Masa Depan Ekonomi Indonesia, Dengan Islam Pasti Sejahtera

Last Updated: 18 November 2020By

Oleh : Agan Salim.

Konstalasi ekonomi dunia saat ini tidak sedang baik-baik saja. Sejak runtuhnya ke khilafahan Islam terakhir di Turki pada 1924, tatanan kehidupan manusia di dunia hampir semuanya dikelola berdasarkan pada sistem kapitalisme atau sosialisme/komunisme.

Saat ini, kapitalisme baik kapitalisme liberal seperti AS, Eropa, Korea, dan Japang dan kapitalisme sosialisme seperti Cina memang telah membuat pemeluknya menjadi maju dan unggul hampir di setiap bidang kehidupan material, khususnya iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), ekonomi, informasi, dan pertahanan.

Tapi sayang kemajuan dan keunggulan tersebut tidak bejalan linier dengan kemakmuran. Lihat saja hutang keseluruhan pemerintah AS hari ini yang hutangnya lebih kurang 24 triliun U$, melebihi GDP yang 21,3 triliun U$. Hal ini juga tak jauh berbeda dengan negara-negera pengekornya.

Tidak hanya menumpuknya hutang, distribusi kekayaan dan pemerataannya pun menjadi problem yang tak bisa terselesaikan sampai saat ini. Di Amerika misalnya, ada 10% orang yang menguasai lebih dari 72% kekayaan negara, di Cina setali tiga uang, ada 10 orang yang menguasai 67% kekayaan negaranya. (litbang Assalim)

Kerusakan tidak sampai disana, ada kerusakan yang sangat berbahaya dan jadi ancaman serius umat manusia saat ini, yaitu kerusakan ekologi. Kerusakan ekologi/lingkungan adalah sesuatu yang tidak bisa terhindarkan.

Semua kerusakan yang terjadi berawal dari cacat bawaan kapitalisme sosialisme yang menafikan eksistensi pencipta dan kehidupan akhirat. Inilah yang membuat gaya hidup dan perilaku ekonomi kapitalis sosialis sangat konsumtif dan hedonis.

Dari catat bawaan ini terus berlanjut ke proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan nafsu manusia ini telah memacu laju overeksploitasi SDA (sumber daya alam) dan kerusakan lingkungan di mana-mana.

Akibatnya, pemanasan global berupa rusaknya hutan, udara, dan air yang merupakan unsur vital dalam kehidupan manusia sekarang sedang tercemar dan terancam, dan sungguh ini adalah ancaman nyata bagi kelangsungan hidup umat manusia abad ini.

Dari rentetan kerusakan tersebut, tata kelola dunia tak terkecuali negeri ini butuh jalan baru untuk menyelesaikan problem paradaban akibat sistem yang salah dan rusak tersebut. Sudah saatnya dunia mengembangkan sistem ekonomi baru berbasis sektor riil yang mampu menyediakan kebutuhan dasar dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia secara adil dan berkelanjutan.

Dari tahap perencanaan hingga implementasi, pembangunan sektor ekonomi riil itu mesti menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Hal-hal teknis diatas memang butuh jalan baru, dan jalan baru tersebut tidak mungkin lagi kita sandarkan kepada sistem kapitalis atau sosialis yang telah nyata-nyata gagal.

Jalan baru tersebut adalah islam dengan sistem ekonomi politiknya. Meminjam istilah politik ekonomi islam Dwi Condro Triono, Ph.D, pakar ekonomi islam dengan paparannya menjadi jawaban dan sekaligus solusi kondisi ekonomi dunia dan Indonesia saat ini. Dalam analoginya sistem ekonomi kapitalisme dengan manusia, yakni tubuhnya adalah ekonomi pasar bebas, aliran darahnya adalah uang kertas, jantungnya adalah perbankan dan pasar modal, pompa jantungnya adalah suku bunga.

Jika kita menghendaki solusi yang sistemik, bukan parsial, maka harus mengganti semua komponen dalam sistem ekonomi kapitalisme secara menyeluruh. Mengganti tubuh sistem ekonomi kapitalis sosialis dengan politik ekonomi Islam. Aliran darahnya menggunakan uang emas dan perak (dinar dan dirham). Pemompanya adalah kewenangan Khalifah, dengan menjadikan baitul mal sebagai jantung perekonomian.

Dalam sistem ekonomi Islam sangat clear mengatur pembagian kepemilikan, yakni kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Kepemilikan ini diatur agar tidak terjadi hegemoni ekonomi seperti sistem kapitalis dan sosialis saat ini, yaitu pihak yang kuat menindas yang lemah.

Setelah pembagian kepemilikan ekonomi diatur dengan tegas maka dilanjutkan dengan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar yakni ekonomi yang ditumpu oleh pembangunan di sektor riil.

Dengan pola tata kelola dan pendistribusian harta kekayaan oleh individu, masyarakat, maupun negara tersebut yang didasarkan pada aturan-aturan syariah. Maka seluruh kebutuhan primer masyarakat insya Allah akan terpenuhi dengan baik dan terjamin. Bahkan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya pun akan mudah untuk dipenuhi.

Sehingga dalam sistem islam, tata kelola ekonomi menuju kesejahteraan adalah sebuah keniscayaan. []