Koruptor Menggurita Di Tengah Pandemi, Bobrok Dan Tak Layaknya Sistem Kapitalisme

Last Updated: 14 Agustus 2021By

Oleh M Azzam Al Fatih

Kasus korupsi tampaknya masih menjadi bagian tidak terpisahkan dari problematika Negeri ini. Semenjak lengsernya presiden Soeharto dan berganti menjadi masa reformasi dengan jargon bebaskan korupsi, kolusi dan nepotisme tidak menunjukkan surutnya kasus tersebut. Namun justru semakin meningkat dan tidak terkendali.

Belakangan terjadi rentetan kasus korupsi yang membuat rakyat shock. Pasalnya korupsi tersebut dilakukan di saat rakyat kecil berjibaku dengan virus Corona. Yang  berdampak sangat besar terhadap kehidupan. Salah satunya adalah ekonomi, di mana masa Pandemi dengan kebijakan negara yang tidak tepat membuat rakyat semakin sengsara.

Tentunya, korupsi di tengah pandemi merupakan bentuk kedzaliman dengan melukai hati rakyat kecil. Yang seharusnya diri’ayah dengan baik agar pelayanan hidupnya terjamin.

Berikut rentetan kasus korupsi di tengah pandemi.

Kasus korupsi lobster yang dilakukan oleh Edi Prabowo dan kawan-kawan pada tanggal 25 November 2020. Mantan menteri Kelautan dan Perikanan tersebut terbukti telah menerima suap dari beberapa perusahaan selaku pemberi suap. Edhy Prabowo  menggunakan perusahaan fordwarder sebesar Rp9,8 miliar yang di tampung dalam satu rekening. Edhy pun telah menerima suap sebesar 100.000 dollar Amerika dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (Kompas.com, 3/3/2021).

Kasus korupsi dana bantuan sosial penanganan Covid-19 oleh  menteri sosial Juliari Batubara dan bawahannya. Menteri Sosial tersebut telah terbukti menerima Rp32,4 miliar dari rekanan penyedia penanganan Covid-19 di kementerian Sosial. Yang akhirnya jaksa menuntut hukuman 11 tahun dan denda Rp500 juta. (CNBCIndonesia, 21/7/2021).

Kasus jaksa Pinangki yang menerima suap dari tersangka buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra. Pinangki telah terbukti melakukan korupsi miliaran rupiah dan melakukan kejahatan pencucian uang. (Tirto.id, 21/2/2021).

Kemudian, ada satu kasus korupsi yang sedang hangat. Yakni kasus korupsi pemotongan dana bantuan PKH yang dilakukan oleh petugas pendamping sosial program keluarga harapan di malang dengan pelaku Peni (PTH). Peni terbukti telah melakukan korupsi senilai Rp450 juta dan telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 2 Agustus 2021. (Kompas.com)

Rentetan kasus korupsi yang dilakukan pada masa pandemi tentu membuat rakyat semakin sengsara. Pasalnya dalam situasi pandemi yang tidak jelas kapan berakhirnya, telah memaksa harus menahan lapar karena sulitnya ekonomi, hilangnya pekerjaan, dan berbagai kesulitan lainya. Dana besar yang mereka makan sangat penting untuk meringankan beban dan menghapus air mata rakyat. 

Penyebab dari kasus korupsi yang menggurita di tengah pandemi tidak lain adalah sistem yang diterapkan untuk mengatur tata kehidupan yakni sistem Kapitalisme. Sistem kufur ini telah menimbulkan berbagai macam kerusakan tata kehidupan manusia. Asas manfaat para kaum pemodal telah menindas kaum bawah. Memesan hukum demi kepentingan pribadi yakni menumpuk harta walau dengan cara kotor. Yang dari sini menyebabkan kesengsaraan, ketidakadilan, dan berbagai kerusakan oleh sistem sistem tersebut. Yang kemudian tentu memaksa seseorang untuk melakukan korupsi, karena lemahnya keimanan.

Kemudian hukum yang berlaku merupakan  buatan manusia, yang mereka buat melalui sistem kufur bernama demokrasi, yang tidak dapat memberi efek jera, tetapi sebaliknya malah menyuburkan koruptor. Sebab, hukum buatan manusia sarat dengan kepentingan serta manusia hanyalah makhluk lemah yang tidak pantas membuat hukum untuk mengatur kehidupannya.

Jadi, sumber utama mengguritanya koruptor tidak lain adalah sistem kufur demokrasi kapitalisme yang terus dipuja dan dipeluk untuk mengatur kehidupan manusia. Selama sistem tersebut masih dianggap sebagai dewa untuk mengatur kehidupan, maka koruptor akan terus ada bahkan akan terus bersemi. Bahkan menimbulkan kerusakan di semua bidang.

Oleh karena itu tidak ada solusi tuntas untuk membasmi hama korupsi kecuali dengan kembali kepada sistem Islam. Sistem yang SWT ciptakan untuk mengatur kehidupan. Dalam sistem Islam, yang berhak membuat hukum adalah Pencipta yakni Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 40

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖۤ اِلَّاۤ اَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوْهَاۤ اَنْـتُمْ وَ اٰبَآ ؤُكُمْ مَّاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍ ۗ اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗ اَمَرَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ ۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلٰـكِنَّ اَكْثَرَ النَّا سِ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Hukum Allah SWT adalah hukum yang paling adil sebagaimana Allah SWT berfirman

اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَ حْكَمِ الْحٰكِمِيْنَ

“Bukankah Allah hakim yang paling adil?”
(QS. At-Tin 95: Ayat 8)

Dengan berhukum kepada Allah SWT yang tegas, maka koruptor dapat sirna. Orang akan melakukan perbuatan jahat seperti korupsi akan berfikir tentang hukuman yang berat. Selain itu, korupsi akan sirna buah dari penerapan Islam secara kaffah. Sebab dengan dengan penerapan Islam secara kaffah akan terwujud kehidupan yang sejahtera, adil, makmur, dan kebaikan-kebaikan lainya.

Oleh karena itu, kembali kepada sistem Islam adalah solusi terbaik untuk kaum muslimin demi terwujudnya kehidupan yang membawa kebaikan Dunia dan Akhirat. Wallahua’lam bishowwab.