Mau Sampai Kapan Sadarnya ?, Alam Saja “Putus Asa” Dengan Sistem Serakah
Agan Salim
Assalim.id l Ulasan Utama
Tahun ini sungguh diawali dengan kondisi yang kian berat, saat pendemi belum memperlihatkan trend mereda bahkan naik, umat kembali harus berjibaku dengan datangnya bencana yang silih berganti bak hujan deras tiada henti. Mulai dari kecelakaan pesawat terbang, tanah longsor, banjir, gempa bumi, hingga meletusnya gunung berapi.
Kalau merujuk Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari 1 Januari hingga 13 Desember 2020, terjadi 2.818 kejadian bencana, dan secara umum trend kejadian bencana terus meningkat dari tahun ke tahun, khususnya hidrometeorologi. Bencana tersebut telah mengakibatkan rusak, raib dan musnahnya harta benda, rumah, hewan ternak, kendaraan, pertanian, dan fasilitas umum lainnya tercatat 6,1 juta orang menderita dan mengungsi. Sebanyak 360 orang meninggal, 42 orang hilang dan 532 orang luka-luka dan 41.903 rumah rusak. (Beritasatu 14/12/ 2020)
Menurut Drs. Herizal, M.Si, Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG, faktor pemicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan longsor adalah kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor cuaca ekstrem.
Untuk faktor lingkungan, daerah resapan yang beralih fungsi sehingga kualitasnya menurun, sistem drainase yang sudah tidak sesuai dengan kondisi iklim terakhir dan tutupan lahan yang semakin berkurang menjadi penyebabnya. Sedangkan faktor cuaca ekstrem berupa peningkatan frekuensi kejadiannya dan intensitasnya. Khusus wilayah pantai ada faktor rob (13/12/2020).
Dari fakta diatas, bisa kita analisa bahwa ada yang salah dalam sistem tata kelola yang mengatur sistem kehidupan dan alam, dan ini semua buah dari penerapan ideologi kapitalisme sekuler yang diadopsi negeri ini.
Dampak lanjutannya bisa kita rasakan, peristiwa bencana ini terus berulang dan semakin tinggi intensitas dan daerah yang terdampak. Dan pendekatan solusinya pun selalu hanya merujuk pada dari aspek kebijakan ekonomi, politik, atau psikologi yang sampai saat ini terbukti gagal dalam mengurai dan memberikan solusi permanen atas bencana yang terjadi dan terus berulang.
Sehingga teramat penting dan inilah saatnya umat melihat persoalan bencana yang sedemikian deras melanda negeri ini dari pendekatan Ideologi sebagai mitigasi dan solusi. Sudah saatnya Al-Qur’an (kalammulah) dan Hadist yang diyakini sebagai sumber nilai tertinggi di negeri Muslim terbesar ini menjadi sumber informasi dan solusi dalam menghadapi berbagai persoalan bencana yang terjadi.
Bencana bisa terjadi diakibatkan oleh dosa yang dilakukan secara masif di negeri ini, manakala kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik ditingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun sebagian umatnya, pengingkaran akan syariat dan perintah Allah SWT banyak yang tidak diindahkan, dan orang-orang miskin banyak yang diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
“Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan) untuk taat kepada Allah tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan) Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” [Al-Isra’ (17): 16]
Dan sabda Rasulullah saw “Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah (rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, belajar bukan karena agama (untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras (menjerit jerit) di Masjid, orang fasiq menjadi pemimpin suatu bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhlaknya, orang dihormati karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat) banyak digemari, minuman keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini sewenang-wenang mengutuk generasi pertama Kaum Muslimin (termasuk para sahabat Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar).
Maka hendaklah mereka waspada karena pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa, longsor dan kemusnahan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).” [HR. Tirmidzi]
Jika kita cermati bencana yang disebut Rasulullah saw dalam Hadits tersebut, ada korelasinya dengan realitas kehidupan negeri yang mengadopsi kapitalisme saat ini. Terutama dalam hal kepemimpinan, amanah dan penguasa.
Kita menyaksikan bagaimana sikap mayoritas pemimpin dalam sistem rusak ini, yang menganggap bahwa kekuasaan bukan sebagai amanah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketentraman, tetapi justru menjadi sarana dan kesempatan untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan pemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal yang sangat sulit untuk dihindari.
Bencana sejatinya mengandung pesan tanda kekuasaan Allah yang luar biasa lewat fenomena alam ciptaan-Nya. Sehingga bagi orang beriman, bencana harus dimaknai sebagai pesan bahwa kekuasaan Allah sangat mutlak. Dunia ini benar-benar dalam genggaman-Nya.
Pada fase inilah, harusnya solusi bencana bermuara pada solusi ideologis, karena hanya dengan jalan itulah kita bisa menghentikan dan memitigasi derasnya “putus asa” alam terhadap sikap serakah sistem rusak buatan manusia saat ini untuk kembali ke fitrah penciptaan alam semesta, manusia dan kehidupan. Wallaahu a’lam.[AS]