Categories: Fokus Ekonomi

assalim

Share

Oleh Agan Salim

Aliansi Pengusaha Muslim – Dampak penularan virus corona di dunia memicu orang untuk menghindari kerumunan, berada di dalam rumah dan mengurangi interaksi antarmanusia. Konsekwensinya dunia mengalami perlambatan disegala sektor. Dan ini adalah hal yang wajar disaat pandemi, karena nyawa jauh lebih berarti dari segalanya, sampai dunia bisa menemukan cara untuk menghentikan penularannya.

Tapi ada yang miris dinegeri ini, ditengah perjuangan untuk menundukan pandemi saat ini, tanggal 1 juni 2020 ada 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota yang akan menjalankan “new normal”. Dan kebijakan inilah yang akhirnya menuai polemik, apa sebenarnya yang melatarbelakangi kebijakan new normal disaat kondisi masih abnormal.

Kalau merujuk kepada panduan WHO lewat Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans Henri P Kluge yang memberikan Panduan untuk Negara-negara yang akan menerapkan agenda New Normal. WHO mensyaratkan jika hendak menjalankan kebijakan New Normal dengan meringankan pembatasan dan transmisi harus terlebih dahulu memastikan: _Pertama-, transmissi Covid-19 sudah terkendali, sehingga angka terinfeksi semakin menurun. Menurutnya jika transmisi belum terkendali, maka new normal belum dapat dilakukan.

Kedua, kapasitas sistem kesehatan sudah mampu mengidentifikasi dan melakukan Test, Trace dan Treat. Ketiga, mengurangi risiko wabah dengan pengaturan yang ketat pada tempat rentan dan komunitas rentan seperti lansia, kesehatan mental dan pemukiman padat. Keempat, pencegahan di tempat kerja dengan menerakan protokol medis yg ketat. Kelima, risiko imported case sudah dapat dikendalikan oleh semua pemangku kepentingan. Keenam, masyarakat mempunyai kesadaran kolektif untuk ikut berperan dan terlibat terutama melaksakan protokol medis.

Hal ini juga pernah dikritisi oleh Co-inisiator LaporCovid19.org, Dr Irma Hidayana yang mangatakan, kurva epidemi di Indonesia saat ini masih menunjukkan adanya penambahan kasus Covid-19 per hari. Bahkan, platform LaporCovid19 masih terus menerima laporan dari masyarakat mengenai kasus-kasus baru hingga kematian pasien dalam pengawasan (PDP) di daerah yang belum melakukan tes PCR. “Menurut kami yang harus dikedepankan adalah kurva epidemi dan kepentingan kesehatan, sebelum yang lain-lainnya,” kata Irma dalam webinar Data dan Sains dalam Kebijakan Penanganan Covid-19, Rabu (27/5/2020).

Dari literasi diatas, sepertinya desakan faktor ekonomilah yang paling mendasar dari pelaksanaan new normal. Karena konsekuensi dari pandemi ini, juga berakibat terpukulnya sektor ekonomi karena mobilitas manusia berkurang drastis di saat pandemi. Tak terkecuali di Indonesia, sektor ekonominya terpuruk, pada kuartal I pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 2,97 persen, meleset dari target 4,5-4,6 persen. Prediksi kuartal berikutnya hampir sama buruknya, sepanjang thn 2020 perekonomian Indonesia diprediksi berkisar 2,3 persen. (tirto.com, 29/5).

Inilah realitas dominannya kepentingan ekonomi/pemilik modal bagi negara yang mengadopsi sistem kapitalisme sekular, yang orientasinya lebih mementingkan keuntungan materi semata, namun terlihat abai dalam memikirkan bahaya yang mengancam nyawa rakyatnya. Akhirnya pemerintah lebih terkesan seperti alat penjamin kepentingan kecil kaum kapitalis. Dan bila ini yang terjadi, maka jelas bahwa ini adalah sebuah kezholiman.

Sungguh, pilihan yang demikian bukanlah jalan keluar untuk meredakan wabah yang melanda umat saat ini, tapi justru mengundang azab yang jauh lebih besar, seperti yang hadist yang Rasulluah SAW sampaikan, “Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan sakit yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Dan jika kemaksiatan dan kedzaliman terus merajalela, maka sepantas nya sebagai pengusaha muslim yang juga bagian umat ini untuk senantiasa menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, senantiasa bersuara lantang dalam menyampaikan keberanan dan menolak segala bentuk kebatilah dan keburukan yang diterapkan. Karena Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak mengadzab manusia secara umum hanya karena perbuatan dosa segelintir orang, sehingga mereka melihat kemungkaran dan merekapun mampu untuk mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka telah melakukan hal itu, maka Allah akan menyiksa segelintir orang itu dan juga manusia secara menyeluruh.” (HR. Ahmad).[]

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts