Categories: Bengkel Pengusaha

assalim

Share

Oleh : Abah Salim

Bro : Abah, kami juga Muslim. Tidak benar tuduhan – atau apa pun namanya – bahwa kita tidak mau menerima Islam seutuhnya! Yang kita lakukan hanya menerimanya bertahap. Mana yang bisa diterapkan hari ini, kita terapkan. Yang tidak bisa ya nanti saja. Masyarakat kita kan tidak semuanya siap. Jadi kita perlu menunggu kesiapan mereka agar tidak stress nantinya ! Syariat Islam kan mulia, jangan sampai malah membuat masyarakat jadi stress. Apalagi politik itu kotor dan syariat itu suci, mulia. Tak pantas jika mesti bersatu.

Bray : Betul Abah. Bukannya tidak mau, ini hanya soal waktu saja. Pada saatnya nanti juga semua akan syariat. Yang penting, sekarang meskipun sistemnya masih sekuler, tapi kita sudah bisa ikut mewarnai agar gak sekuler-sekuler amatlah. Makanya, kita mestinya sudah merasa cukuplah, ada beberapa hukum syara yang diakomodir, seperti perbankan syariah, asuransi syariah. Sekarang bahkan lebih jauh lagi, waqaf sudah diangkat di level negara. Kurang apa lagi coba?!

Bruy : Sebentar… Buat yang kritis, memang agak sulit menerima pendapat dari Mas Bro dan Mas Bray. Apalagi masih ada riba dan zina di sana sini. Riba dihapus juga gak bisa, karena sudah menyatu di sistem ekonomi kapitalis. Sehingga menghapus riba akan berarti sama dengan menghapus sistem ekonomi negeri ini. Perzinahan juga makin marak. Offline ditutup, online makin banyak. Perzinahan terbuka dari para pesohor negeri juga diumbar blak-blakan. Padahal, kata yang kritis, jelas ada haditsnya, bahwa maraknya dua jenis maksiat ini akan membuka pintu azab bagi kita semua, tak peduli masih ada yang sholeh atau tidak.

Briy : Maaf Mas Bruy, izin Abah, memang susah menghilangkan riba dan zina, juga banyak lagi jenis maksiat lainnya. Tapi setidaknya kita tidak diam. Setidaknya riba sudah dilokalisir hanya di lembaga keuangan saja. Jika tidak mau, bisa pindah ke kamar sebelah yang berbasis syariah. Perzinahan? Hemm… yang satu ini, memang angel…angel… Tapi setidaknya, kita tidak diam. Yang penting, bagi yang sudah sadar untuk ber-Islam, silakan pindah ke kamar sebelah. Bagi yang belum, ya sudah silakan di kamar lamanya. Yang penting kamar lama dan kamar baru ini masih di rumah yang sama, yaitu rumah besar sekulerisme. Jangan sampai kita dituding radikal, fundamentalis. Yang Islami oke, yang gak mau Islami juga oke. Gitu aja kok repot!

Brey : Begini Abah. Dari keempat kawan saya itu, kesimpulannya, kita harus bersyukur, karena kita mampu mempertahankan rumah besar sekulerisme dengan mewarnainya sebagian dengan syariat Islam. Bolehlah disebut sekulerisme syariah atau kapitalisme syariah. Jadi kita juga jangan alergi banget sama sekulerisme. Selagi rumah ini masih bisa mengakomodir sebagian syariat saja sudah bagus. Tinggal kita pilih dan kompromikan mana yang bisa diadopsi mana yang tidak. Kalau meminta sistem ya pasti tidak bisa karena itu sama dengan mengganti rumah lama dengan rumah baru. Tapi kalau hanya mengganti perabotnya atau maksimal kamarnya, insya Allah masih bisa. Jadi, sekali lagi, aturan Islam tentang ibadah kepada Allah, ini bisa dan harus. Tentang aturan yang berhubungan dengan makanan, minuman, pakaian dan akhlak, ini juga sangat bisa. Kalau ada izin investasi minuman keras, ya itu soal lain, demi lapangan kerja, demi berputarnya ekonomi kita. Harap dimaklumi. Tapi tentang muamalah, di situ ada sistem pendidikan, tata sosial, ekonomi, dan apalagi pemerintahan dan sistem peradilan jelas gak bisa atuh Abah. Apa kata dunia, kalau itu diubah! Kalau sudah begini mah bukan sistem sekuler lagi namanya, tapi sistem Islam. Begitu Abah!

Truly Muslimpreneur,

Benar kata Mas Bro dan keempat kawannya bahwa kita ada di alam sekuler, jelas faktanya, jelas aturannya. Jelas juga konsekuensinya, silakan terapkan sebagian kecil syariat Islam, asal yang tidak menimbulkan kegaduhan, yang masih menyamankan pihak lain yang tidak suka dan tidak sampai merobohkan bangunan sekulerismenya. Siapa pihak yang tidak suka juga sudah jelas, mereka yang masih punya kepentingan dengan itu semua. Yang suka maksiat ada di situ, yang melindungi maksiat juga ada di situ, yang bisnisnya mendapat untung dari maksiat juga kumpul di situ. Jelas betul sistem ini menjadi habitat ideal bagi semua aktivitas yang sama dan sebangun dengan kemaksiatan! Aktivitas ketaatan bisa tumbuh tapi hingga batas yang bisa ditoleransi, yakni jangan sampai membangun imej radikal dan fundamentalis.

Percakapan sejenis itu sudah sangat sering kita dengarkan dari obrolan pinggir jalan, komuntas penggemar warung kopi hingga gedung terhormat berkarpet merah. Semua itu hanya punya 2 arti : penolakan terhadap syariah dan masih nyaman dengan sekulerisme !

Sampai di sini semoga semua paham seperti abah bahwa perjuangan harus terus dilanjutkan. Kita perlu banyak sosok Pengusaha Pejuang! Agar kesadaran dunia akhirat makin meluas ke semua lapisan. Agar sistem rusak dan merusak ini segera berganti menjadi sistem Islam yang Rahmatan lil Alamin. Agar segala macam kerusakan dan bencana ini segera berganti dengan kebermanfaatan hakiki dan keberkahan Allah Swt ! Allahu Akbar !!!

Jadi, ayo bersegera bergabung dalam barisan pengusaha pejuang! Ingatlah selalu : Bisnis, Ngaji, Dakwah !

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An Nashr : 1-3)

© ALIANSI PENGUSAHA MUSLIM INDONESIA

Editor's Pick

    Leave A Comment

    Related Posts