
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 76
Oleh: Agan Salim
Assalim.id – Beberapa minggu ini hangat sejumlah tokoh menyambangi rumah kediaman pengamat politik Rocky Gerung di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang saat ini sedang bersitegang dengan Sentul City terkait penguasaan lahan atau tanah. Hal tersebut diabadikan oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di akun Twitternya yang menulis “Bersama teman-teman di rumah Rocky Gerung membahas “perampasan” tanah rakyat yg terjadi di berbagai daerah serta penguasaan real estate, perkebunan, dan tambang lewat oligarki penguasa-pengusaha-penegakkan hukum,”
Apa yang dialami oleh Rocky Gerung sejatinya adalah puncak fenomena gunung es dari sepak terjang para oligarki dalam penguasaan tanah di negeri ini. Menurut catatan WALHI pada 2018, setidaknya 103,4 juta hektare daratan di Indonesia sudah dibebani izin usaha, mulai dari sektor kehutanan, perkebunan, mineral dan batu bara sampai wilayah kerja minyak dan gas. WALHI juga mengutip studi Tempo yang mengungkap 45,5 persen atau 262 anggota DPR terafiliasi dengan 1.016 perusahaan. Menurutnya, dari izin yang diterbitkan, 60 persen daratan di Indonesia sudah dialokasikan untuk korporasi yang tak lain adalah para oligarki.
Sepak terjang oligarki saat ini telah membentuk kekuatan ekonomi dan struktur kekuasaan politik yang secara efektif dipegang kelompok kecil atau segelintir orang. Mereka adalah orang-orang, keluarga, kelompok politik dan ekonomi yang saling berhubungan satu sama lain atas dasar kepentingan ekonomi politik. Tujuannya, mengontrol dan menentukan kebijakan publik guna memperbesar pengaruh maupun keuntungan finansial mereka sendiri.
Konstruksi paling mudah melihat oligarki di negeri ini adalah dengan melihat konsentrasi kekayaan dan kuasa sumber daya modal dimana kelompok elit politik menguasai pos dan sumber kekuasaan dalam kelembagaan politik formal negara termasuk partai politik yang berkuasa.
Merujuk data The Economist Indonesia berada di peringkat ketujuh dalam The Crony-capitalism Index pada 2016. Bahkan data Credit Suisse juga menunjukkan sekitar 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 45,4% kekayaan nasional. Sementara itu, 10% orang terkaya di Indonesia memiliki 74,8% kekayaan nasional.
Relasi dari realitas di atas berimbas pada penguasaan sumber daya alam oleh para oligarki yang berakibat kian dalamnya konflik agraria. Akibat turunan dari sepak terjang keserakahan para oligarki inilah memunculkan kerusakan lingkungan serius yang disebabkan eksploitasi sumberdaya alam berlebihan pada saat produksi, pengambilan, pengurasan, pengurangan volume sumberdaya alam secara masif.
Akhirnya deplesi ekologi pun terjadi, yang merupakan bagian dari kerusakan yang tak dapat pulih dan ketidak beraturan ekosistem alam yang berakibat bencana dan kerusakan pranata kehidupan manusia.
Pola pengelolaan alam lewat perselingkuhan penguasa dengan pengusaha ala kapitalis tanpa batas ini tidak bisa dilepaskan dari konsep ekonomi liberal yang di adopsi saat ini, dan itu semua berbanding terbalik dengan konsep pengelolaan alam dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam Islam, pemanfaatan alam hanya diperbolehkan pada batas tertentu agar tidak menimbulkan kerusakan seperti firman Allah SWT (Ar Rum: 41).
Dalam konsep dasar Ekonominya kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum, dimana kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Sedang hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing yang menjelma menjadi kekuatan oligarki seperti saat ini. []