Ngiler Pajak, Karakter Pemimpin Dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: M Azzam Al Fatih
Utang pemerintah Indonesia saat ini mencapai Rp 6.570,17 triliun dengan rasio lebih dari 40% atau 40,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tentu saja angka utang tersebut mengkhawatirkan negara. Sebab sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara terutama bidang kesejahteraan rakyatnya. Apalagi saat ini negara masih berkutat pada masa pandemi virus Corona. Tidak dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 yang mulai mewabah di Indonesia awal Maret tahun lalu, menimbulkan efek domino yang cukup signifikan. Tak hanya di sektor kesehatan, namun juga melumpuhkan hampir seluruh sektor terutama perekonomian,” tulis rilis APBN KiTA yang dikutip CNBC Indonesia, Selasa (01/06/2021).
Utang pemerintah Indonesia diperkirakan terus bertambah, disebabkan Utang semakin menggelembung karena pengeluaran pemerintah lebih cepat dari penerimaan perpajakan,” ujar Ekonom Senior Faisal Basri dalam tulisannya yang dikutip Kamis (19/8/2021).
Bahkan dalam naskah Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo tertera pada akhir tahun 2022 utang pemerintah pusat akan mencapai Rp 8.110 triliun. Lanjut Faisal Bahri. Dikutip dari media CNBC Indonesia.com tanggal 19 Agustus 2021.
Perkirakan utang akan terus bertambah juga disebabkan negara sudah terjebak utang riba yang terus berbunga. Serta adanya sistem kapitalisme yang masih mencengkeram, sehingga utang akan terus ada sebagai jebakan imperialisme. Maka tidak ada solusi bagi negara ini, selain dari menaikkan dan mengambil pajak baru demi berlangsungnya roda pemerintahan. Kalau berutang kembali, hanyalah menggali lubang kematian. Walaupun sebenarnya kondisi ekonomi negara sudah di ambangnya.
Tentang pajak, Sri Mulyani selaku menteri keuangan pernah mengatakan bahwa utang luar negeri dapat lunas manakala seluruh rakyat membayar pajak. Sebagaimana dilansir Pikiran Rakyat.com tanggal 25 Agustus 2021.
“Penerimaan negara kita merosot. Oleh karena itu kita masih harus mengalami defisit dan berutang. Namun, kita yakin bisa membayar lagi apabila penerimaan pajak bisa dikumpulkan,” katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara pada Rabu, 25 Agustus 2021.
Dari pernyataan Sri Mulyani tersebut, maka wajar jika negara giat dalam menarik pajak baru, di antaranya pajak bagi pedagang bakso. Seperti terjadi di Kota Binjai, Sumatera Utara.
Menurut BPKAD Kota Binjai, Affan Siregar menuturkan pungutan pajak kepada para pengusaha kuliner tersebut mengacu pada Pasal 38 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
“Artinya yang bayar pajak adalah pembeli, bukan pemilik restoran. Itu diatur dalam Pasal 38 Ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2009. Mengenai kriteria restoran yang dikenai pajak daerah, sesuai Pasal 1 angka 21, pajak restoran diatur 10 persen dari penjualan, dibayar oleh konsumen atau pembeli,” terang Affan, Senin (30/8), CNN Indonesia tanggal 30 Agustus 2021.
Selain pajak pedagang bakso, negara juga bakal menarik pajak sekolah, Sembako, dan lainya. Miris, Maka pantaslah disebut ngiler pajak. Yakni selalu berkeinginan untuk menarik pajak.
Tapi memang demikianlah, karakter pemimpin dalam sistem kapitalisme. Yang hanya bisa menjalankan dua alternatif, kalau tidak utang ya pajak, kalau utang sudah kenyang, ya palak rakyat atas nama pajak. Sebab sumber pendapatan negara dalam sistem kapitalisme hanya berasal dari utang dan pajak. Padahal jelas, dua sumber tersebut hanya menyengsarakan rakyat kecil. Hal ini sesuai fakta yang telah terurai di atas.
Al hasil, Sampai kapanpun negara ini akan terus berkutat pada problem yang tidak ada ujung penyelesaian, yang terjadi hanya semakin rusak. Karena sejatinya sistem kapitalisme didesain kafir penjajah untuk mencengkeram negeri-negeri muslim.
Akankah hal ini diteruskan?
Tentunya tidak, sebab keberadaan negara adalah untuk melayani dan mengayomi rakyat kecil. Tatkala negara sedang mengalami defisit ekonomi, maka setiap warga negara berkewajiban untuk menyelamatkan agar tidak menimbulkan kerusakan yang terus- menerus. Tentunya dengan solusi tuntas.
Solusi tuntas tersebut tidak lain adalah sistem Islam. Sebab dalam sistem ini terdapat aturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk dalam sistem ekonomi, apalagi sistem ini berasal dari Sang Kholiq. Maka wajar, jika sistem Islam dapat menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia.
Oleh karena itu, selayaknya kaum muslimin khususnya, untuk segera membuang sistem kapitalisme sekuler dan kembali menegakkan sistem Islam demi terwujudnya kehidupan yang sejahtera nan membahagiakan seluruh umat manusia. Wallahua’lam bishowwab.