
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 96
Oleh: Agan Salim
Assalim.id – Negeri ini seperti tak berkesudahan dilanda nestapa, dan pastinya umatlah objek penderita yang paling nyata. Belum usai kasus WADAS yang berselubung proyek tambang memakai tangan negara. Kebijakan JHT (jaminan hari tua) yang nyatanya hak pekerja yang belakangan dialokasikan ke surat hutang negara (SUN). Belum lagi kenaikan dan kelangkaan minyak goreng yang sampai hari ini masih belum teratasi dan jadi fenomena antrian bak ular di berbagai daerah.
Belakangan harga daging sapipun terus naik dan sulit dijangkau oleh masyarakat. Alih-alih para pemimpin negeri ini berusaha mengupayakan solusi cepat dan tepat, malah sibuk dengan membuat sensasi steatment yang mengundang kegaduhan. Bahkan kegaduhan ini disinyalir banyak pihak sebagai cara penguasa mengalihkan permasalahan yang tak kunjung bisa diselesaikan.
Dugaan tersebut bukan tanpa sebab, ekonom senior Faisal Basri menyampaikan meskipun sudah mengeluarkan kebijakan satu harga pada Januari 2022 dan pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Februari 2022 untuk minyak goreng, tetap saja kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng masih terjadi.
Kepentingan perut dan energi dianggap jadi biang masalah dari carut-marutnya minyak goreng menurutnya adalah ulah pemerintah, karena menjadikan CPO (crude palm oil) komoditas bersaing antara perut (pangan) dan energi. Yang dimaksud energi disini karena CPO juga merupakan bahan baku pembuatan Biodiesel sehingga pengusaha CPO lebih senang menjual ke pengusaha Biodiesel yang harganya jauh lebih tinggi.
Kalau merujuk ke data GAPKI (gabungan pengusaha kelapa sawit Indonesia) terungkap bahwa serapan CPO untuk biodiesel terus naik dari 2019. Sebaliknya serapan CPO untuk pangan (minyak goreng) terus turun diperiode yang sama.
Tahun 2019 serapan CPO untuk biodiesel sebesar 5,83 juta ton, terus naik sampai 2021 sebesar 7,37 juta ton, sedangkan untuk minyak goreng terus turun, 2019 sebesar 9,86 juta ton menjadi 8,92 juta ton. CPO dalam negeri naik, pasokan CPO naik, tapi tersedot oleh Industri biodiesel.
Dari realitas kekinian dan data, jelas terlihat bahwa kegaduhan yang terjadi lebih kepada indikasi tersanderanya negara oleh kepentingan para oligarki.
Sepertinya, kondisi diatas akan jauh dari kata reda, bahkan akan semakin mengila dengan berbagai modus kebijakan yang terus tersandera. Karena ini sejatinya watak sistem kapitalisme serakah akan pencapaian materi semata. Sungguh bila sistem rusak ini tidak disudahi segera, bukanlah sesuatu yang berlebihan bangsa ini menuju kepada pola pemerintahan dan kekuasaan yang tidak memiliki kapasitas (unqualified) yang makin dalam bahkan berakibat “fail state”.[]