan cucu kita nanti?
Bagaimana nasib generasi masa depan dan peradaban kelak?
Apakah umat masih tenang-tenang saja karena urusan perut masing-masing tanpa pedulikan kondisi umat sebenarnya?
Wallahu’alam bishowab.