Mau Sampai Kapan Bertahan Dengan Sistem Rusak ?!

Last Updated: 30 April 2021By

Agan Salim

Pesimisme dan kekhawatiran terkait dengan trend ekonomi dunia yang kian memburuk dan ancaman serius khususnya buat negeri ini semakin nyaring disuarakan oleh banyak pengamat. Tak terkecuali diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara terang-terangan.

Kekhawatiran ini diketahui berdasarkan Laporan World Economic Forum (WEF) bertajuk The Global Risk Report 2021. “Berbagai risiko diidentifikasi dengan adanya kebijakan countercyclical seluruh negara di dunia. Ke depan kita melihat berbagai risiko asset bubbles, price instability, commodity shocks and debt crises, dan risiko geopolitik,” ungkap Sri Mulyani. (CNBC Indonesia 17/3/2021).

Hal yang sama juga diungkap oleh Kepala Ekonom BCA, David Sumual, Apabila negara-negara berkembang pulih lebih dulu dibandingkan negara maju, maka konsekuensinya ekonomi bisa tersungkur. David mencontohkan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang baru-baru memberikan bantuan sosial untuk penduduk AS senilai US$ 1.400. Dengan uang itu, masyarakat AS mungkin tidak akan membelanjakan uang tersebut untuk membelanjakannya ke sektor riil, tapi ke belanja pasar modal, dan akhirnya sektor riil tidak tersentuh oleh masyarakat. Dananya masuk ke pasar modal inilah yang dimaksud asset bubble.

Kondisi diatas terlihat sederhana, padahal inilah buah dari kerusakan turunan dari sistem kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini yang hanya berorientasi keuntungan semata, yang pada faktanya modal hanya banjir disatu sisi (sektor keuangan) yang berujung mematikan sektor riil secara massif disisi yang lain.

Padahal sejatinya, sektor riillah penopang kesejateraan karena disektor inilah kegiatan produksi perusahaan-perusahaan dan rumah tangga dijalankan seperti sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor pembangunan dan berbagai industri jasa dan berbagai turunannya.

Kegiatan ekonomi sektor riil sangat erat kaitannya dengan konsumsi, pekerjaan dan pendapatan. Konsumsi masyarakat tidak bisa terpenuhi tanpa adanya peningkatan aktivitas di sektor riil. Selain itu, sektor riil menjadi tempat dimana masyarakat bekerja dan memperoleh penghasilan. Peningkatan kapasitas atau produksi di sektor riil akan mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatan pendapatan, yang pada gilirannya akan memacu pertumbuhan kesejateraan disebuah negara.

Sektor keuangan yang tadinya mempunyai peran sebagai intermediasi bagi sektor riil dan bertugas untuk memfasilitasi sektor riil mendapatkan pendanaan yang dibutuhkan untuk pengembangan aktivitas disektor riil. Tapi dalam sistem kapitalisme hal ini tidak berlaku dan mengalami distorsi.

Saat ini dunia mengalami bi-directional causality yang sangat mengkhawatirkan antara sektor keuangan dan sektor riil. Perkembangan sektor keuangan lebih pesat dari sektor riil, karena fungsi uang juga sudah berubah menjadi komoditas. Sektor keuangan tumbuh pesat karena berbagai produk keuangan seperti saham dan yang lainnya tumbuh cepat, sementara pergerakan sektor rill lambat dan pertumbuhannya cenderung stagnan. Bagi pemilik dana opsi untuk berinvestasi ke pasar saham dan pasar modal karena memberi return yang cukup menarik.

Akhir dari aliran dana yang banyak berputar di sektor keuangan dan tidak selalu bergulir ke sektor riil menyebabkan economic bubble, inflasi, ketimpangan neraca pembayaran dan capital outflow. Economic bubble (gelembung ekonomi) merupakan kondisi dimana suatu produk atau aset tertentu diperdagangankan dengan harga yang lebih tinggi dari nilai fundamentalnya, sehingga memicu inflasi. Adanya inflasi akan membuat nilai mata uang sebuah negara akan terdepresiasi, sehingga masyarakat lebih memilih untuk memiliki mata uang asing.

Selanjutnya, fluktuasi yang dialami nilai tukar akan berpengaruh terhadap ekspor dan impor. Rupiah misalnya akan terdepresiasi terhadap mata uang asing membuat harga impor menjadi lebih murah, akhirnya pelaku usaha lebih memilih untuk impor. Impor yang lebih besar dari ekspor akan menyebabkan terjadinya ketimpangan pada neraca pembayaran. Selain itu, realitas ini menyebabkan capital outflow (pelarian modal ke luar negeri).

Kalau sudah seperti ini alih-alih sejahatera rakyatnya, berdaulat dan mandiri dari sisi ekonomipun sulit rasanya buat negeri yang kaya akan sumber daya ini. Justru yang terjadi sebaliknya semakin terjebak dengan lingkaran hutang yang tak berkesudahan.

Pada titik inilah negeri ini perlu melakukan perubahan secara fundamental untuk keluar dari resesi multidimensi saat ini. Dan solusi itu ada disistem ekonomi Islam yang tertata secara rapi dan utuh dalam framework sistem tata kelola negaranya. Keunggulan sistem ini bisa diuji dan dinderai ketangguhannya baik secara history, fakta empiris, dan fakta kekinian seperti kondisi dunia dan negeri ini bila segera diterapkan secara teknis dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. []