Mindset Modal Pengusaha Muslim

Last Updated: 17 Juli 2020By

Oleh Haris Abu Muthiah

Aliansi Pengusaha Muslim – Suatu waktu seorang pengusaha bertanya kepada saya, “Pak Haris, bagaimana caranya punya usaha tanpa memakai modal kerja dari perbankan, adakah sahabat pengusaha muslim yang siap membantu dana tanpa riba,” ungkapnya kepada saya. 

Di lain waktu seorang pengusaha sukses mengatakan kepada saya, “Ah, bagaimana mungkin ada pengusaha yang sukses, punya aset di mana-mana, bisa buka kantor cabang di berbagai tempat jika tidak ada bantuan modal dari perbankan”.

Ya, ini adalah mindset yang mewakili banyak pengusaha-pengusaha besar di negeri ini yang sudah bertahun-tahun mengeluti usaha dengan modal utang, atau mungkin Anda yang sedang membaca tulisan ini termasuk dalam golongan itu. 

Tapi ingat, mindset seperti ini wajar adanya di tengah masyarakat yang menjadikan materi adalah ukuran segalanya. Pengusaha yang hanya memburu laba ketimbang keberkahan.

Bagi mereka modal utama dalam berusaha adalah uang, tanpa uang sulit memulai usaha. Maka cara yang terbaik mendapatkan modal usaha jika tidak memiliki modal awal adalah pinjaman melalui lembaga keuangan atau pihak lain. 

Tapi benarkah uang adalah modal segala-galanya? Faktanya tidak, nyatanya semua usaha berawal dari ide yang cemerlang. Ide sesederhana apapun bisa menjadi awal dari sebuah konsep kreatif yang kemudian dapat pula menjadi cikal bakal lahirnya sebuah bisnis baru.  

Tanpa ide unik dan kreatif, modal usaha berupa materi tidak dapat dikembangkan menjadi sebuah bisnis kreatif.  Namun sebaliknya, jika ide sudah dimiliki sebelum memiliki modal material, ide tersebut dapat menjadi magnet tersendiri untuk menarik investor dalam membantu mengembangkan bisnis. 

Banyak  contoh, bagaimana ide menghasilkan uang. Misalnya, membuat kreasi dari barang bekas seperti meja dari barang bekas yang material mudah didapatkan tanpa harus membutuhkan modal. 

Lalu bagaimana dengan pemasarannya? Bisa bekerjasama dengan marketing freelance dengan sistem pembayaran jasa setelah terjual atau kerjasama dengan orang-orang yang ingin membuka bisnis namun tidak memiliki modal.

Sulit? Ya, memang awalnya  mungkin sulit memasarkan produk  karena belum dikenal, tapi itu juga tidak membutuhkan waktu lama. Hanya butuh dan kreativitas pemasaran dengan memanfaatkan media sosial berupa Facebook, Instagram, dan media lainnya.  

Tapi mengapa kebanyakan pengusaha  hanya berpikir bahwa usaha bisa berjalan dengan modal uang kendati harus meminjam dengan bunga berbunga? Jawabnya, informasi yang sampai kepada mereka seperti itu, bahwa bisnis tidak bisa lepas uang. Kemudian tertanam menjadi pemahaman yang selanjutnya merubah cara berpikir dan perilaku mereka. 

Survei PPM Manajemen menunjukkan bahwa 80 persen pekerja mengalami gejala stres selama masa pandemi virus corona (Covid-19). Sebanyak 59 persen penyebabnya karena kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan anggota keluarga mereka. 

Kekhwatiran seseorang bisa jadi karena sudah ada informasi sebelumnya terkait dengan Covid-19 yang membahayakan, atau mungkin informasinya baru diterima sementara tidak ada informasi pembanding yang dimilikinya dari para ahli bagaimana Covid-19 sebenarnya menyerang setiap orang, akibatnya semua informasi yang menyebar di media sosial dterima begitu saja.

Tapi begitulah informasii mempengaruhi pikiran setiap orang. Karena itu, untuk menghilangkan kekhawatiran itu cukup dengan menutup sumber informasi-informasi yang menakutkan itu, selanjutnya maksimalkan ikhtiar protokol kesehatan, tetap sibukkan diri bekerja dari rumah atau di kantor, dan sebagai pengusaha muslim sibukkan diri dengan dakwah di tengah umat. 

Begitu pula dengan mindset pengusaha yang selama ini menjadikan uang sebagai solusi, utang ke lembaga keuangan sebagai ‘prestasi’. Hal disebabkan karena hanya menerima satu sumber informasi saja, yakni dari lingkungan pergaulan para pengusaha yang berpikir seperti itu. 

Padahal ada banyak pengusaha muslim di luar sana yang dulunya terlibat dengan utang perbankan hingga ratusan miliar dan sekarang mereka tinggalkan semuanya, nyatanya usaha mereka berkembang dan hidup mereka semakin berkah.

Menarik pengakuan pengakuan beberapa pengusaha yang tergabung dalam Masyarakat Tanpa Riba (MTR) Milyader Club saat bertandang di rumah dan berbincang Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Daud Muhammad misalnya, yang menggeluti usaha alat kesehatan, terutama rapid test sejak lebih 20 tahun lalu. 

Menurutnya, dia termasuk pengusaha besar di bidang ini yang menggunakan utang bank. “Tapi utang itu kian lama kian besar, hidup tidak tenang. Apalagi setelah menyadari menyadari bunga itu riba (haram),” ungkap lelaki yang disapa David.

Sejak itu David bertekad melunasi utang. Juga tidak mau lagi berutang di bank. Ia tidak peduli lagi akan tetap jadi ”raja alat kesehatan” atau tidak.

“Sekarang sih masih yang terbesar,” kata David. ”Saya punya merk sendiri di samping menangani tiga merk dari luar negeri,” katanya.

Bagi David menjadi besar cukup. Tidak lagi harus yang terbesar, tapi belepotan dengan riba. ”Saya pun, di alat kesehatan, tidak mau lagi ikut proyek pemerintah,” katanya. Ia tidak mau kalau harus menyogok.

Nah, tentu proses hijrah meninggalkan utang riba dan segala bentuk kemaksiatan dalam usaha yang beliau jalankan David tidak mudah, tidak berjalan begitu saja. Tapi ada perubahan perubahan  minset yang luar biasa. 

Mindset seperti apa? Tidak lain bahwa materi sebesar apapun tidak akan memberi kebahagian yang sebenarnya. Tapi kebahagian itu hanya bisa didapat ketika Allah ridha kepada setiap hambanya. Allah ridha jika manusia dalam menjadikan seluruh aktivitasnya adalah ibadah. 

Bisnis bernilai ibadah jika niatnya ikhlas karena Allah dan setiap aktivitasnya bisnisnya tidak melanggarkan hukum yang telah ditetapkan Allah Swt. Tidak ada riba, tidak ada sogok-menyogok dalam setiap aktivitas bisnis. Intinya, bagi pengusaha muslim keberkahan adalah tujuan utama kendati kerugian materi adalah resikonya. 

Wallahu a’lam bi ash shawab.[]