Mengapa [Harus] Kita? Mengapa Bukan Umar?
Abah Salim
“Abah, kita kok seperti ini ya menghadapi musibah ? Kita punya panduan hukum syara yg super lengkap dan sudah terbukti, tapi gak mau dipakai. Akhirnya mau dipakai tapi sebagian kecil saja. Diminta muhasabah agar semua bersegera bertobat dari kemaksiatan, gak mau, karena katanya, ini tidak ada hubungannya dengan kemaksiatan. Ini murni soal musibah wabah penyakit! Diminta taat, eee malah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, harga barang malah melonjak tinggi de el el. Saya ini juga pengusaha, biasa mengambil keputusan cepat. Apapun pasti ada resikonya, tapi kok ini seperti diulur-ulur. Kasihan rakyat banyak yg memang tidak mampu. Kan mustinya malah bisa lebih cepat dan tepat!”
Hadeuh itu yg namanya pernyataan merangkap pertanyaan keluar seperti berondongan peluru yg kagak ada berhentinya. Saking semangatnya!
Truly Muslimpreneur,
Begini. Kita sedang menghadapi musibah ini di alam kapitalisme-liberalisme-sekulerisme. Bukan saat Islam tegak diterapkan. Jadi, pemikiran, perasaan dan peraturan bagi kebanyakan kita ya kapitalisme-liberalisme-sekulerisme. Jadi wajar kalau muncul pertanyaan seperti itu!
Biar gampang, mari kita cari benchmark. Kita mesti sandingkan dengan penguasa Muslim yg berasal dari kalangan pengusaha dan sistemnya Islam dan – satu lagi – juga mengalami situasi musibah yg hampir sama. Setuju ya?!
Oke, kita lihat sosok Umar bin Khattab. Umurnya 12 tahun lebih muda dari usia Rasulullah SAW. Salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW dan khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. Termasuk dalam 10 sahabat yg dijamin masuk surga. Mendapat julukan Umar Al Faruq (sang pembeda) karena ketegasannya dalam menegakkan kebenaran. Diakui sebagai administrator dan peletak landasan manajemen negara yg cemerlang.
Di dunia bisnis, Umar diketahui memiliki 70.000 properti bernilai triliunan rupiah saat ini. Namun begitu, gelimang harta tidak menyilaukan matanya. Harta kekayaannya dipergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Seolah berlomba dengan sahabat pengusaha lainnya dalam menopang dakwah Rasulullah SAW. Subhanallah.
Saat diba’at menjadi khalifah, Beliau memberikan teladan yg baik bagi kaum muslimin tentang konsep jabatan, harta dan zuhud seperti yg dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Tidurnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan beliau hampir tak pernah makan kenyang demi menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, dengan segala kekayaan yg dimilikinya sebelum menjadi Khalifah, tentu mudah saja memiliki dan melakukan apa saja! Kalau dalam bahasa sekarang di alam kapitalisme-sekulerisme, bisa menjalankan konsep negara korporasi atau korporatokrasi atau negara yg didedikasikan untuk kepentingan bisnis penguasa, baik sendiri atau bisa bersama dengan pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Tapi… Umar memilih tidak. Beliau memilih menjalankan syariat Islam sesempurna mungkin! Itu saja. Masya Allah.
Hasilnya, eksistensi daulah Islam makin kukuh. Umar membebaskan lebih banyak wilayah dari penghambaan kepada manusia di banyak tempat. Dua adidaya dunia saat itu, Persia dan Romawi pun ciut. Di masanya Islam berkembang dari Mekah, Suriah, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran hingga sebagian Baluchistan. Pembebasan yg membawa simpati luar biasa. Tak heran, kaum Kristen dan Yahudi di Homs sampai berdoa agar kaum Muslimin kembali ke negeri mereka.
Selain itu, prestasi beliau juga adalah menata ulang administrasi pemerintahan. Beliau mengembangkan dewan-dewan, membentuk Baitul Mal, mencetak uang resmi negara, menciptakan tahun hijriyah, menata struktur pemerintahan, mengumpulkan ayat-ayat suci Al Qur’an yg tersebar. Umar juga mengutamakan pembangunan pasar dan masjid di daerah-daerah yg dibebaskan.
Di masa Umar juga terjadi peristiwa bersejarah yakni pembebasan Palestina, persisnya pada tahun 637 M. Mulai saat itu, berdasarkan perjanjian Umariyyah, status Palestina menjadi tanah wakaf umat Islam. Inilah juga yg menjadi dasar di kemudian hari, mengapa Sultan Abdul Hamid II, khalifah Utsmani terakhir, meski terancam kehormatannya oleh pengkhianatan Mustafa Kemal, tetap tidak mau menyerahkan Palestina ke tangan yahudi meski diiming-imingi dunia!
Masih ingat kasus kekeringan yg melanda sungai Nil ? Ketakwaan beliau mampu meluluhlantakkan permainan jin yg sengaja menutupi pori-pori dasar sungai Nil agar tidak mengeluarkan airnya hingga sungai itu kering kerontang dan membawa bencana kekeringan di seluruh wilayah Mesir. Sang khalifah tidak menggubris permintaan penduduk Mesir untuk memenuhi permintaan adat yg selalu mereka lakukan sebelum masuk Islam, yakni dengan memberi sesaji berupa wanita perawan untuk ditenggelamkan ke dalam sungai Nil. Yg dilakukan Umar amatlah sederhana, yakni hanya meminta Gubernur Amr bin Ash untuk membacakan suratnya yg ditujukan kepada sungai Nil agar kembali taat kepada Allah Swt dengan menjalankan kembali kewajiban mengalirkan airnya seperti sedia kala. Surat itu dibacakan di hadapan sungai Nil yg disaksikan oleh seluruh penduduk Mesir dan kemudian dilemparkan ke dasar sungai yg seketika itu juga membuat jin-jin itu berhenti menutupi pori-pori dasar sungai dan…air pun kembali membuncah mengaliri peradaban. Subhanallah.
