Nasionalisme Bencana Atau Solusi?
Oleh : M Azzam Al Fatih
Assalim.id – Penderitaan kaum muslimin seakan tiada akhirnya, penghinaan, pelecehan, bahkan teror dengan melakukan pembantaian dan pemboman terus berulang. Terakhir penderitaan kaum muslim palestina yang dibombardir zionis Israel secara bertubi-tubi serta agresi daratnya hingga masuk ke masjid Al Aqsha. Akhirnya, Korbanpun berjatuhan hingga ratusan jiwa.
Selain umat Islam Palestina, berbagai negeri muslim pun mengalami islamophobia, misalnya, Uighur, Rohingya, dan India. Bahkan di negeri berpenduduk terbesar juga mengalami demikian. Cengkeraman sistem kapitalisme yang sangat kuat membuat umat Islam bagai buih di tengah lautan, atau bagai makanan yang menjadi rebutan para pemuas perut dan hawa nafsu.
Sistem ekonomi kapitalisme yang memeras dengan sangat kuat hingga tidak berdaya sama sekali. Akhirnya hanya terdiam menikmati kesengsaraan tiada henti. Menarik dan menaikan pajak semaunya, iuran kesehatan yang hanya untuk mengelabui rakyat, harga pasar yan tidak stabil, serta sulitnya lapangan kerja menjadikan lengkap penderitaan umat Islam seluruh dunia.
Ironisnya, kaum muslimin tidak dapat memberikan solusi secara fundamental. Bahkan ada di antaranya sibuk dengan urusan masing-masing. Seolah berkatan, “Yang penting kita aman, bisa makan, dan tidur nyenyak. Yang penting dirinya bahagia bersama keluarga dan kerabat dengan jalan-jalan ke mall maupun tempat wisata”.
Demikianlah wajah umat Islam saat ini yang tidak respon terhadap penderitaan saudaranya. Yang kadang malah mengeluarkan statemen, “Elo-elo, gue-gue. Buat apa membantu saudara muslim yang teraniaya, lha kita juga sedang mengalami penderitaan kemiskinan dan lainya”. Paling yang sering dilakukan hanya merasa kasihan dan cukup berdoa, tanpa ada solusi yang nyata.
Akibatnya, umat Islam dalam belenggu problem yang tidak ada akhirnya. Yang terzalimi fisik akan terus terulang, begitu juga yang dizalimi sistem, akan terasa nyaman dan aman dalam posisinya yakni bangga terhadap capaian masing-masing. Dan problematika umat ini akan terus menerus membelenggu.
Sesungguhnya, yang menyebabkan umat Islam terbelenggu adalah ikatan di antara mereka. Ikatan tersebut tidak lain adalah paham nasionalisme. Sebuah paham kedaerahan yang lahir pada masa kegelapan, yakni pada abad ke 18 di Eropa. Sebuah paham yang mengajarkan tentang kebanggaan terhadap bangsa dan cinta tanan air.
Paham nasionalisme terus digaungkan oleh pengusungnya sebagai solusi dan seolah wajib diterima oleh umat Islam, yang seakan-akan bagian dari ajaran Islam. Padahal sejatinya hanya sebagai alat kolonialisme Barat agar umat Islam lemah dan memalingkan diri dari persatuan umat.
Sesungguhnya umat Islam mempunyai paham ikatan yang sangat kuat, yakni ukhuwah Islamiyyah. Sebuah ikatan yang lahir dari aqidah aqliyah yang mampu mengikat sangat kuat di antara umat. Karena setiap kaum muslimin terikat dengan perasaan, pemikiran, dan aturan yang sama. Yang juga berasal dari aqidah aqliyah.
Maka jelas, nasionalisme bukan solusi melainkan bencana bagi umat Islam. Sebab, paham tersebut telah memecah ukhuwah Islamiyyah, membiarkan saudaranya teraniaya karena berbeda bangsa, ras, dan suku. Memberi ruang para penjajah mengeruk sumber daya alam secara leluasa hingga perekonomian negara di ambang kehancuran, serta membuat seluruh umat Islam dalam belenggu problematika yang seakan tidak pernah berhenti.
Oleh karena itu, jika umat Islam menginginkan kebangkitan hakiki dan segera keluar dari belenggu problematikanya maka segara buang paham nasionalisme dan segera kembali kepada ikatan aqidah yang dapat menyatukan kaum muslimin seluruh dunia tanpa membedakan ras, suku, dan bangsa. Dan mereka harus selalu dalam perasaan, pemikiran, dan aturan yang sama.
Namun, perwujudan ukhuwah Islamiyyah seluruh dunia tidak akan terwujud. Kecuali umat Islam segera menghadirkan kembali sistem Islam. Karena sistem inilah yang dapat menyatukan, menjaga, dan terus menjadi solusi problematika manusia. Sistem ini mampu mengayomi beragam suku, bangsa, bahkan agama. Yang mana sistem ini telah terbukti membawa kehidupan yang membahagiakan dan mensejahterakan selama berabad-abad.
Wallahua’lam bishowwab.[]