Categories: Ulasan Utama

assalim

Share

Oleh : Agan Salim

Memasuki bulan november 2021 sejumlah wilayah di negeri ini dilanda bencana banjir. Mengutip laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/11/2021) awal November ini saja, Banjir bandang menerjang Kota Batu di Jawa Timur, tepatnya di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang berada di lereng Gunung Arjuno.

Banjir juga terjadi di kabupaten Sintang Kalimantan Barat dan belum juga surut lebih dari 4 pekan, Berdasarkan data, tercatat lebih dari 124 ribu orang terkena dampak banjir. Warga terdampak mencapai 35.807 keluarga atau 124.497 jiwadan warga yang mengungsi berjumlah 7.545 keluarga atau 25.884 jiwa. (detik 16/11/2021)

Wilayah Sumatera juga mendera Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan, Air Sungai Ogan dan Lengkayap meluap. Banjir ini berdampak pada 980 KK serta kerugian material pada 632 unit rumah.

Potret bencana banjir terjadi di berbagai wilayah Tanah Air ini bisa disebabkan banyak hal, mulai dari faktor alam seperti puncak dari musim hujan hingga faktor non-alam. Hindun Mulaika dari organisasi lingkungan Greenpeace menilai, terjadinya bencana banjir tak lepas dari peran pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan yang tak mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Kebijakan tersebut semakin memperparah kondisi perubahan iklim yang saat ini terus berlangsung dan menjadi ancaman besar bagi umat manusia, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. (Kompas.com, 21/2/2021).

Saat ini, dunia sedang dalam kondisi iklim ekstrim yang semakin buruk kondisinya. Intensitas hujan akan terus bertambah tinggi. Namun di sisi lain, kemampuan lingkungan untuk menyerapnya air hujan semakin menurun. “Banjir di Sintang, Kalimantan Barat adalah contoh nyata alih fungsi lahan oleh tambang dan kelapa sawit, yang menurunkan daya dukung lingkungan yang berakibat bencana serius bagi ekosistem dan kehidupan.

Alih-alih segera merivitalisasi alam yang rusak dan membatasi ekplorasi ugal-ugalan dari sektor industri dan energi sebagai jalan mitigasi untuk meminimalis bencana. Penguasa justru datang dengan kebijakan deforestasi atau penggundulan hutan yang mekin menjadi-jadi, batu bara terus dikeruk dan dibakar, bahkan sektor transportasi dengan mobil pribadi sebagai sumber polusi didorong dan diberikan insentif pajak.

Bahkan yang lebih memprihatinkan, bencana yang bertubi-tubi ini belum mendapatkan solusi dan mitigasi yang jelas dan terukur. Yang muncul justru steatment janji yang terus berulang dan menjadi ladang untuk membangun pencitraan dan janji-janji politik tanpa arti.

Realitas teguran berupa bencana ini harusnya mengingatkan kita bahwa kembali ke aturan pencipta alam semesta dan kehidupan dalam mengelola alam adalah sebuah keniscayaan kalau kita ingin melihat ada masa depan kehidupan dan alam raya yang berjalan sesuai dengan fitrah penciptaan.

Dan semua ini mengingatkan akan pesan Kiai Achmad Dahlan pendiri Perserikatan Muhammadiyah “Apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu baik, maka baiklah alam; dan apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu rusak, maka rusaklah alam dan negara (masyarakat dan negara).” [].

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts