Moral Dan Etika Bisnis Dalam Sistem Ekonomi Islam

Last Updated: 15 Juli 2020By

Aliansi Pengusaha Muslim – Saat ini semua pemimpin negara di dunia sedang disibukkan mencari jalan keluar yang bisa menyelamatkan ekonomi negara masing-masing dari dampak krisis berlanjut resesi finansial global yang dipicu oleh pandemi covid-19. Banyak negara di belahan bumi ini yang menyalahkan china sebagai biang keladi krisis finansial global saat ini karena dari sanalah covid-19 ini berawal.

Sikap ini memang tidak salah tapi juga belum tentu benar. Kalau diamati lebih detail, permasalahan krisis finansial global ini telah terlihat gejalanya sebelum pandemi terjadi. Dan ini sebenarnya sesuatu yang sudah diprediksi.

Ekonom dunia Nouriel Roubini misalnya dalam sebuah kajian di tahun 2018 yang menyatakan bahwa tahun 2020 akan terjadi ‘Recession and Financial Crisis’.

Kalau kita amati lebih mendalam, ada permasalahan yang lebih substansial daripada permasalahan pandemi yang menjadi pemicu resesi finansial global saat ini, yaitu sistem ekonomi kapitalis yang sudah sampai pada puncak permasalahannya.

Lihatlah bagaimana instrument penopangnya yang menimbulkan masalah dunia saat ini seperti uang kertas (valas), lembaga perbankan, dan praktek ekonomi spekulatif yang kian bermasalah dan jauh dari rasa keadilan dan etika-moral. Hal ini pernah dikiritis oleh Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. yang menyatakan sistem ekonomi kapitalisme adalah sistem ekonomi yang menjadikan akumulasi dan ekspansi modal sebanyak dan seluas mungkin tanpa batas sebagai tujuan. Karenanya, sistem ini melahirkan ekploitasi dan alienasi manusia. Dan terbukti tidak berpijak pada fondasi yang benar, di mana komitmennya pada moral dan kemanusiaan sangat lemah.

Bahkan dalam bukunya Sharif Chaudhry, cendekiawan muslim dari Pakistan yang berjudul Fundamental of Islamic Economic System menyatakan bahwa ekonomi kapitalisme menempatkan kebebasan ekonomi yang tak terbatas dan tiadanya campur tangan negara. Kebebasan ekonomi tanpa batas seperti ini menimbulkan pikiran untuk mendapatkan harta dengan cara curang seperti judi dan pelacuran.

Konsekuensinya saat kekayaan dimiliki oleh sebagian kecil individu, mereka akan menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri dan akan mengorbankan kepentingan masyarakat semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu. Lebih lanjut, demi keuntungan dapat menimbulkan malpraktik bisnis seperti penyelundupan, pasar gelap, pencarian laba berlebihan, penimbunan, spekulasi, transaksi forward, penipuan, penindasan atau eksploitasi, pemalsuan, dan sebagainya.

Akhirnya, terjadi lomba gila (mad-race) untuk memperoleh harta menjadi aturan hidup sehari-hari. Nilai sosial dan moral tinggi seperti persaudaraan, saling tolong-menolong, cinta, kemurahan dan amanah berganti menjadi mementingkan diri sendiri, tak berperasaan, kebencian, kebohongan dan saling tidak percaya simpulnya.

Fakta ketidakadaan etika baku dalam aktivitas bisnis di sistem kapitalisme sangat berbeda secara diametral dengan sistem ekonomi Islam dengan aturan turunannya yang bersumber dari Al-quran dan hadist. Selain sistem ekonomi Islam yang rigid melarang keras praktik maysir, gharar, dan riba (magrib) dalam setiap aktivitas ekonominya. Pelaku bisnispun punya aturan atau rule yang jelas akan etika atau adab saat melakukan aktivitas bisnis.

Etika bisnis Islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al Qur’an. Oleh karenanya, beberapa nilai dasar dalam etika bisnis Islam seperti kesatuan (tauhid/unity), keseimbangan (equiliriry/adil), kehendak Bebas (free will), tanggungjawab (responsbility), kebenaran, dan kejujuran (honesty) benar-benar mengakar dan wajib ditaati dalam setiap aktivitas amal dalam bisnis oleh siapapun dan kapanpun.

Dalam islam, etika dan bisnis merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan ajaran Islam yang bersifat syumul yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Landasan ideologislah yang mendorong etika bisnisnya, tidak yang lain seperti rasa takut pada sebuah aturan pemerintahan semata, tidak juga hanya karena hasrat untuk menumpuk kekayaan, tetapi lebih dari itu, etika bisnis menyandarkan semata-mata karena rasa takut kepada Allah SWT dalam usaha mencari ridhanya.

Sehingga nilai bisnis bertemu dalam iklim yang ideal di dalam Islam. Aktivitas bisnis menjadi mampu menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, mampu menciptakan rasa keadilan dan memenuhi tuntuntan syariah. [] Agan Salim