Maqashid Syariah Sistem Ekonomi Islam Menghadirkan Kesejahteraan
Oleh Pujo Nugroho.
Assalim.id – Tujuan utama syariah Islam adalah kesejahteraan manusia (al maslahah) sekaligus menghindarkan manusia dari kerusakan (madharat). Di dalam pembahasan maqashid syari’ah dikenal dengan qaidah jalb al-masahalih wa daf’u al-mafasid (mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan, menarik manfaat dan menolak madharat).
Demikianlah Islam diturunkan sebagai risalah Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam wassalam sebagai rahmat seluruh alam. Islam agama paripurna dan satu-satunya gama yang diridhai Allah. Pelaksanaan Islam akan menghadirkan kemashlahatan.
Terlebih lagi hal ini sudah dibuktikan pada masa-masa keemasan Islam ketika dia diwujudkan dalam bentuk kekhilafahan.
Syariat Islam secara khusus menjaga lima hal utama, yaitu agama (al-din), jiwa (annafs), keturunan (an-nasl), harta (al-mal), dan akal (al-aql). Cara untuk menjaga yang lima tadi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu, pertama, dari segi adanya (min nahiyyati al-wujud) yaitu dengan cara menjaga dan memelihara hal-hal yang dapat melanggengkan keberadaannya. Kedua, dari segi tidak ada (min nahiyyati al-‘adam) yaitu dengan cara mencegah hal-hal yang menyebabkan ketiadaannya.
Aspek ekonomi manusia yang merupakan bagian aktivitas utama manusia merupakan aspek yang tak terlepaskan dari maqashid syariah itu sendiri. Penerapan sistem ekonomi oleh manusia harusnya mampu menghindarkan manusia dari kerusakan, krisis, dan bahaya mematikan berupa kemiskinan dan kelaparan. Lebih dari itu bahkan mestinya menghadirkan kemashlahatan (kesejahteraan dan kemakmuran). Bukan saja sebagian manusia, tetapi manusia secara luas tanpa batasan.
Islam sebagai agama paripurna memiliki syariat yang mengatur ekonomi baik secara makro mapun mikro. Syariat Islam di bidang ekonomi mampu menghadirkan kemashlahatan berupa kesejahteraan (welfare). Mampu membawa umat manusia kepada martabat puncak, martabat yang paling baik.
Melihat krisis demi krisis yang terus berulang yang dialami manusia pada era kapitalisme dan juga kesenjangan kekayaan para pemilik modal dengan kemiskinan pada negara-negara dunia ketiga mestinya membuat kita beralih meninggalkan sistem kapitalisme ini.
Terlebih lagi pada saat pandemi covid-19 yang merata di seluruh dunia di mana menurut data pada tulisan ini diturunkan ada sebanyak 1,71 jiwa meninggal dunia dan 77,9 juta tertular menjadi momentum pas refleksi umat manusia atas sistem yang mereka terapkan.
Masalah covid-19 outbreak ini bukanlah masalah kesehatan semata. Di Indonesia, desakan kebutuhan ekonomi membuat pemerintah berulang kali mengubah kebijakan perihal penanganan covid-19. Pemerintah mengeluarkan istilah gas rem-gas rem. Negara dalam defisit besar, utang menggelembung, dan ekonomi rakyat babak belur dengan ditandai daya beli yang hancur. Resesipun datang. Di sisi lain masalah kesehatan tidak menunjukkan perbaikan. Grafik penderita covid-19 nyaris tidak pernah menunjukkan penurunan.
Sekali lagi, Islam tentu tidak membiarkan kemudharatan seperti ini. Meski dalam keadaan wabah sekalipun. Islam akan menghargai nyawa demi nyawa karena Islam menjaga jiwa (hizhful nafs). Islam pun menjaga penghidupan (ekonomi) setiap insan agar bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Demikianlah syariat Islam, begitu mulia.[]