Luhurnya Sistem Ekonomi Islam, Mencegah Resesi
Aliansi Pengusaha Muslim – ”… Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu… “ (Al Hasyr [59]: 7).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui pernyataannya menyebutkan saat ini kita memasuki dua krisis sekaligus, yaitu krisis ekonomi dan krisis kesehatan. Menurutnya krisis Covid-19 kini telah merembet dan menyebabkan krisis ekonomi (cnnindonesia.com, 25/6).
Secara tidak langsung hal ini menyebutkan bahwa kegagalan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 telah menyebabkan krisis ekonomi. Seandainya pemerintah sejak awal serius melakukan penanganan penyebaran virus, lockdown, dan memberikan santunan kepada warga negara yang dibatasi pergerakannya tentu ceritanya akan berbeda. Di beberapa daerah tetap bisa melakukan aktivitas secara normal sehingga aktivitas ekonomipun tetap berjalan dengan beberapa prosedur tambahan untuk pencegahan.
Tapi apa daya, seperti kita ketahui problemnya adalah negara tidak mampu secara ekonomi. Tidak mampu memberikan santunan kepada warga yang “dikunci” agar tidak keluar (dan menularkan) dan tidak mampu menyediakan fasilitas kesehatan (APD, alat uji virus, dll) untuk bisa memetakan dan mengendalikan secara paripurna.
Kini persoalan sudah semakin membesar. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tak sanggup membendung peredaran pandemi karena penerapannya yang tanggung. Bukannya diperketat, karena alasan ekonomi makin terpuruk PSBB kini malah dicabut di banyak daerah. Pertumbuhan ekonomi kita jatuh 2,97 persen pada kuartal pertama. Pada kuartal kedua ke depan diprediksi jatuh terkontraksi minus 4,8 persen hingga minus 7 persen (cnnindonesia.com, 22/6).
Kini Indonesia berada dalam badai problem yang makin berat. Penderita covid-19 yang terus bertambah dan ekonomi yang tak menentu menuju krisis dan resesi. Pemerintahpun kalang kabut dengan terus meningkatkan utang negara. Dari Rp 405,1 triliun (Maret 2020) meningkat menjadi Rp 677,2 triliun (Juni 2020) dan kini direncanakan meningkat kembali menjadi Rp 905,1 triliun.
Utang-utang yang sangat besar ini-pun dianggap para ekonom tak cukup memulihkan kondisi ekonomi. Dianggap kurang dan terlalu kecil.
Sampai sini kita mengerti bahwa problem resesi ini adalah lemahnya kemampuan keuangan negara. Beginilah konsekuensi sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan Indonesia. Problem yang sistemik. Pilar-pilar kapitalisme yang di antaranya liberalisme dan azas prinsip laissez faire menjadi biang keladinya. Dengan liberalisme negara seolah tidak memiliki kekayaan sumber daya apapun. Liberalisme mengharuskan pengelolaan kekayaan sumber daya alam diserahkan kepada swasta. Seiring dengan liberalisme, azas laissez faire mengharuskan negara tidak boleh mengintervensi ekonomi untuk mendistribusikan kekayaan kepada rakyat.
Hal inilah yang sangat berbeda dengan Islam. Secara ringkas Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan swasta, publik (umum), dan negara. Barang-barang yang terkategori milik publik seperti minyak, mineral, energy, listrik, air, dan hutan hanya boleh dikuasai negara. Hasilnya didistribusikan kepada seluruh rakyat yang notabene adalah pemiliknya.
Konsep ini menyapu dua pilar kapitalisme di atas sekaligus. Kemudian negara menjamin pemenuhan pangan, sandang, dan papan warga negara. Juga kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lapangan pekerjaan.
Negara dalam konsep Islam juga tidak dibatasi waktu anggarannya sehingga tidak ada ancaman pada satu titik anggaran 0 (nihil) di ujung anggaran. Negara diwajibkan mengatur sedemikian rupa agar anggaran keuangan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas.
Dengan demikian ketika terjadi kontraksi ekonomi akibat faktor alam semisal bencana alam berskala besar negara selalu dalam keadaan siap. Termasuk juga persoalan wabah seperti Covid-19 outbreak saat ini.
Kapitalisme memang memberikan pertumbuhan ekonomi yang seolah tinggi tapi sebenarnya hanya ilusi. Sistem ini menyebabkan kerapuhan dan kenestapaan kepada rakyat. Saatnya kita meninggalkan sistem ini dan beralih kepada sistem ekonomi Islam. Wallahua’lam. [] Pujo Nugroho