Kereta Cepat, Proyek Penuh Masalah Yang Terus Dipaksakan

Last Updated: 29 November 2022By

Ulasan Utama Assalim.id
Oleh: Pujo Nugroho

Assalim.id – Sebagaimana diketahui Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terus dilanda masalah bahkan hingga saat ini. Terakhir batalnya rencana uji coba yang akan dilakukan Presiden Jokowi bersama presiden Cina Xi Jinping yang kebetulan berkunjung dalam rangka KTT G20 di Bali. Padahal tentu uji coba ini sangat diharapkan untuk membangun citra dan meyakinkan mengingat proyek kereta cepat terus dihadapkan masalah. Walhasil, Jokowi dan Xi Jinping hanya melihat secara virtual.

Gagalnya uji coba ini kembali menunjukkan bahwa proyek ini penuh masalah. Tak lama setelah batalnya uji coba kereta cepat ini disusul kabar penetapan harga tiket yang dijual rugi. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menetapkan tarif KCJB di 3 tahun pertama dengan jarak terdekat Rp 125 ribu. Harga itu lebih murah dari pengumuman sebelumnya yang minimal Rp 150 ribu.

Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk jarak terdekat Rp 125 ribu dan jarak terjauh Rp 250 ribu di 3 tahun pertama operasi. Tiket itu diakui dijual dengan harga rugi.

Berikut deretan masalah proyek kereta cepat KCJB.

  1. Ingkar Janji Pakai APBN
    Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan di awal-awal rencana proyek bolak-balik menekankan proyek ini tak sepeser pun akan menggunakan APBN atau uang rakyat. Sebab, pembangunannya akan menggunakan dana konsorsium antara CDB dan BUMN. Ternyata, pada 2022 pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,1 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk pembangunan KCJB. Dengan kebijakan ini, maka Presiden Jokowi mengingkari janjinya dan pada akhirnya menggunakan uang rakyat untuk membangun proyek ini.
  2. Penyelesaian Proyek Berulang Kali Molor
    Proyek KCJB telah gagal memenuhi target penyelesaian. Proyek yang dimulai tahun 2016 ini direncanakan selesai pada tahun 2019 namun kemudian munudur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023. Masalah proyek KCIC ini bermula dari kontraktor. Kemudian, pada 2019 proyek kereta cepat ini terhambat karena pembebasan tanah.
  3. Dana Bengkak dan Beban Utang
    Molornya penyelesaian proyek KCJB diiringi membengkaknya biaya proyek ini. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Pembengkakan ini mencapai 40% dari perkiraan di awal. Bukan perkara mudah, atas pembengkakan ini Cina meminta Indonesia menanggungnya.
  4. Indikasi Proyek yang Tidak Layak
    Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, penggunaan APBN dalam proyek kereta cepat jadi indikasi bahwa secara bisnis proyek tidak layak. Sehingga harus ada uang negara yang masuk.

“Enggak bisa pakai Business to Business lewat konsorsium, pasti uang pajak juga yang harus suntik dana pembangunan. Pembengkakan biaya proyek yang cukup tinggi sebenarnya alarm bagi keberlanjutan proyek kereta cepat,” ujar Bhima (kumparan.com, 9/10/2021).

  1. Rugi Sampai Kiamat Tidak akan Balik Modal
    Sejak gagasan kereta cepat dicetuskan kontroversi terus bermunculan. Dari dirasa tidak urgen mengingat Jakarta-Bandung telah memiliki banyak transportasi yang sudah layak, terpilihnya Cina daripada Jepang, hingga kesan terlalu dipaksakan.

Dugaan-dugaan ini lambat laun satu persatu bisa disebut hampir benar seluruhnya. Biaya yang membengkak dan waktu yang molor. Dampaknya secara bisnis proyek ini akan rugi terus-menerus.

Menurut ekonom Faisal Basri KCJB tidak akan menguntungkan secara ekonomi alias rugi bahkan sampai kiamat.

“Mana ada proyek konyol di dunia ini. Akibatnya biaya membengkak, sehingga ini proyek rugi yang saya katakan ini sampai kiamat,” papar dia. Mana ada proyek konyol di dunia ini. Akibatnya biaya membengkak, sehingga ini proyek rugi yang saya katakan ini sampai kiamat,” paparnya (CNBCIndonesia.com, 28/12/2021).

Tudingan ini seolah benar dengan telah ditetapkannya biaya tiket yang dipatok merugi. Kerugian akan berdampak kepada BUMN yang “pasang badan” meminjam utang ke Cina untuk proyek ini.

Selain itu, karena juga menggunakan APBN kerugian ecara tidak langsung ditanggung rakyat. Menurut Bhima, efeknya pun sangat berat, seperti pertambahan beban bunga pinjaman per tahun dan pelebaran defisit anggaran.

“Padahal ketika konstruksinya selesai, pemerintah masih harus membayar biaya operasional yang tidak mungkin ditutupi dari pendapatan,” ujarnya.

Kekhawatiran serupa juga diutarakan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan terkait proyek kereta cepat ini. “Belum lagi, nanti minta semacam subsidi dari anggaran negara saat kereta cepat ini beroperasi untuk menekan harga tiket. Beban anggaran akan semakin berat,” kata Misbah, dikutip dari Koran Tempo edisi 12 Oktober 2021.

Dengan keadaan seperti disebut di atas, proyek ini yang telah menggunakan uang negara dari APBN dan BUMN maka tidak terhindarkan bahwa beban pembangunan proyek ini akan menjadi beban bagi rakyat. []