Singkat cerita dari semua sepak terjang dahsyatnya yg tidak bisa semuanya diceritakan karena keterbatasan literasi abah, Umar mampu menjaga dan mengendalikan harta yg dimilikinya sebelum menjadi Khalifah dan memisahkannya dari kemungkinan bias kepentingan dengan jabatan yg sedang ditunaikannya. Kafa’ah, himmah dan amanah, itu kunci sukses Beliau. Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Usman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.” Subhanallah!
Bencana juga pernah terjadi di masanya. Ya, salah satu ujian terberat itu terjadi pada tahun keenam masa kepemimpinannya yakni tahun 18 H/561 Masehi. Di tahun ini, Umat Islam diuji dengan wabah penyakit mematikan. Wabah ini dikenal dengan Tha’un ‘Awamas yg diambil dari nama daerah asal lahirnya penyakit, yakni sebuah desa kecil di negeri Damaskus. Lalu apa yg dilakukan Umar sebagai pemimpin ? Apakah ragu dalam mengambil kebijakan? Apa juga mengambil kesempatan untuk kepentingan tertentu (bisnis atau asing ?)? atau menghindari kewajiban negara untuk mencukupi hajat hidup rakyatnya? Atau… mengambil kesempatan melakukan seleksi alam mana yg kuat boleh bertahan, mana yg lemah silakan mati perlahan? Tidak Saudara! Umar hanya berpegang pada syariat Islam saja. Titik. Fakta yg dihadapi lalu dihadapkan dengan solusi syariat (solusi ini pun sudah banyak dijelaskan di banyak media). Itu saja. Simple. Hasilnya sukses penuh berkah. Hanya dalam tempo 2 bulan, wabah tuntas diselesaikan. Keberkahan pun datang. Ya, problem solving yg membuat ketaatan makin menguat. Berkah!
Rakyatnya taat pada syariat. Penguasanya juga taat pada syariat, bahkan lebih dulu melakukan muhasabah apa yg salah padanya, lalu mencari tahu apa yg keliru pada rakyatnya. Intinya, Umar tegas meminta dirinya dan semua jajarannya beserta seluruh rakyatnya untuk pertama-tama memohon ampun dan bertobat dari segala maksiat yg dilakukan.
Generasi sahabat melakukan maksiat? Tidak dan bukan itu poinnya. Umar dan seluruh sahabat sangat tahu bahwa pesan pertama dari Allah Swt jika terjadi musibah pasti itu karena ada maksiat – sekecil apapun itu – dan karenanya harus segera bertobat secara masal. Pertobatanlah yg kemudian membuka jalan untuk mendapatkan problem solving sesuai syariat sebagaimana yg Umar lakukan saat wabah ‘amawas. Masya Allah.
Truly Muslimpreneur,
Umar bin Khattab jelas pengusaha kakap era Nabi SAW. Kekayaannya berpadu dengan ketaatannya pada Islam. Kewibawaannya berpadu dengan pengorbanannya bagi Islam. Ketokohannya berpadu dengan keteladan sikapnya dalam menerapkan Islam kaffah, baik semasa Rasul SAW masih hidup maupun telah tiada. Pengusaha yg dibai’at menjadi penguasa penuh amanah. Bukan pengusaha yg menjadi penguasa penuh kezhaliman. Totalitas pada penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah nampak jelas tak terbantahkan. Jauh dari retorika, dan puja puji dunia yg tak ada arti!
Dengan semua itu, ada pertanyaan mendasar. Mengapa bukan Beliau saja yg berhadapan dengan kapitalisme sekulerisme? Mengapa [harus] kita? Beliau kan sudah jelas handalnya dibanding kita semua! Mengapa Allah justru menurunkan kita yg begini ini untuk menghadapi kapitalisme sekulerisme?
Mengapa?
Karena, menurut takdir Allah Swt, kita memang TIDAK COCOK HIDUP DI ERA RASUL SAW…
Karena, menurut takdir Allah Swt, kitalah yg cocok HIDUP di masa sekarang ini, bukan Umar, juga bukan Shalahuddin al Ayyubi, bahkan Muhammad Al Fatih…
Karena, menurut takdir Allah Swt, kitalah yg cocok BERJUANG di masa sekarang ini menghadapi kapitalisme-sekulerisme, bukan Umar, Shalahuddin al Ayyubi, atau bahkan Muhammad Al Fatih…
Allah Swt yg MEMILIH KITA ! KITALAH yg COCOK dan MAMPU BERJUANG DI DAKWAH INI… BUKAN MEREKA !!! TAKBIR !!! ALLAHU AKBAR !!!
Jadi… hayuk jalankan terus slogan kita : Bisnis, Ngaji, Dakwah… Gas poll !!!
Allahumma innaka afwun, tuhibbul afwa fa’fuannii..
Allahumma sholli ala Muhammad..
Aamiin Allahumma aamiin..
Barakallahu fikum…
@bah Salim