Categories: Fokus Ekonomi

assalim

Share

Oleh : Abid Karbela.

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thâhâ [20]: 123-124)

Kegagalan dalam tiga aspek mendasar sistem politik, ekonomi, dan hukum, yang terjadi dalam negara ini menjadi indikasi kuat sebuah negara menjadi bangkrut. Indikasi kebangkrutan tersebut diantaranya : hilangnya kontrol atas wilayah negara, ketidakmampuan memberikan pelayanan publik , banyaknya hutang negara, tingginya tingkat korupsi dan kriminal, menurunnya perekonomian secara tajam serta ditinggalkan bahkan di tentang oleh penduduknya.

Pengelolaan negara dalam pengaruh Idiologi Kapitalisme menimbulkan keputusan serta langkah yang salah kolaborasi antara rezim eksekutif dan rezim legislatif, sehingga berdampak dan menimbulkan kerugian sistemik bagi rakyat dan kehidupan. Indikasi kerugian dan kejahatan yang dibingkai regulasi.

Fakta yang terindera adalah ketidakadilan dan ketidakpastian hukum menjadi pemandangan umum. Bahkan perangkat-perangkat hukum justru menjadi pelanggar terbesar di negeri ini. Kebijakan-kebijakan politik yang dibuat justru bertolak dengan aspirasi dan keinginan rakyat. Sarat akan kepentingan oligarki, dan memberikan kekebalan pada semua kebijakan ekonomi pemerintah. Seperti halnya berbagai penolakan saat disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, persetujuan pemerintah Perpu No 1 tahun 2020 menjadi Undang-Undang No 2 tahun 2020, hingga mengesahkan UU Minerba (Mineral dan Batu Bara) Nomor 3 Tahun 2020.

Kebangkrutan inipun nampak jelas akan resesi ekonomi yang dikhawatirkan dapat berkembang menjadi depresi ekonomi. Secara rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 37,84%, melebar dari target yang ditetapkan tahun ini 37,6%. Kementrian keuangan mencatat utang pemerintah hingga akhir Oktober 2020 mencapai Rp 5.877,71 triliun, melonjak 23,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 3.756,13 triliun. Utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara Rp 5.028,86 triliun, sementara porsi pinjaman h Rp 848,85 triliun.( katadata.co.id )

Padahal siapa pun yang menelaah sistem ekonomi kapitalisme, akan dapat melihat bahwa orang-orang yang terpesona dengan kapitalisme itu benar-benar seperti yang difirmankan oleh Allah SWT :

“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).” (QS. al-A’râf [7]: 179)

Keberadaan Idiologi Kapitalisme yang telah hancur seharusnya membuka cakrawala Pemerintah, dan segenap element kekuasaan untuk secara objektif menilai bahwa solusi satu satunya adalah dengan sistem Ekonomi Islam sebagai penyelamat Indonesia dari kebangkrutan.

Sistem Ekonomi Islam, sistem yang mampu menjamin kehidupan ekonomi yang bebas dari krisis, kebangkrutan. Hal itu karena Sistem Ekonomi Islam yang agung telah dirancang oleh Allah SWT, Sang Pencipta dan Dzat Maha pemberi rezeki untuk para makhluk-Nya. Allah Maha Mengetahui apa yang menjadi problem-problem makhluk-Nya, apa yang memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat mewujudkan kehidupan yang aman dan selamat.

Politik Ekonomi Islam adalah solusi bagi masalah mendasar tiap individu, masyarakat maupun negara. Dengan tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang memberikan solusi berupa pengaturan berbagai urusan manusia. Politik ekonomi Islam adalah jaminan terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut kemampuannya, dengan memandangnya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. 

Islam sebagai solusi memandang seluruh harta yang ada di Indonesia atau alam semesta seluruhnya adalah milik Allah SWT secara absolut. Untuk mengatur harta yang ada di Indonesia / alam semesta Islam membagi dalam 3 kepemilikan yaitu kepemilikan individu, umum dan negara.

Jika diulas dari hal kepemilikan umum tidak sama dengan kepemilikan negara dimana penguasa berhak mengelolanya untuk kepentingan negara. Kepemilikan umum itu adalah milik umat. Pemasukannya didistribusikan kepada individu rakyat sejak mereka lahir. Begitu juga dibelanjakan untuk melindungi mereka dan menjadikan mereka sebagai kekuatan yang benar-benar diperhitungkan serta memuliakan sumber daya manusianya.

Anda dapat membayangkan bagaimana angka-angka selangit dari pendapatan minyak dan tambang logam di negeri-negeri Islam akan mampu berkontribusi signifikan dalam mengentaskan dan memerangi kemiskinan jika negara dalam tata kelola ekonomi islam. Mendistribusikan pendapatan minyak dan tambang itu dalam bentuk zatnya ataupun dalam bentuk pelayanan kepada siapa saja yang memiliki kewarganegaraan.

Jika kita menghendaki solusi yang sistemik, bukan parsial, maka seharusnyalah mengganti semua komponen dalam sistem ekonomi kapitalisme secara menyeluruh. Mengganti tubuh sistem ekonomi kapitalis sosialis dengan politik ekonomi Islam. Aliran darahnya menggunakan uang emas dan perak (dinar dan dirham). Pemompanya adalah kewenangan Khalifah, dengan menjadikan baitul mal sebagai jantung perekonomian. Allohua’lam bissowab.

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts