
Ulasan Utama Assalim.id | Edisi 77
Oleh: M Azzam Al Fatih
Assalim.id – Sampai saat ini korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan angka korupsi yang semakin menggila. Baik yang dilakukan tingkat daerah maupun tingkat pusat. Yang seakan menjadi sebuah kutukan bagi negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini dan tampaknya semakin suram.
Hal ini terlihat dari menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 yang dikeluarkan Transparency International (TI). Negeri ini hanya mengantongi 37 poin, lebih rendah tiga poin dari 2019 (Katadata.co.id, 8/2/2021).
Terbaru, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) resmi menetapkan mantan Asisten I Biro Kesra Pemprov. Sumsel Akhmad Najib sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya Palembang. Mantan Pj Wali Kota Palembang, itu juga langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (1/10) malam (jpnn.com, 1/10/2021).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode tahun 2019-2023 sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Perkara ini bermula dari kegiatan tangkap tangan KPK pada 2 September 2019 yang pada prosesnya telah menetapkan 6 orang lainnya sebagai tersangka. KPK selanjutnya melakukan pengumpulan informasi dan data sehingga menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan berbagai fakta hukum selama proses persidangan dalam perkara awal dengan Terdakwa Mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, dan kawan-kawan. (Kpk.go.id, 30/9/2021).
Dan satu kasus lagi yang membuat rakyat gemas, salah satu wakil rakyat telah berkhianat dengan menerima suap, Yakni Azis Syamsuddin, wakil rakyat dari fraksi Golkar. Aziz telah ditetapkan dan ditahan oleh KPK (Kompas.com, 25/9/2021).
Tiga kasus tersebut telah mewakili betapa dahsyatnya kasus perampokan uang negara di Indonesia. Bahkan kasus korupsi bakalan terus berlanjut dan tidak tahu sampai kapan berakhirnya. Jargon berantas kolusi, korupsi, dan nepotisme yang diangkat pasca-jatuhnya presiden Soeharto hanya isapan jempol dan reformasi pun hanya omong kosong
Hal yang menunjukkan semakin suramnya kasus korupsi adanya pemecatan 57 anggota KPK yang dinilai berpretasi dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Di antara mereka ada Novel Baswedan yang sepak terjang dan kejujuran tidak diragukan. Bahkan Novel pernah mendapat ancaman serius dengan serangan yang menyebabkan salah satu matanya cacat.
Melihat derasnya kasus korupsi yang terus membasahi Negeri dan kebijakan kontroversi dengan memecat 57 anggota KPK berprestasi menjadi alasan bahwa ungkapan ketua KPK Firli Bahuri tentang korupsi akan sirna layaknya G30S PKI hanya sebuah ilusi saja.
Di samping itu, keberadaan sistem demokrasi menjadi alasan kuat bahwa korupsi tidak akan sirna bahkan menjadi semakin subur. Pasalnya sistem demokrasi berpotensi melahirkan para koruptor. Paham sekuler yang menancap di segala lini kehidupan telah mendesain setiap manusia menjadi jiwa-jiwa pengejar nafsu dunia. Aturan agama yang seharusnya manjadi tolok ukur perbuatan tidak dipakai, tetapi lebih kepada aturan buatan manusia.
Lewat demokrasilah mereka memproduksi hukum untuk kehidupan manusia. Padahal jelas bahwa manusia tidak layak membuat aturan. Sebab manusia adalah makhluk lemah, yang lebih dipengaruhi adanya nafsu. Sehingga setiap aturan yang diproduksi condong pada kepentingan pribadi. Termasuk dalam hukum terhadap para perampok uang negara.
Maka maklum, jika dalam sistem demokrasi hukuman bagi narapida dapat diperjual belikan sesuai kemauan dan kemampuan. Sehingga hukuman pagi para pelaku tindak kejahatan terhadap koruptor tidak membuat jera, tetapi justru semakin menyuburkan.
Jadi, mustahil korupsi dapat sirna dari kehidupan. Kecuali sistem demokrasi kapitalisme dikubur dan segera berganti dengan sistem Islam sebagai tata aturan kehidupan. Sebab sistem ini hanya menerapkan hukum yang datang dari Allah SWT secara kaffah. Serta diterapkan oleh seorang pemimpin yang tidak diragukan ketaatan kepada Allah SWT. Senantiasa takut akan azab neraka dan selalu mengharap kenikmatan surga. Jadi mustahil, pemimpin dalam Islam memperjualbelikan hukum demi nafsu yang tiada puas.
Dengan demikian, keberadaan Islam sebagi sistem tata aturan kehidupan adalah mutlak yang tidak bisa ditawar sedikit pun, dan diterapkan untuk seluruh dunia. Maka maha benar firman Allah SWT Dalam Al Qur’an surat Al- Anbiya ayat 107.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّـلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Wallahua’lam bishowwab.[]