Koreng Busuk Demokrasi Yang Menganga

Last Updated: 18 Januari 2021By

Editorial Assalim.id Edisi #41
Oleh Pujo Nugroho

Assalim.id – Rule by the people, demikian demokrasi digelari. Abraham Lincoln menyebut sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Menurut teorinya, rakyat adalah pemegang kedaulatan dan kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Jika pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan bernegara,melalui pemilihan umum, maka pemerintah tersebut sah.

Di dalam jalannya roda pemerintahan, rakyat memiliki suara yang menentukan dalam proses perumusan kebijakan pemerintah melalui saluran-saluran yang tersedia. Pun media/pers. Memiliki kedudukan dalam keterbukaan informasi, hak menyuarakan, dan penyeimbang melalui kritik-kritik yang ia salurkan.

Kedudukan rakyat sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Rakyat memiliki kedaulatan yang sama, baik kesempatan untuk memilih atau dipilih.

Para ilmuwan politik memberikan ciri utama demokrasi yaitu berlaku dan tegaknya hukum di masyarakat. Jika hukum tidak berlaku, maka yang terjadi adalah anarkhi bukan demokrasi. Sehingga ciri utama sistem demokrasi adalah tegaknya hukum di masyarakat.

Sekali lagi itu teorinya. Jangan bayangkan demokrasi akan berjalan demikian ideal. Pada faktanya demokrasi dikendalikan oleh para pemodal.

Pada pilpres Amerika Serikat (AS) yang baru terjadi, melansir dari Forbes (10/11/2020) capres Joe Biden  didukung 70 miliarder AS sedangkan  Donald Trump didukung 27 miliarder. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam pilpres AS dukungan pengusaha menjadi salah satu kunci kemenangan.

Di Indonesia politisi didominasi pengusaha. Berdasarkan data sebanyak 6 dari 10 anggota DPR adalah pengusaha (liputan6.com, 9/10/2020).

Demokrasi berbiaya tinggi. Butuh modal agar menang. Tidak saja mereka yang duduk menjabat, partaipun dikendalikan para pemodal.

Kejamnya lagi relasi demikian membangun kroni kekuasaan demi menangguk pundi-pundi uang yang kembali dialirkan ke politik demi melanggengkan kekuasaan.

Kekuasaan dan jabatan dibagi di antara mereka agar benar-benar menjamin kekuasaan mereka kuasai selama mungkin.

Lembaga anti-rasuah dipilih lembaga politik (legislatif), pengawas strategis seperti BPK empat dari lima anggotanya mantan politisi. Bahkan sempat jaksa agungpun dijabat politisi.

Kondisi semakin parah jika tingkat korupsi makin menjadi-jadi. Aliran dana yang dikorup tidak saja untuk kepentingan pribadi tetapi untuk operasional mesin partai yang ujungnya melanggengkan kekuasaan.

Inilah praktik oligarki. Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh sekelompok orang. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”.

Dan oligarki yang semakin kokoh dan percaya diri pada gilirannya akan menghadirkan rezim yang represif. Tidak boleh ada kritik.

Oligarki yang mencengkeram akan sibuk dengan kelompoknya sendiri. Di sisi yang lain urusan rakyat akan terbengkalai. Gambaran kesejahteraan semakin jauh.

Ini mirip sekali seperti yang digambarkan Plato. Pasca-penerapan demokrasi Athena kondisi sosial budaya perbudakan yang sangat kejam, di mana kaum bangsawan sedang berkonsentrasi dan terfokus oleh politk-politik yang mereka bangun, namun para budak harus terus tetap mengurusi keperluan-keperluan yang dibebankan oleh majikannya terhadap budak itu sendiri.

Inilah gambaran nyata demokrasi. Digambar-gemborkan sebagai bentuk ideal pada faktanya memiliki koreng busuk. Kebusukannya tak diakui padahal nyata. Lalat-lalat dibiarkan menghampiri berkembang biak di sana. Kebusukannya makin dalam dan melebar.

Rakyat harus sadar segera meninggalkan sistem ini! Wallahua’lam. []