Penerapan Ekonomi Islam, Jalan Merdeka Ekonomi Rakyat Dan Negara

oleh : Agan Salim

Pertengahan bulan Juli 2023, ekonomi dunia kembali harus menelan pil pahit atas rilis resmi yang dikeluarkan oleh United Nation (PBB) lewat laporan Antonio Guterres yang berjudul, “A World of Debt (Dunia Utang)”. Laporan itu terkait dengan lonjakan utang publik global yang menjerumuskan banyak negara berkembang menjadi negara gagal (failed state) sistemik. Diketahui utang publik global di tahun 2022 yang mencetak rekor 92 triliun dolar AS atau angka tertinggi sepanjang masa.

Berdasarkan fakta dan data, banyak negara yang pertumbuhan pembayaran bunga pinjamannya melebihi pengeluaran publik lainnya. Bahkan beberapa negara terpaksa menganggarkan lebih banyak untuk membayar bunga utang daripada untuk sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan. Dari data yang dirilis PBB ada 3,3 miliar orang tinggal di negara dimana pengeluarannya untuk membayar bunga utang lebih besar dari anggaran untuk pendidikan atau kesehatan, dan sedikitnya 19 negara berkembang mengalokasikan lebih banyak uang untuk membayar bunga utang daripada pendidikan, dan 45 negara mengalokasikan lebih banyak untuk bayar bunga daripada pengeluaran Kesehatan sehingga masuk kategori negara gagal sistemik (failed state).

Realitas akan suramnya kondisi ekonomi dunia saat ini bukanlah tanpa sebab, ini semua berawal dari penerapan dari kerangka kerja (framework) sistem ekonomi kapitalistik yang mendominasi ekonomi modern abad ini melalui berbagai proses pengembangan panjang selama lebih dari satu abad. Pada awalnya revolusi ekonomi ini dianggap mampu memberikan kesejahteraan kepada manusia dengan cara meningkatnya produksi, perbaikan sarana komunikasi dan bertambahnya kemampuan eksploitasi sumber daya alam serta standar hidup kelas pekerjapun akan menjadi lebih menjadi lebih tinggi karena tidak hanya bergantung pada pertanian.

Namun pada realitasnya, sistem ekonomi yang serba kapitalistik ini terbukti gagal mempertahankan idealismenya. Kondisi-kondisi ideal yang dijadikan asumsi dalam teori ekonominya tidak pernah tercapai. Bahkan dalam setengah abad terakhir, semakin menampakkan kelemahannya. Ini terlihat dari makin lebarnya kesenjangan antar orang kaya dan orang miskin, antara pekerja dan pemilik modal, antara negara maju dan negara berkembang serta menyebabkan tingginya inflasi dan bertambahnya jumlah pengangguran.

Hal ini sebenarnya sudah lama terkonfirmasi dari hasil penelitian The New Economics Foundation (NEF), sebuah lembaga riset yang berkedudukan di Inggris tentang hubungan antara pertumbuhan pendapatan per kapita dengan proporsi dari dampak pertumbuhan tersebut yang dinikmati oleh kaum miskin. Penelitian tersebut menemukan dan membuktikan bahwa pada dekade 1980-an, dari setiap kenaikan 100 $ AS pendapatan per kapita dunia, maka kaum miskin hanya menikmati 2,2 $ AS, atau sekitar 2,2 persen. Artinya 97,8 persen lainnya dinikmati oleh orang-orang kaya. Kemudian pada kurun waktu tahun 1990 hingga 2001, setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar 100 $ AS, maka persentase yang dinikmati oleh orang-orang miskin hanya 60 sen saja, atau sekitar 0,6 persen. Sedangkan sisanya, yaitu 99,4 persen, dinikmati oleh kelompok kaya dunia.

Dengan realitas sistem seperti inilah akhirnya ekonomi mayoritas rakyat dunia terjajah. Sehingga perlu dan harus ada sebuah tatanan ekonomi yang bisa menghentikan penjajahan tersebut, dan itu semua ada pada tata kelola pada sistem ekonomi Islam.

Sistem perekonomian Islam sebagai sub sistem tata kelola kehidupan Islam kunci dari solusi perekonomian dunia abad ini. Karena Alquran sebagai kitab suci aturan kehidupan umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Alquran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat di Alquran dan hadist dari Rasulullah s.a.w. melalui berbagai Ayat dan Hadis inilah sehingga bisa diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha pada saat kejayaan dīnu al-Islām baik dalam bentuk Ijma atau Qiyas maupun Ijtihad.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi rakyat melalui dua jalur utama pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerja sama ekonomi dan bisnis yang syar’i. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter.

Demikian juga dalam hal alokasi anggaran, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak. Dalam ekonomi Islam, terdapat tiga prinsip utama yaitu disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik. Dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin.

Dalam hal pembangunan, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat. Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. yang membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan permandian umum di sudut kota, membangun pasar, memperluas jaringan jalan. Bahkan Rasullulah memerintahkan Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir untuk pembangunan jembatan, kanal dan jaringan air bersih.

Dari sisi pelayanan vital dan urgent, Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang rakyat pihak bisa terlayani dan mengaksesnya. Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius diataranya birokrasi, pendidikan dan kesehatan. Untuk menjamin kesejahteraan dan pemerataan ekonomi rakyatnya, Islam dengan sangat tegas dan jelas mengatur aturan kepemilikan umum, individu, dan negara untuk mewujudkan pemerataan dan distribusi pendapatan serta menggunakan tiga instrument utama distribusi lewat penerapan zakat, infak dan wakaf.[]