Koruptor Menggila Dan Jurus Jitu Islam Dalam Mengatasinya
Oleh : M. Azzam Al Fatih
Kasus korupsi kembali menghentak bumi Nusantara. Ini karena korupsi yang dilakukan berkaitan dengan Bantuan Sosial (Bansos) untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Orang-orang terdampak di sini berarti orang-orang yang berusaha bertahan hidup di tengah situasi yang serba tidak pasti. Korupsi yang melibatkan menteri sosial Juliari P batubara. Juliari, ditangkap pada tanggal
6 Desember 2020. Yang darinya KPK menyeret 4 tersangka lainya, yakni MJS (Matheus Joko Santoso), AW (Adi Wahyono), dan sebagai pemberi AIM (Ardian IM) dan HS (Harry Sidabuke),” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta.
Sebelumnya, ada tersangka korupsi lain di tengah pandemi, salah satunya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 November 2020. Edhy diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan yang mendapat izin ekspor benih lobster. Dalam kasus ini telah menyeret tersangka lain, diantaranya Andreau Misanta Pribadi dan Safri selaku staf khusus Edhy, sekretaris pribadi Edhy Amiril Mukminin, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.
Dua kasus tersebut tentu membuat geger sejagad, Pasalnya rakyat sedang dalam kondisi kesusahan dengan adanya musibah pandemi virus Corona. Di mana harus bertaruh nyawa, yakni berjibaku dengan virus mematikan. antara bekerja untuk bertahan hidup dan ancaman tertularnya virus tersebut.
Ironisnya, Negera seolah berlepas tangan dari tanggung jawab. Ditandai dengan Kebijakan yang berubah – ubah, kemudian berakibat lambannya penanganan Kasus korupsi maupun penanganan virus mematikan tersebut.
Demikianlah kondisi negeri pengemban Kapitalisme, yang tidak menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Akibat dari tidak tegasnya terhadap para koruptor yang terkesan melindungi karena masih berbau kerabat, satu payung, atau adanya kepentingan lainya. Diperparah lagi, Hukuman bagi koruptor yang tidak membuat jera, bahkan membuat orang ketagihan untuk melakukan hal tersebut.
Demokrasi yang memberikan ruang setiap individu menjadi penguasa, tanpa memandang pendidikan tinggi, cerdas, Sholih, dan taat kepada syari’at. Karena dalam demokrasi seorang pemimpin ditentukan dari jumlah kepala yang mendukungnya. Jadi seorang penjahat atau pencuri uang negara bisa menjadi seorang pejabat. Akibatnya, korupsi menggila karena para koruptor yang telah bermental pencuri mendapatkan angin segar. Maka harap maklum, manakala negeri ini korupsi semakin menggila.
Islam, agama yang datang dari pencipta. yang dapat dibuktikan dengan akal atas kebenarannya. Serta merupakan agama yang sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan. termasuk dalam hal mengatasi korupsi yang semakin menggila.
Islam memandang bahwa korupsi sesuatu perbuatan dzalim yang dapat merugikan orang lain. Dzalim tentu saja merupakan perbuatan dosa besar. Dalam Islam korupsi dirinci menjadi beberapa bagian yakni risywah atau suap, Saraqah atau pencurian, Al-gasysy atau penipuan dan juga khianat atau pengkhianatan. Korupsi dalam dimensi suap atau risywah di dalam pandangan hukum islam adalah perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar karena perusakan massal, dan Allah pun melaknat pelakunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa ayat 29.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ اِلَّاۤ اَنْ تَكُوْنَ تِجَا رَةً عَنْ تَرَا ضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْۤا اَنْـفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 29)
Islam yang sempurna telah memberikan solusi jitu untuk mengatasi korupsi yang semakin menggila. Di antaranya menerapkan hukuman terhadap pelaku korupsi dengan hukuman Seberat – beratnya sesuai syariat Islam. Hukum yang berikan kepada pelaku ghulul atau korupsi yaitu potong tangan. Tentunya ada hikmah dibalik adanya hukum ini, seperti di Arab Saudi diterapkannya hukum ini, misalnya ada seorang pencuri yang mencuri dihari jum’at kemudian diiklankan di media massa. Kemudian ke esokkan harinya akan ada mobil polisi yang membawa pencuri tersebut, dan juga ada mobil ambulans serta tim medis yang akan mengurus setelah tangannya dipotong. Pada intinya tersangka yang dieksekusi hukuman tetap dalam perawatan. Lalu hikmah penerapan hukum qishos tentu akan membuat jera pelakunya. Sebab pelaku akan merasa malu dengan kondisi tersebut, terlihat bahwa orang tersebut seorang koruptor.
Adapun cara jitu lainya dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, menguatkan keimanan para penguasa, pejabat dan penegak hukum, serta rakyat akan pengawasan Allah (maraqabah), senantiasa merasa diawasi Allah, sehingga tidak sedikit pun kesempatan manusia untuk menerima suap sebab merasa senantiasa diawasi Allah. Mereka takut hanya kepada Allah dan tidak takut kepada selain Allah, dengan menjalankan , seperti segala perintahNya. Allah swt berfirman:
Artinya: “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit”.
Kedua, penghitungan kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat jabatan yang diamahkan kepadanya. Hal demikian dilakukan dalam rangka tabayyun atau mencari tahu jumlah kekayaan seorang pemangku jabatan, yang memungkinkan rehabilitasi terhadap nama baik terhadap tindakan kejahatan berikutnya, misalnya suap dan korupsi (mencuri).
Ketiga, diberlakukannya seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.
Keempat, untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan. Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.
Kelima, pilar-pilar lain dalam upaya pemberantasan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambilkan contoh, khalifah Umar Bin abdul aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara.
Keenam, dalam Islam status pejabat maupun pegawai adalah ajir (pekerja), sedangkan majikannya (Musta’jir) adalah Negara yang di wakili oleh khalifah atau kepala Negara maupun penguasa selain khalifah, seperti Gubenur serta orang-orang yang di beri otoritas oleh mereka. diatur dengan akad Ijarah. Pendapatan yang di terima Ajir diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang di haramkan.
Selain itu, sistem Islam akan menjamin kesejahteraan untuk seluruh rakyatnya, termasuk para pegawai, guru dan para pejabat lainya. Sebagaimana yang telah terwujud selama 14 abad lamanya. Dalam kesejahteraan guru misalnnya, Kita akan temui sejarah gemilang di masa kekhilafahan Abbasiyah, di mana kesejahteraan gurunya sangat terjamin.
Sebagaimana honor yang diterima zujaj senilai 200 dinnar setiap bulannya. Nilai itu jika di nominal saat ini, jika satu dinnar senilai Rp 2.200.000. jika 200 dinnar maka yang honor guru yang diterima dalam satu bulan senilai 4.400.000.000. sedangkan abu duraij digaji 50 dinnar oleh Al muktadir. (kitab “Mādza Qaddama al-Muslimūna li al-‘Ālām” Bab 1 halaman 231). Mantab sekali kan!. Yang akhirnya dari kesejahteraan guru tersebut menimbulkan gemilangnya peradaban pendidikan yang sampai sekarang belum ditemui.
Kesejahteraan yang lain pun terjamin, dengan diambilkan dari Baitul mall negara. Sebab dalam Islam seorang pejabat telah diperbolehkan untuk mengambil gaji atau tunjangan dari kas negara dengan ketentuan sesuai syariat. Kholifah dan para pejabat adalah pelayan yang mengurusi urusan umat. Ia selalu ada dalam 24 jam, artinya siap di butuhkan. Dengan demikian kebutuhan pokok akan dicukupi negara.
Dengan kesejahteraan yang dijamin Khilafah, serta hukuman berat bagi para pelaku korupsi. Maka mustahil koruptor akan menggila dan merusak tatanan kehidupan. Yang ada adalah kehidupan yang sejahtera dan dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Wallahua’lam bishowwab